Aku pun akhirnya tertidur. Dengan selang waktu yang cukup lama, hingga aku kembali terbangun tepat pukul 16.30 PM
Rasanya hari ini lelah sekali, hingga aku tertidur cukup lama siang itu. Aku mulai merasa bosan, ku lanjutkan dengan melangsungkan coretan pena di plano itu, ku tuliskan masa kelam ku hingga hari semakin petang, tak lelah, dan bingung jari jemari ku terus tuliskan masa kelam ku hari itu, dan sekarang, sudah 902 kata yang tertulis di plano putih itu. Hari demi hari, ku lewati dengan menulis dan merakit kalimat hingga menjadi cerita yang menarik, sekarang, menulis sudah menjadi rutinitas ku, pagi, siang, petang, malam pun, ku sempatkan diriku menyinggahi plano beserta pena pekat itu. Dia menarik ku untuk kembali menulis cerita kelam ku....🌼🌼...
"Bawa saja putri, aku tak akan merindukan kalian, cepat pergi!!!" Teriak ayah yang paling ku ingat kala itu, sembari melempar koper yang berisikan barang ku dengan ibu. Yaa, ayah memang kasar kepadaku, terutama kepada ibu. Entah apa yang membuat dia kembali hari itu aku pun tak tau.
Hari itu aku benar-benar kesal kepada ayah, dan rasa itu masih membekas sampai sekarang, dia seperti tidak menganggap ku anak, dia mengusir kami dengan begitu kasarnya. Dan setahuku ibu tak akan pernah berlutut kepada ayah, karna ibu tau, dia tak salah dalam drama itu, dan ayahlah yang menjadi peran utama dalam sandiwaranya.
Kisah kelam ku berjalan cukup lama kala itu, namun ibu masih memendam dan selalu bersabar terhadap ayah, hingga akhirnya, ayah kembali berulah, ia patgulipat dengan rekan kerjanya. Jelas, ibu marah kala itu, dan berlangsung pertengkaran yang tak harus ku liat dihari itu, dan iyaa benar, berujung perpisahan sampai detik ini. Ayah benar-benar egois, dia hanya mementingkan dirinya sendiri, dia juga terlalu berambisi, dan overprotektif terhadap keluarganya, iya aku tau, ayah ingin melindungi kami, namun, menurutku itu sangat berlebihan. Aku bukan tipe orang yang bisa dikekang, begitu juga Kak Dinda, kita selalu kesal dengan hal yang sama, ayah tidak membiarkan kami keluar, sedangkan kami harus mengerjakan tugas kelompok yang akan disetor lusa.
Bila kami membawa teman ke rumah ayah akan berkata, "Untuk apa terus membawa teman ke rumah? Kau harus belajar mandiri dan mengerjakan tugas sendiri" Ujarnya.
Hemm... tatkala ayah berucap seperti itu, aku dan Kak Dinda pasti pergi bergegas memasuki kamar. Saat bersama ayah, apapun jadi masalahnya, kami yang selalu bermain hingga terlalu petang, atau kami yang tidur larut malam pasti akan mendengar ceramahnya, entah itu pagi, siang, sore, ataupun malam sekali pun, jika kami salah, ayah akan memarahi kami, entah itu, hal sepele atau tidak, ayah tak akan berhenti berceramah, dan kami hanya bisa menghiraukannya. Bukan maksud kami untuk mencampakkannya, tapi dia terlalu cerewet bagi kami. Itu cara kami untuk membuat ayah terdiam. Bila kami melawan, tak rentang ayah akan memukul kami di waktu yang sama.
...🕊️...
Berpisah dengan ayah bukan mau ku, namun, mungkin itu takdir, menerima kenyataan memang berat bagiku, apalagi untuk ibu, tapi alangkah baiknya jika aku berdamai dengan diriku, rasanya akan jauh lebih lega kala itu.
Setidaknya aku pernah merasakan berada di keluarga yang utuh, namun, tidak dengan rasa yang utuh, ayah yang bergantung pada ambisinya dan ibu yang selalu mengalah akan dramanya. Aku rasa, walaupun kami kembali bergandengan pada masanya, ayah tak akan bisa merubah sikapnya, dan bila nanti kami bersatu lagi, aku yakin, ibu akan kalah dan mengalah kembali.
...🌸🌸...
Hari ini ku putuskan untuk tidur di dekat jendela kaca itu, masih dengan pendamping yang sama, yaitu plano dan pena pekat itu. Jari jemariku terus menulis malam itu, hingga akhirnya tercatat 973 kata, dan itu tak berlangsung lama, ceritaku masih berjalan lama, dan aku pun belum terpikir akan endingnya.
[Sad part👩👦🐾]
.
.
.🌈🌈🌈
Pagi itu, aku terbangun pukul 09.00 AM, ku buka pintu kamar ibu lalu ku lihat ibu masih berbaring lemas di atas kasur putih miliknya, ku tutup kembali pintu itu, dan aku pun bergegas ke dapur untuk membuatkan ibu nasi goreng, aku mungkin tidak ahli dalam memasak, namun keadaan yang membuatku berakuh menjadi chef di hri itu, Aku datangi ibu dengan membawakan nasi goreng buatan ku, dan tak lupa dengan teh hangat sebagai pelengkapnya. Ku ketuk pintu kayu yang terpampang tepat di depan ruang tamu itu, "Tok.. tok.. tok.." terdengar jelas ketukan yang ku berikan, namun ibu tak meresponku. Ku ketuk sekali lagi, "Tok...tok...tok.." ibu tetap tidak meresponnya, ku putuskan untuk tetap membukanya, perlahan ku buka pintu itu, ku taruh nasi goreng itu tepat di meja rias ibu, ku bangunkan ibu kala itu.
"Buu, bangun... Sudah ku buatkan nasi goreng untukmu, ak taruh di atas meja ibu yaa, aku tinggal dulu." Kataku
Ibu hanya menjawab, "Makasi ya nak, sebentar lagi ibu makan"
Ku tinggalkan kamar ibu setelahnya, aku berjalan memasuki ruang haluku, sesampainya, ku buka pintu dimensi waktuku, dan yang ku lakukan setelahnya, tak lain, ku ambil gambar berdebu yang pernah ku buat kala itu.
Aku berpikir, dulu aku memiliki keluarga yang lengkap, walaupun tanpa adik laki-laki atau kakak laki-laki selebihnya, namun lengkap. Satu ayah, satu ibu, satu kakak. Dan satu tujuan, hayalku, namun tidak berlangsung lama, hayalku kelam, kami tidak satu tujuan rupanya, sekarang yang ku punya tinggal ibu, dan lebih tepatnya gambar ini yang terpajang. Dan ini yang memang terjadi sekarang.... 👩...
Hari demi hariku, semakin sepi, dulu sebelum ini terjadi, kami memang saling melengkapi. Namun sekarang, ibu harus menjadi 2 peran karna kisah kelamnya, satu peran untuk memberi nafkah, dan satu peran yang harus selalu mendampingi. Mungkin karna itu ibu terbaring lemas sekarang. Namun, apa yang sedang disembunyikan ibu? Dan.. ibu sakit apa sebenarnya?
.
.
.
𝐓𝐞𝐫𝐢𝐦𝐚 𝐤𝐚𝐬𝐢𝐡 𝐛𝐮𝐚𝐭 𝐫𝐞𝐚𝐝𝐞𝐫'𝐬 𝐲𝐠 𝐮𝐝𝐚𝐡 𝐬𝐞𝐦𝐩𝐞𝐭 𝐛𝐚𝐜𝐚
𝐉𝐚𝐧𝐠𝐚𝐧 𝐥𝐮𝐩𝐚 𝐛𝐮𝐚𝐭 𝐯𝐨𝐭𝐞 𝐬𝐚𝐦𝐚 𝐜𝐨𝐦𝐞𝐧𝐭𝐧𝐲𝐚 𝐲𝐚💤
𝐓𝐞𝐭𝐚𝐩 𝐭𝐢𝐧𝐠𝐠𝐚𝐥𝐤𝐚𝐧 𝐣𝐞𝐣𝐚𝐤
𝐃𝐨𝐧'𝐭 𝐟𝐨𝐫𝐠𝐞𝐭 𝐭𝐨 𝐟𝐨𝐥𝐥𝐨𝐰 @𝐚𝐚𝐲𝐮𝐚𝐦𝐢𝐤 𝐨𝐧 𝐈𝐧𝐬𝐭𝐚𝐠𝐫𝐚𝐦✨
𝐓𝐡𝐱 𝐮💕
![](https://img.wattpad.com/cover/224833504-288-k317968.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐏𝐮𝐭𝐫𝐢 𝐊𝐞𝐜𝐢𝐥 𝐈𝐛𝐮
Short StoryKisah ini menceritakan gadis malang yang bernama putri, ia sudah lama berpisah dengan ayah serta kakaknya, ia pun harus tinggal bersama ibunya. Hari harinya terasa tak pernah asing baginyaa, ya, benar, walaupun sepi, ia tidak pernah merasa sendiri...