21. Surya untuk Salju

4.7K 983 131
                                    


Surya menerima uang kembalian dari kasir lalu mendorong pintu dengan bahunya, berjalan ke pelataran minimarket dan duduk di kursi. Tangannya dengan cekatan membuka tutup botol dan menenggak isinya. Ia mengernyit saat pekatnya soda melewati tenggorokan.

Kulit Surya terasa terbakar merasakan teriknya siang itu. Ia berangkat dalam cuaca yang sedikit mendung dan dingin di Bandung, tetapi sampai Jakarta, perubahan cuaca itu sangat kontras. Untung ia tidak kehujanan.

Melirik jam tangan, Surya mendesah lelah. Sudah pukul 2. Rumahnya sudah dekat, lima menit sampai. Ia hanya ingin istirahat sebentar saja. Teringat sesuatu, tangannya merogoh waistbag-nya dan mengeluarkan ponsel. Keningnya berkerut saat mendapati banyak panggilan tidak terjawab.

Surya mengusap peluh di dahinya sebelum menegakkan tubuh. Gagah, Gita, dan Rosa. Baiklah, Gagah dan Gita meneleponnya itu masih tidak membuatnya terlalu khawatir, tapi Rosa? Adik Salju itu bahkan tidak pernah menghubunginya selain kalau ....

Pikiran Surya mendadak dipenuhi dengan hal-hal buruk. Sialnya Gagah hanya mengiriminya pesan sudah sampai mana, tapi Gita mengirim sebuah pesan. Hanya dua kata, sanggup membuat tangannya mendadak gemetar.

Gita
Sur. Salju.

Pesan itu ... belasan menit yang lalu.

Secepat kilat Surya beranjak. Ia mengendarai motor dengan kecepatan tertinggi yang pernah ia jalankan. Mulutnya tidak berhenti menggumamkan sebuah doa agar Salju baik-baik saja. Lima menit yang baginya sangat lama, walau pada kenyataannya mungkin lebih cepat dari itu.

Surya memarkir motor matic-nya di pelataran rumah Salju. Melihat seorang lelaki paruh baya dengan jas putih baru saja keluar rumah, pikirannya semakin jelas. Salju terluka, entah karena apa.

"Shit!" umpatnya lirih saat tali sepatunya susah dilepas. Ia pun merutuki ketidaktenangannya kali ini. Akhirnya ia melepas sepatu dengan paksa, lalu menapak lantai rumah Salju.

Pintu sudah terbuka. Surya berjalan cepat ke ruang tengah. Hanya ada Rosa yang duduk di sofa dengan air mata. Pandangannya beralih ke Gita yang baru saja keluar dari kamar Salju. Debaran jantungnya semakin menggila saat Gita menunjuk kamar Salju dengan lemah.

Surya berjalan cepat ke pintu kamar Salju. Ia memegang engsel dengan tangan yang masih terkepal kuat, seakan ingin menghancurkan benda yang ada dalam genggamannya. Menetralkan emosinya, Surya sebisa mungkin menelan segala kekhawatiran. Ia menghela napas perlahan dan membuka pintu dengan gerakan sangat pelan.

Hal pertama yang Surya lihat membuatnya tercekat. Salju berbaring, memejamkan mata dengan wajah lebam yang membuat hati Surya teriris. Hampir setahun tidak bertatap muka, inilah keadaan pertama Salju yang ia lihat?

Salju terlihat rapuh.

Surya menyesal. Ia sangat menyesal kenapa tidak memastikan Salju baik-baik saja selama ini.

Suara rintihan pelan itu membuat Surya tersadar. Ia berbalik dan menutup pintu selambat mungkin agar tidak menciptakan suara. Ia tidak menyangka bahwa kini Salju membuka mata, menatapnya yang masih terpaku di dekat pintu.

Langkah Surya sangat pelan mendekati Salju. Tatapannya tidak lepas sama sekali, bahkan saat ia melepas jaket kulitnya dan meletakkan di meja. Diamati dari dekat, Surya mendadak membisu. Gemuruh di dadanya semakin parah.

Seakan baru tersadar dengan tatapan Salju yang sayu, Surya menarik kursi dengan gerakan sehalus yang ia bisa dan duduk di sisi kanan kepala Salju. Tangannya sudah terangkat, menyentuh pipi Salju yang hangat. Kernyitan tidak nyaman yang Salju tunjukkan membuat Surya mengurungkan niat.

SURYA & SALJUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang