We

1.7K 95 20
                                    

New tidak bisa melepaskan pandangannya dari layar gawai. Sudah dua jam lalu dia mengirim pesan pada Tay, juga menelponnya, tapi belum ada jawaban. 'oke, mungkin dia masih tidur.' batin New menenangkan hatinya. 

Lewat pukul dua siang. Belum juga ada pesan dari Tay. New merasa khawatir. Ia ingat, dua hari lalu Tay menelponnya. Memberi kabar bahwa dia akan segera pulang. 

"Besok aku pulang, kamu hati-hati." suara Tay terdengar serak di seberang sana. Ini lah yang membuat New cemas. Dia tau Tay selalu lebih mementingkan orang lain, pekerjaan, dan segala hal di luar dirinya. Sampai lupa untuk makan atau sekedar beristirahat bila sudah dihadapkan dengan tanggung jawab. 

"Iya, aku akan selalu hati-hati. Kamu juga, jangan lupa makan. Istirahat. Minimal gak usah lah lembur-lembur terus. Malam itu tidur." 

Tay tertawa dengan suaranya yang parau "Iya, siap. Besok ketemu di apartemen aku aja ya."

"hmm…" hanya itu yg bisa dikatakan New. 

Dan hari ini seharusnya Tay sudah ada di apartemennya. 

Tepat pukul 4 Sore, New memutuskan untuk pergi ke apartemen Tay. Tidak lupa New membawa beberapa bahan makanan yang akan dimasak dan disimpan di apartemen Tay. Mengingat manusia satu itu susah kalau disuruh mengisi kulkasnya dengan bahan makanan.  

New menekan bel apartemen Tay. Hening, belum ada tanda bahwa ada orang di dalam. New merogoh kantong celananya. Mengambil duplikat kunci apartemen yang sengaja diberikan Tay padanya. 'Jaga-jaga, kali aja aku kenapa-kenapa, kamu bisa masuk tanpa mendobrak pintu.' itu kalimat yang diucapkan Tay saat memberikan kunci kecil itu. 

Berhasil membuka pintu, New memasuki apartemen Tay, melepas sepatu yang dikenakannya. Mengunci kembali pintu dari dalam dan menaruh kuncinya di gantungan yang memang sengaja New sediakan untuk semua kunci Tay. Tay itu ceroboh, plus pelupa. Semua barang bisa rusak atau minimal hilang bila sudah bersentuhan dengan tangan ajaibnya. 

“Tay.” Panggil New, memastikan bahwa memang ada orang di dalam ruang seluas lima puluh meter persegi itu. Belum ada jawaban. Keadaan apartemen ini temaram. Hanya lampu lima watt yang menyala di ujung ruangan. Gordennya pun tertutup rapat, menghalangi cahaya dari luar yang menyerbu ingin masuk ke dalam. New makin masuk ke dalam ruangan, melewati televisi dan sofa tempat di mana New bersama dengan Tay sering menghabiskan akhir pekan dengan menonton serial dari Netflix atau sekedar bermain game. 

New membuka pintu di ujung ruangan. Ruangan yang lebih kecil itu benar-benar gelap. Hanya terlihat titik hijau bercahaya yang berkedip-kedip di dinding, tanda bahwa alat pendingin di ruangan itu menyala. New mendapati seseorang berada di atas kasur, tertutup selimut rapat. Walau ruangan ini gelap, New masih bisa merasakan ada pergerakan kecil dari bawah selimut itu.

“Tay…” sekali lagi New memanggil orang yang dikasihinya, dan tetap tak ada jawaban. New mendekat ke arah tempat tidur yang terletak tepat di samping jendela. Duduk di pinggiran ranjang, New menyibakkan rambut yang menutupi kening kekasihnya, kemudian memegangnya. Hangat. Hmm… New menghela nafas, sedikit kesal sebenarnya. Yakin, bahwa semua omongan yang telah diucapkannya hanya lewat lalu di telinga kekasihnya ini. 

New mengambil sebaskom air dan handuk kecil untuk mengompres orang yg dicintainya. Berharap suhu tubuh Tay menurun dan kembali normal.

Jam di dinding kamar bercat putih itu menunjuk ke angka enam. Sembilan jam sudah dia tertidur. Rasa lelahnya sedikit hilang. Tay terbangun karena mendengar ada kesibukan dari arah dapur. Terdengar suara pisau yang beradu dengan telenan serta tercium aroma mentega dan bawang bombai yang menguar melalui udara.

C U K U P  (TayNew; Bukan Cerita Bersambung)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang