kesatu

1.4K 93 6
                                    


"Kau harus berhenti mengikuti latihan seperti Ino. Kau tak layak. Dan sampai kapanpun kau tak sebanding dengan Ino. Karena kau hanya bayangan saja baginya."

.

Bruk!

"Ouch! Sial! Kenapa harus selalu begini saat aku secara tak sadar kembali mengingat perkataan si tua Bangka sialan itu, huh?"

Surai pirang panjang itu bergoyang seiring dengan gelengan kepala yang ia lakukan setelah ia mendapati tubuhnya lagi-lagi merasakan sakit akibat ulahnya yang -entah mengapa bisa sampai- terjatuh dari ranjang yang ia tiduri sejak semalam. Ini bukan yang pertama, kedua, atau ketiga kalinya ia mendapatkan kejadian yang seperti ini. Melainkan ia sudah mengalaminya sejak beberapa tahun silam. Tepatnya, sejak ia memutuskan untuk pergi dari keluarga yang membesarkannya hingga ia berusia 12 tahun. Usianya kini hampir menginjak 15 tahun, dan itu artinya ia sudah pergi dari keluarga dan rumahnya sejak hampir 3 tahun silam.

Ah, keluarga dan rumah ya?

Apa ia masih layak menyebutnya begitu sedangkan disana ia sekalipun tak pernah dipandang sebagai penghuni rumah yang layak seperti anak-anak kebanyakan?

Namun, apakah tak berbahaya baginya diusia yang sedini itu sudah meninggalkan rumahnya?

Berbahaya, jika itu dilakukan oleh manusia biasa. Tapi dia? Gadis pirang itu bukanlah seorang manusia, melainkan seorang werewolf. Ya! Werewolf yang keberadaannya seakan dianggap hanya mitos bagi beberapa kalangan manusia. Tapi tidak dengan kalangan lainnya. Karena di dunia ini tidak hanya dihuni oleh bangsa manusia saja, melainkan juga vampire dan werewolf. Tentu saja, mereka -vampir dan werewolf- pintar menyembunyikan keberadaannya hingga tak ada manusia yang menyadari jika mereka yang dianggap mitos begitu dekat dengan mereka. Kau tau, manusia itu naif! Karena yang mereka yakini adalah hal yang oleh sebagian besar yang kaumnya yakini. Hingga menghilangkan keyakinan kecil yang ada di antara mereka. Seperti keberadaan werewolf dan vampire, misalnya. Hanya karena sedikit dari mereka yang mengatakan ada, maka hal itu tenggelam dan berganti dengan ucapan bahwa hal itu sebuah mitos. Meski nyatanya hal itu adalah sebuah fakta.

Kau bingung dengan manusia, bukan?

Karena begitulah manusia, mereka membingungkan. Dan setidaknya itu hal yang diketahui oleh gadis berambut pirang yang masih asyik dengan keterdiamannya di lantai setelah acara jatuh dari ranjangnya tadi.

Fyuh....

Dengan menghembuskan nafasnya kasar, gadis berambut pirang sepunggung itu perlahan bangkit dan beranjak ke arah balkon kamarnya yang tak jauh dari posisinya tadi. Ia ingin merenung sejenak di tempat yang biasanya membawa sebuah ketenangan baginya, balkon flat yang ia sewa. Sengaja ia menyewa flat yang terletak di tingkat yang agak tinggi karena dengan begitu ia bisa menikmati pemandangan yang terhampar di depan matanya jika ia berada di balkon. Flat-nya memang tak bisa dikatakan mewah, namun juga tak bisa dikatakan sederhana karena ia menginginkan kenyamanan dan isi dompetnya tetap aman. Bagaimanapun juga, ia hidup sendiri. Sebisa mungkin ia harus bisa mengatur keuangan dan berhemat agar hidupnya tak mengalami kekurangan uang.

Huh...

Memang apa yang kau harapkan dari hidup mandiri di kota yang tidak bisa dikatakan kecil, namun tak juga bisa dikatakan besar? Ia merantau pun hanya berbekal uang yang ia simpan beberapa tahun dari ia menyisihkan uang jajannya. Sedikit beruntung, karena meski ayahnya yang seperti tidak terlalu menyukainya itu masih tetap mau memberinya uang jajan selama ia mengenyam pendidikan pemula di tempatnya tinggal dulu. Meski, yah. Bisa dikatakan jika uang itu adalah uang gaji karena ia bertugas membersihkan dan mengurus urusan dapur rumah mereka. Terdengar kejam ya, untuk ukuran anak kecil sepertinya. Tapi apa mau dikata, ia mengeluh pun dirasa percuma. Justru ia bersyukur, dengan begitu ia bisa lebih mandiri saat memutuskan untuk merantau seperti ini. Kau tau, setidaknya ia sudah mahir dalam urusan rumah tangga dan mengatur keuangan.

Naru wolfTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang