PROLOGUE

87 9 7
                                    

Manik coklat miliknya menatap lurus pada pemandangan yang tersaji di depannya, namun tak seorang pun tahu bahwa dirinya tidak menikmati pemandangan yang indah tersebut melainkan berpikir keras atas jawaban apa yang akan dia berikan pada laki-laki yang menunggu di balik pintu balkon yang terletak tidak jauh di belakangnya. Setelah menghabiskan waktu tiga puluh menit untuk wanita dengan rambut sepunggung itu melangkah menuju pintu balkon dengan tenang.

Aku sudah biasa bermain peran, tidak sulit untuk bermain sekali lagi bukan? Aku pastikan ini yang terakhir, ujarnya dalam hati. Sambil menarik napas dan menenangkan dentuman di jantungnya, ia membuka pintu dan menemukan laki-laki yang berdiri membelakanginya. Wanita tersebut berdehem untuk mengalihkan perhatian lelaki tersebut. Sang lelaki melangkah maju mendatangi dirinya.

"Bagaimana?" tanyanya hati-hati. Ekspresinya laki-laki yang datar ini semakin meyakinkan wanita tersebut dengan keputusan yang akan dia ucapkan. Alih-alih menjawab, dirinya hanya menganggukkan kepala.

"Mari menghadap orang tua Anda, saya yakin mereka sudah menunggu lama."

Tanpa menunggu jawaban dari lelaki yang memiliki manik abu-abu tersebut, wanita itu mengalihkan langkahnya menuju pintu besar yang berjarak lima puluh meter dari hadapannya. Sang lelaki pun menyamakan langkah untuk berjalan bersisian dengan dirinya. Akhirnya ballroom yang menjadi saksi interaksi awal dari keduanya hanya meninggalkan hawa dingin, padahal matahari di luar sedang bersemangat mengalirkan sinar hangatnya.

THE ROYAL PALACE OF MONTANIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang