Chapter-19: UKS - Unit Kebersamaan Sementara

67 5 0
                                    

Penting bagi pasangan untuk membicarakan beberapa hal sebelum mengambil keputusan, karena bisa saja langkah gegabah menjadi alasan semua yang tertata indah berakhir sudah

♡♡♡

Selepas kepergian Meila dari kelas sebelas IPA dua, suasana menjadi lebih ramai. Mereka bagitu menaruh minat pada fakta yang baru saja didengar langsung dari sumber terpercaya, yaitu subjek pembicaraan itu sendiri. Mengingat bagaimana hebohnya sekolah ketika pasangan itu dikabarkan mulai berpacaran, tentu saja respons ketika mereka memutuskan hubungan tidak kalah menggemparkan.

Empat jam pelajaran dihabiskan dengan belajar bersama Ibu Riri sampai jam istirahat tiba. Seperti tradisi kelas lain, satu per satu murid berhambur keluar atau ada yang memutuskan untuk menghabiskan bekal makan siang dari rumah di dalam kelas.

"Bay, ayo ke kantin!" ajak Vano yang sudah berdiri di samping mejanya Fabian.

Menjadi satu-satunya saksi di saat Fabian memutuskan sahabatnya sendiri tentu membuat Bayu tak bisa menahan diri untuk merasa kesal. Sejak awal memang sudah ia peringatkan untuk jangan menjalin hubungan, karena ini menjadi salah satu hal yang sudah ia duga. Meski sudah berteman hampir dua tahun karena tergabung di tim basket yang sama, Bayu tak bisa menutup mata ketika Fabian membuat Meila menangis dengan terang-terangan.

Bayu putuskan untuk bangkit dari kursinya. Ia berjalan mendekat pada kedua temannya dan membuat suasana menjadi canggung tak karuan.

"Bay, gue tahu lo mau ngomong apa," bisik Vano usai Bayu berdiri tepat di hadapannya, "tapi jangan sekarang deh, gue lagi laper banget pengen ke kantin."

"Ya udah ayok, katanya mau ke kantin," ujar Bayu sembari mendahului langkah Fabian dan Vano.

Belum juga mereka bertiga sampai di ambang pintu, sebuah suara dari seorang cewek yang duduk di barisan depan membuat langkah mereka terhenti.

"Bay, lo nggak ke UKS?"

Bayu mengernyit. "Siapa yang sakit?"

"Meila tadi ke UKS, dianter ketua kelasnya."

Ekspresi Bayu tiba-tiba berubah. Sudah ia duga ini akan terjadi mengingat bagaimana Meila menangis seharian kemarin ini di rumahnya.

Vano menyusul langkah Bayu yang keluar kelas terburu-buru dan berteriak, "Mau sekalian gue beliin makan nggak di kantin?"

Tanpa menoleh belakang, Bayu mengibaskan tangan kanannya tanda penolakan.

Vano mengangguk paham melihat bagaimana khawatirnya Bayu terhadap Meila. Jelas, karena mereka sudah bersama sejak kecil. Melewati berbagai masa, entah kanak-kanak maupun remaja. Sebagai dua orang yang sudah bersama sejak lama, pasti sangat menaruh banyak tanggung jawab untuk saling peduli dan memberi kasih sayang satu sama lain.

"Lo nggak ikut Bayu ke UKS, Bi?" tanya Vano ketika Fabian mengambil langkah ke lorong yang tidak menghubungkannya dengan UKS.

Fabian menoleh pada Vano tanpa menghentikan langkahnya. "Nanti."

Buru-buru Vano menyusul Fabian dan menyesuaikan langkah di sampingnya. "Gue ngerti lo udah nggak ada hubungan apa-apa sama Meila, tapi bukannya lo harus tetep khawatir, ya? Kalian bahkan baru pisah beberapa hari."

"Gue bilang, nanti," ulang Fabian dengan tatapan fokus ke depan. "Lagian di sana udah ada Bayu, jadi Meila pasti nggak akan kenapa-napa."

"Jadi kalau ada Bayu, lo merasa nggak perlu buat dateng ke sana?" Vano menyimpulkan.

Fabian menatap Vano dengan malas. "Udah gue bilang nanti, Van."

"Awas aja lo kalau enggak!" Vano mengancam.

Do Men Cry? (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang