Purim, Frank, & Nanon

789 58 13
                                    

Pas revisi  tulisan ini, Bee ditemenin sama Om Tulus... ^^
Enjoy

❤️❤️❤️💙💙💙

"Eyaaaaaaaang," panggil Nanon dan Frank yang hampir bersamaan. Kedua anak kecil itu berlarian; berusaha membuka pintu yang tingginya tiga kali lipat lebih tinggi dari tubuh keduanya. 

"Frank, Nanon, jangan lari-lari," teriak Tay yang sedang menurunkan beberapa barang dari dalam mobil.

"Biar jatuh dulu aja, Yah, hehe," timpal Purim usil. 

Tay mengelus kepala si Sulung sayang, "Ya klo bisa gak jatuh, kenapa harus jatuh dulu?" 

"Biar seru aja, Yah, " kata Purim sambil mengedipkan sebelah matanya.

"Jahil banget ih, mirip siapa?" Tay mencubit hidung Purim gemas, yang dicubit hanya nyengir kemudian lari menyusul dua adiknya yang sudah berhasil masuk ke rumah.

Tay mengedarkan pandangan, melihat tanaman Bundanya yang kian bertambah; sebagian  berbunga dan berbuah, membuat halaman luas itu terlihat makin asri dan tentu saja berwarna.

"Katanya dateng sore? Bunda belum nyiapin apa-apa lho; belum masak, ini baru mau pergi belanja sama Pak Zul." Bunda Tay berujar saat anak laki-lakinya ada di ambang pintu. 

Tay seketika berhambur memeluk Bundanya, meletakkan segala dalam genggaman asal. Dalam hatinya berbisik; berjanji akan sering berkunjung ke sini sesering yang ia bisa. Sedikit banyak kehadiran Purim dalam hidup Tay  mengajarkannya rasa yang selama ini—mungkin— Bundanya rasakan.

"New mana? Gak ikut ke sini?" Bunda Tay bertanya saat menyadari kealpaan New.

Tay melepaskan pelukannya, matanya membola, seolah tak percaya Bundanya melempar pertanyaan yang sedikit ganjil baginya. "Tumben banget nanyain New?"

Bunda menghela napas kasar. "Ya udah, gak jadi nyari New," ujarnya sambil melepaskan tangan Tay dari pundaknya.

Tay terkekeh, "Bunda jangan ngambek aaaaah…. Ntar cantiknya pudar. New nyusul nanti, ada kerjaan, katanya urgen." Tay menjelaskan sambil memungut tas-tas yang tadi sempat ia abaikan.

Bunda tak acuh, ocehan Tay tidak ditanggapi serius.

"Tadi Papah udah siap mau belangkat baleng kita, Eyang. Tapi Papah dapet telpon, telus kita disuluh ke sini duluan." Frank menjelaskan terbata, huruf R dalam kalimatnya belum jelas.

Bunda Tay merunduk agar dirinya sejajar dengan Frank, diusapnya pipi Frank yang gembul, "Papah lagi sibuk banget ya?" 

"Sebenernya kita mau nunggu Papah selesai kerja baru ke sini, Eyang… tapi Papah gak mau ditungguin, takut Frank sama Nanon tantrum." Purim ikut angkat bicara. 

"Ohh." Bunda Tay menanggapi sekilas.

"Eyang… Eyang… Nanon boleh ngasih makan ikan koinya?" tanya Nanon sambil mendekati Eyangnya.

"Iya, boleh sayang, makanannya ada di toples samping kolam, ya." Bunda Tay menunjuk sebuah tempat plastik tembus pandang yang berisi butir-butir beraneka warna di dekat kolam.

Tanpa aba-aba Nanon berlari ke arah kolam. Frank mengekor, ingin memberi makan juga.

"Tay, Bunda keluar dulu ya, mbak Wijah nanti ke sini agak siangan. Kemarin mbak Wijah izin pulang; sodaranya ada hajatan." jelas Bunda Tay sambil memasukkan beberapa barang ke dalam tasnya. "Kamu gak pa-pa Bunda tinggal?"

"Bun, Tay udah gede ya, udah bisa ngurus Purim, sekarang tambah Nanon sama Frank juga." Tay seolah mengerti sebab kekhawatiran Bundanya.

"Ya Bunda tahu kamu udah gede Tay, Bunda cuma khawatir Purim, Nanon, atau Frank kenapa-napa kalau cuma sama kamu, New kan belum dateng."

C U K U P  (TayNew; Bukan Cerita Bersambung)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang