《4.》 Si Ketua Dingin dan Si Kembar Biang Onar

64 8 1
                                    

MOBIL sedan hitam terparkir rapi di parkiran guru SMA Adidarma. Pemiliknya tidak peduli jika nanti terkena omelan satpam karena melanggar aturan yang tertera di papan 'SISWA DILARANG PARKIR DIAREA PARKIR GURU!'

Laki-laki berambut pirang dengan rahang tegas terlihat keluar dari mobil sembari melepas kacamata hitam yang bertengger di pangkal hidungnya. Sorot matanya teduh, mengedarkan pandangan pada orang-orang yang menyempatkan diri untuk menoleh kearahnya. Arjuna Boulevard, terkenal dengan sifatnya yang dingin membuat siapa saja segan hanya dengan melihat perangainya.

“Kak, nanti aja yang tebar pesona. Bukain dulu pintunya." Kepala Nakula menyembul di jendela mobil. Dua cecunguk itu yang masih terperangkap di dalam mobil. Arjuna menepuk dahinya, ia lupa jika berangkat bersama adik-adik tersayangnya.

Nakula Boulevard keluar dari dalam mobil seraya mengacak rambutnya hingga menutupi bagian dahi. Sekilas ia membasahi bibir bawahnya. Diikuti Sadewa Boulevard yang tersenyum lebar menambah kesan baby face. Si kembar yang terkenal karena kekompakan mereka dalam hal membaut keonaran di sekolah.

Arjuna melangkah lebih dulu meninggalkan kedua adiknya yang sibuk membalas sapaan siswa yang lewat. Cih, sekarang siapa yang tebar pesona?

Arjuna tiba-tiba menghentikan langkahnya di persimpangan jalan yang menghubungkan kantin, ruang guru, dan lorong kelas sepuluh. Karena telat menyadari pergerakan Arjuna, tidak sengaja si kembar menubruk punggung kakaknya.

“Awh."

“Aduh."

Nakula dan Sadewa mengusap dahinya. Arjuna menggeram sebal.

“Lo jalan pake mata dong," decak Sadewa menyalahkan kembarannya.

“Mana ada jalan pake mata. Jalan pake kaki lah, oon,” rutuk Nakula. “Lagian lo juga berhenti mendadak.”

“Gue? Kak juna, tuh.”

Arjuna menoleh. “Salah lo berdua ngapain ngikutin gue?”

“Idih ge-er. Orang kita juga mau ke kelas, iya gak, La.” Sadewa meminta dukungan Nakula.

Nakula mengangkat bahu. “Tadi lo bilangnya mau ke kantin.”

Sadewa refleks menyikut perut kembarannya yang sudah lancang bicara.

“Mau kekantin? Bolos?” tanya Arjuna menaikkan sebelah alisnya

“Enggak…” koor si kembar. Namun Sadewa mengatakan seraya menganggukkan kepala. Sontak saja Nakula menonyor kepala Sadewa.

Arjuna melirik jam tangannya. “Bentar lagi bel. Masuk kelas!"

“Ya kalau Kakak masuk kelas, kita ngikut. Tapi kalau kakak bolos, ya kita…”

“Gampang. Biar gue yang kabarin Mas Yudhis kalau kedua adik kembarnya bolos lagi," potong Arjuna tersenyum sinis.

“Hish,”

“Ngapain masih disini?!” gertak Arjuna.

Nakula dan Sadewa saling bertatapan.

“Masuk!” katanya dingin.

Keduanya saling senggol merebutkan siapa yang harus berjalan lebih dulu. Kemudian berbelok ke koridor kelas sepuluh. Arjuna tersenyum puas berhasil mengerjai adiknya. Nyatanya ia tidak pernah melaporkan kenakalan adik-adiknya di sekolah kepada kakaknya. Justru ia mencoba menyelesaikan sendiri tiap ada masalah pada adik kembarnya tanpa melibatkan orang tua atau Yudhistira selagi ia mampu menjaga Nakula dan Sadewa. Terkecuali kalau ada janji diantara mereka bertiga, lalu kedua adiknya sengaja mengingkari, maka tak segan Arjuna melapor hal yang tidak-tidak agar Nakula maupun Sadewa terkena amarah Yudhistira.

Pandawa Millenial [HIATUS]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang