Suara teriakan yel-yel memenuhi lapangan hijau, para penonton hockey terbagi menjadi dua kubu dengan dress code berwarna kuning dan biru. Seorang wanita terlihat mencolok karena mengenakan baju berwarna maroon diantara penonton yang mengenakan pakaian kuning. Tampak jelas dirinya tidak menikmati pertandingan yang ada dihadapannya, hanya untuk memenuhi janjinya yaitu mendukung sahabatnya ia rela berdesakan dengan orang-orang berisik yang meneriakan yel-yel tanpa henti.
Tak lama terdengar suara pluit panjang menandakan waktu untuk break. Wanita itu segera berdiri dan berjalan menuju pintu keluar lapangan, dirinya tidak peduli akan amukan sahabatnya nanti, yang jelas dirinya sudah menyiapkan bukti kalau ia menepati janjinya untuk menonton pertandingan sahabatnya, Lauren. Getaran ponsel di pahanya mengalihkan perhatiannya, segera ia angkat panggilan tersebut sambil mencari tempat sepi agar bisa mendengar suara orang di seberang dengan jelas.
"Where the hell are you, Oriana?" Oriana tahu dari nada suara yang dipakai Luna, rekan kerjanya, menandakan ada hal yang mendesak yang harus dihadapinya saat dia sampai di Soleil, boutique milik bosnya.
"Di jalan menuju Soleil, ada apa?"
"Cepatlah kemari, keadaannya tidak baik, maksudku buruk, sangat buruk. Aku tidak yakin bisa menghadapinya tanpamu." jawab Luna tergesa-gesa. "Bisakah kau mengulur waktu? Aku akan segera sampai."
"Baiklah tapi aku tidak janji bisa sabar menghadapi klienmu yang satu ini." Oriana meminta supir taksi untuk menambah kecepatan agar bisa sampai dengan cepat. Suara radio di dalam taxi membantu menenangkan Oriana, harus ia akui klien yang satu ini memang merepotkan, terlalu banyak permintaan dan setiap permintaan yang diajukan tidak pernah jelas. Sehingga Oriana harus memutar otak untuk memahami apa yang diinginkan klien tersebut.
Tiba di Soleil, segera melangkahkan kaki ke fitting room, dimana sang klien sedang beradu otot dengan Luna. "Hei Bian, sorry for making you wait. Apa ada revisi dengan gaunnya lagi?" ya, dirinya menekankan kata lagi, karena ini sudah revisi ketujuh untuk gaun tunangan Bianca.
Manik Bianca menatap Oriana sebal, namun Oriana tetap menampilkan wajah datar. Dirinya sudah terbiasa menghadapi klien besar yang banyak mau, namun Bianca memiliki tingkat menyebalkan dilevel teratas, jika bukan karena permintaan khusus bosnya, ia tidak sudi berhadapan dengan Bianca.
"Ya aku ingin mengubah lengan gaunku. Kali ini yang terakhir, aku ingin gaun off shoulder untuk pertunanganku." ungkapnya ringan kepada sang desainer, Oriana.
"Hanya itu saja?"
"Ya."
"Baiklah. Saya akan membuat sketchnya, dan nanti malam Anda dapat memberi persetujuan sebelum gaun Anda saya serahkan pada staff saya. Jika tidak ada revisi lainnya, saya pamit untuk membuat sketch terbaru yang Anda minta. Permisi" tanpa menunggu jawaban Bianca, Oriana beranjak menuju pantry untuk membuat kopi sebelum berkutat dengan berbagai macam sketch yang memenuhi otaknya.
***
Oriana berjalan sambil memeluk kedua lengannya, musim gugur ditambah udara dingin Huntsdale membuat Oriana mengutuk dirinya sendiri karena meninggalkan jaket tebalnya di Soleil. Kaki jenjangnya membawa dirinya ke gerai makanan di pinggir jalan. Ia membeli roti hangat untuk dirinya dan Grams, walaupun ia yakin neneknya pasti sudah berada di alam mimpi saat ia sampai rumah nanti.
Sambil menunggu pesanannya, ia mengecek gawainya. Ada beberapa pesan masuk dan panggilan tidak terjawab dari Lea. Segera ia menghubungi Lea agar tidak membuat gadis itu khawatir.
"Screw you, Oriana!!!" teriaknya dari seberang telfon. Oriana sampai menjauhkan gawainya dari telinga.
"Maafkan aku. Ada masalah di butik, kau tau bagaimana Bianca. Bagaimana kalau besok aku traktir makan?" ucapnya sambil memohon. "Tapi aku yang menentukan tempatnya." sambut Lea gembira.
"Jadi, bagaimana hasil pertandinganmu?"
"Kau tahu teamku masih menjadi yang terbaik. Jadi besok aku akan minta double traktir oke?"
"Ya, tapi jemput aku di butik jam tiga sore oke? Senang mendengar teammu yang menang. Selamat Lea! Baiklah aku sedang dijalan menuju pulang, sampai bertemu besok."
"Aku punya kabar bahagia yang akan kuceritakan padamu besok Ori. See you!" sahut Lea ringan. Oriana hanya tersenyum mendengar ocehan riang Lea. Oriana teringat saat dirinya pertama kali bertemu Lea di ruang kepala sekolah sepuluh tahun lalu. Gadis dengan mata besar itu tidak pernah melepaskan senyum dari raut wajahnya, sedangkan Oriana selalu memasang wajah datar.
"Hai, aku Lea. Kau murid pindahan dari Soeurs?" tanyanya ramah.
"Ya. Aku Oriana." Oriana merasa risih dipandangi dari ujung kepala sampai kaki oleh Lea. "Apa ada yang aneh dengan penampilanku?" tanyanya karena tidak suka diperhatikan secara detail oleh gadis di depannya ini.
"Ah maaf, hanya saja aku suka stylemu dan kau sangat cantik. Kau bisa duduk disitu, kepala sekolah sedang mencari berkas di belakang." jawabnya sambil menunjukkan pintu yang berada di sebelah meja besar kepala sekolah.
"Terima kasih, aku akan berdiri saja disini." setelah lima belas menit menunggu, kepala sekolah datang dan menyerahkan kertas kecil kepada Oriana. Lea diminta untuk mengantarkan dirinya ke kelas.
"Kelasku berada dua pintu dari kelasmu. Semoga harimu menyenangkan Oriana. Oh ya semoga kita bisa berteman baik!" ujar Lea ramah sambil meninggalkan Oriana. Lea terlihat menyapa orang-orang di sepanjang koridor kelas. Langkahnya ringan seperti tanpa beban, seandainya kecelakaan itu tidak terjadi aku yakin aku tidak perlu mengalami fase ini, perkenalan dan penyesuaian itu memuakkan. Oriana segera menggelengkan kepalanya agar pikiran buruk segera enyah dari otaknya. Sambil menghembuskan nafas ia masuk ke dalam kelas.
Dari luar rumahnya, Oriana dapat melihat bahwa kamar Grams sudah temaram. Ia membuka pintu sepelan mungkin agar tidak membangunkan Grams dan menaiki tangga menuju kamarnya. Ia memandangi roti hangat yang dia beli di pinggir jalan, laparnya sudah hilang, mungkin roti ini masih enak untuk sarapan besok pikirnya. Ia bergegas membersihkan diri dan meluruskan badannya diatas kasur empuk, tak lama terdengar sara nafas beraturan. Oriana sudah tiba di alam mimpi.
KAMU SEDANG MEMBACA
THE ROYAL PALACE OF MONTANIA
RomancePERATURAN #3 Jangan tatap matanya PERATURAN #2 Jangan bicara dengannya PERATURAN #1 Jangan pernah menarik perhatiannya Ketika peraturan-peraturan yang selama ini dipegang erat oleh Oriana untuk menjaga dirinya tidak lagi berlaku, semua hal dalam hid...