ke delapan belas

295 56 4
                                    

"Aku sudah mengetahuinya."

Jawaban telak dari ibu Karin –Mito- membuat keduanya menegang dan hampir saja bisa mengeluarkan bola matanya akibat pelototan yang di lakukan keduanya. Mereka berdua tak tahu, sungguh! Dan jika saja semudah ini mengatakannya, mereka tentunya tak ingin menghabiskan waktu seminggu mereka dengan mondar-mandir memikirkan berbagai cara untuk mengatakannya.

"Bagaimana Mama bisa tahu?" Tanya Karin. Ia yang selama seminggu ini memikirkan bagaimana cara mengatakannya pada ibunya tentang kehamilan yang jalani ini hingga sempat drop di dua hari terakhir, begitu tercengang dengan fakta yang baru saja ia dengar ini. Karena yang ia ketahui selama ini, ia yakin ibunya hanya sebatas sibuk bekerja dan hanya memperhatikan kebutuhan dasarnya saja. Apalagi dengan ia yang meminta sendiri jika ia tak ingin ibunya terlalu ikut campur dengan kehidupannya.

"Kau pikir aku siapa? Hanya dengan permintaanmu yang mengatakan jika aku tak harus terlalu ikut campur kehidupanmu, dan dengan itu saja aku akan lepas tangan, begitu? Aku memang membiarkanmu melangkah, tapi tidak dengan melepaskanmu begitu saja. Nona muda kesayangan mama."

Air mata Karin yang sedari tadi ditahannya kini tumpah begitu derasnya saat ibunya mengatakan hal itu. Sudah lama ia tak mendengar ibunya memanggilnya dengan sebutan nona muda kesayangan mama nya itu seingatnya, terakhir kali ia mendengar panggilan itu adalah ketika ia meminta untuk pindah ke kota ini dan kembali menyembunyikan idenditasnya. Ia yang terlalu merasa terpukul karena teman-temannya lagi-lagi hanya memanfaatkan kedudukan status sosialnya itu melampiaskan amarahnya pada ibunya yang saat itu tengah membujuknya dengan beberapa kata-kata lembut. Ia merasa jika kehidupannya ini terlahir karena ibunya yang terlalu sibuk bekerja hingga status mereka berasa di atas dan membuat beberapa orang iri dengan apa yang ia miliki. Ia juga dengan lantang mengatakan bahwa sebenarnya ia ingin terlahir dari keluarga yang tak mampu saja dan tumbuh dengan lingkungan yang penuh kasih sayang dari pada harus menjadi keluarga yang serba berkemewahan dan hidup serasa berjauhan seperti ini. Dan ia juga masih ingat, bagaimana saat itu raut kecewa jelas muncul dari raut wajah ibunya. Ia juga tak menampik jika ia melihat siluet air mata jatuh dari pelupuk mata ibunya dengan bibir yang menggumamkan kata maaf.

Dan sekarang, baru lah Karin menyadari jika ia telah melukai hati ibunya terlalu dalam.

Naru yang duduk terdiam di sebelah Karin hanya bisa terus mengatupkan mulutnya karena ia bingung harus berkata apa. Ia yakin pastilah ada sebuah hal di masa lalu hingga membuat pasangan ibu dan anak yang berada di hadapannya ini terlihat seolah saling menyelami perasaan salah yang muncul di hati masing-masing namun enggan mengungkapkannya.

"Maafkan aku, Ma. Aku salah. Seharusnya aku mendengarkan kata-kata Mama dan mungkin aku tidak akan menjadi seperti ini. Maafkan aku yang telah membuat malu keluarga kita, Ma." Sesal Karin. Air mata masih terus mengalir dari matanya, dan Naru sama sekali tak tahu harus berbuat bagaimana untuk meredakan tangisnya. Jujur saja, ia bukan penghibur yang pandai. Malah bisa dikatakan teramat bodoh untuk hal-hal yang berbau perasaan seperti ini. Jadi sekarang ia memilih untuk menjadi pendengar saja. Lagi pula ini kediaman Karin dan ibunya, yang otomatis juga ia merupakan tamu disini. Andai ini adalah flatnya, ia pasti memilih untuk pamit dan masuk ke dalam kamarnya saja dari pada terjebak dengan drama keluarga di depannya ini.

"Sudahlah, anak manis mama. Mama tahu kamu juga sebenarnya tidak menginginkan hal ini, bukan? Maafkan mama juga karena pada saat itu, mama terlambat untuk menyusulmu. Sebenarnya mama ingin memberimu kejutan dengan datang sendiri di pesta kelulusanmu, jadi mama sengaja memberi cuti kepada penjaga bayanganmu. Namun sepertinya hal ini memang takdir, putriku. Tiba-tiba mama mendapat kabar jika bibimu kecelakaan. Mama langsung bergegas pergi dan melupakanmu yang tanpa pengawalan ini. Dan setelah Mama datang, semua telah terlambat. Mama menyaksikan diri dengan mata kepala mama bahwa putri kecil mama telah rusak karena keteledoran mama. Maafkan mama, nak. Andai waktu itu mama bisa berpikir jernih dan mencarikan orang untuk menjagamu terlebih dahulu, mungkin hal ini tidak akan terjadi."

Naru wolfTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang