Chapter-16: Rumor

43 4 0
                                    

Membicarakan suatu hal yang tidak pasti lebih mengasyikkan ketika banyak orang mengetahui, terlepas dari benar-salah persoalan yang terjadi

♡♡♡

Hari-hari berlalu lebih hangat dari biasanya. Karena tidak lama lagi acara resital musik akan diadakan, Fabian pun lebih sering mengunjungi Meila ke rumahnya, bahkan bertemu kedua orang tuanya. Mereka banyak mengobrol terutama ketika Fabian ikut makan malam bersama. Bahkan kedua orang tua Meila tak jarang mengajak Fabian untuk berlibur bersama setelah ujian kenaikan kelas berakhir nanti.

Setiap akhir pekan setelah tidak ada jadwal latihan basket maupun les piano, Fabian dan Meila sering pergi ke kafe tempat di mana mereka punya janji temu berdua. Ketika malam datang, tak jarang Meila pun menemani Fabian bermain basket bersama Bayu di lapangan dekat taman perumahannya.

Hubungan mereka memang tidak berjalan membosankan. Terkadang bertengkar karena hal kecil atau memperdebatkan sesuatu yang sebenarnya tidak perlu. Pernah sewaktu-waktu Meila marah akibat ketidaksengajaan yang Fabian lakukan dan mengakibatkan keduanya bertengkar, meski selalu ada Bayu melerai--yang lebih sering mengompori--di antara mereka.

"Aw, sakit!" rintih Meila ketika tangan kanannya tak segaja terinjak sepatu basketnya Fabian. Cewek itu sedang mengambil topinya yang terbang tertiup angin malam dan mendarat di tengah lapang, tapi tiba-tiba Fabian datang sembari berjalan mundur dengan bola di tangannya dan membuatnya tak sengaja menginjak punggung tangan Meila.

"Mei, aku nggak sengaja, serius. Maaf. Sakit banget, ya? Perlu aku beliin obat atau pergi ke rumah sakit nggak?" kata Fabian dengan cemas. Ia tarik tangan Meila yang memerah dan mengeceknya takut-takut ada luka parah.

Meila menarik tangannya dari Fabian. "Nggak usah."

"Jangan marah, dong. Serius aku nggak sengaja, Mei," ucap Fabian dengan tatapan bersalah dan menyesalnya.

Meila berdecak dan memandang Fabian dengan ekspresi marahnya. "Kamu tahu nggak sih seberapa penting tangan buat seorang pianis? Kalau tangan aku kenapa-napa, emangnya kamu bisa bantu apa?"

"Tangan juga aset berharga kali buat atlet baket," sungut Bayu yang baru tiba selepas membeli minuman dingin ke toserba untuk mereka bertiga.

"Nggak usah ikut campur deh, Bay!" geram Meila pada Bayu yang datang-datang sudah menyerangnya.

Bayu megangkat dagunya tinggi-tinggi usai berdiri di antara Fabian dan Meila. "Kenapa? Lo takut kalau pendapat gue bikin lo disalahin, ya?"

"Aku nggak ada urusan ya sama kamu!" Meila berteriak tidak suka.

Bayu mengangguk dan memberi jarak antara ia dengan sepasang kekasih yang tengah bertengkar. "Silakan kalau mau berantem sama Fabian. Silakan."

"Siapa yang mau berantem, sih?" Meila menyentakkan kakinya dengan tidak terima akibat perkataan Bayu yang sudah beranjak menjauh ke pinggir lapang.

"Mei, udah." Fabian menenangkan Meila dengan mengelus lembut pundaknya. "Aku beliin kamu obat, ya? Takutnya tangan kamu kenapa-napa."

"Kamu lagi!" Meila menyentak Fabian. "Kan udah aku bilang, nggak usah."

"Tapi aku takut kamu kenapa-napa," balas Fabian tidak sabaran karena sikap Meila yang sensitif malam hari ini.

"Nggak tahu ah, bete!"

Meila pun berlalu pergi tanpa memedulikan panggilan dari Fabian maupun cekalannya. Ia berusaha sekuat tenaga untuk membuat cowok itu berhenti megikutinya karena sedang ingin pulang sendiri dan tak seorang pun mengganggunya.

Do Men Cry? (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang