Bab 4

31 7 4
                                    

Setelah ditinggalkan Andre—dua jam yang lalu—Helena tetap duduk di tempatnya beberapa saat lamanya. Pikirannya masih terpaku pada ucapan Andre. "Sepi? Sunyi? Itu hanya sampul, Len, selebihnya rumah ini, tidak, ruang ini saja dulu ... itu ramai, sesak akan sesuatu yang mengerikan."

Sesuatu yang mengerikan? Ramai? Sesak? Apa maksud Andre sebenarnya? Bukannya membuat aku tenang dan yakin untuk tetap tinggal di sini ia lebih seperti ... menginginkan aku untuk segera angkat kaki, batin Helena sambil menatap kosen ventilasi udara yang memperlihatkan gelapnya luar karena hujan deras—sebelumnya sempat berhenti yang digunakan Andre untuk segera pamit dan keluar dari rumah mengerikan itu.

Sambil mengingat kembali hal yang membuatnya singgah ke rumah bergaya Eropa itu Helena berjalan pelan menuju meja yang ada di sudut ruang tamu untuk mengambil sesuatu yang menarik perhatiannya sejak ia memasuki rumah warisannya—setelah pulang dari rumah Andre.

Langkah kaki Helena pelan dan hati-hati, seperti langkah kaki seorang detektif yang tengah melacak kasus pembunuhan? Atau apa pun itu yang sekarang ini tidak ingin Helena pikirkan. 

Ketidakwajaran di rumah warisannya membuat perasaan ingin tahunya muncul begitu saja, tanpa bisa ia kontrol, seolah sifat takut dan kekanak-kanakan yang selalu mendominasinya kini hilang, raib dan terbang bebas ke udara, menemani air hujan yang tidak ingin berhenti turun.

Helena merasa ngeri jika niatnya untuk liburan dan refreshing di rumah ini malah menjadikannya stres berat. Jangan sampai aku mengalami nervous breakdown karena menempati rumah rumah ini terlalu lama, tekan Helena dalam hati, bersamaan dengan kakinya yang sudah tepat di samping meja dengan netra yang meneliti rinci pigura kusam berisikan wajah wanita asing.

Tangan Helena menggantung di udara saat telinganya tidak sengaja menangkap derit pintu yang sepertinya dibuka? Atau ditutup? Helena memilih untuk melangkah mundur menjauhi pigura kusam—dan misterius karena berisikan wajah wanita asing yang sialnya cantik—untuk mencari sumber suara.

Kembali ia berjalan pelan, penuh keraguan namun tidak dapat ditutupi jika ambisi untuk menemukan sumber suara—yang membuatnya gagal untuk mengamati pigura misterius—juga sangat besar. Aksaranya yang mengendap-endap memicu detak jantungnya bekerja lebih keras. Tampak juga beberapa bulir keringat dingin menghinggapi dahi, sementara yang lain mulai turun menuju pipi tatkala keringat di dahinya beranak-pinak. Bimbang dan gusar menyerbu batin Helena saat kakinya berakhir di depan toilet yang posisinya tampak terpencil, terasing dari ruangan yang lain, lagi, aku tidak pernah menjumpai toilet ini saat tinggal di sini dulu, imbuh Helena sambil menyenderkan punggung ke tembok samping toilet seraya mengelus dada dalam upaya menetralkan detak jantungnya yang liar.

Ingin hati menilik lebih jauh keadaan di toilet aneh itu, tapi rasa takut Helena kembali muncul. Helena penasaran dengan kondisi di dalam toilet itu, apakah bersih? Mengerikan seperti toilet yang ada di rumah misterius pada umunya? Atau menakjubkan?

Sembari menunggu rasa takut dan gemuruh di dadanya hilang Helena mengintip—seperti curi-curi pandang—pintu kamar mandi yang terbuka sedikit. Tangan Helena tidak tinggal diam, jari-jarinya memilin kerudung hitam instannya secara terus-menerus tanpa dirinya sadari.

Tiga menit sudah Helena menanti sesuatu yang mungkin ada di balik toilet—dalam hal ini Helena berharap jika ia tidak akan menjumpai sesuatu yang mengerikan, acap kali dengan wajah pucat, berdarah-darah, cih, Helena tidak akan sanggup, konsekuensi terburuknya yaitu sebelum Helena sempat mengangkat kaki tubuhnya sudah terjun bebas ke lantai bersama dengan kesadarannya—dengan harap-harap cemas. Ibaratnya seperti orang yang memancing ikan di tanah berlumpur, memang ada harapan untuk mendapatkan ikan di situ, tapi peluang tidak mendapatkan ikan pun sama besarnya. Kepala Helena menggeleng pelan seraya memikirkan berbagai kemungkinan; baik dan buruk Helena akan menunggu, apa pun konsekuensinya.

Dan itu akan menjadi trauma terburuk di sisa hidupku yang selama ini tenang dan menyenangkan, tambah Helena yang memikirkan kemungkinan buruk sambil membayangkan wajah—yang mungkin muncul—di toilet seperti hantu di film Dead Bell.

Mulut Helena mengeluarkan sumpah serapah tatkala telinganya kembali menangkap suara—kali ini bunyi kursi yang digeser. Seperti diteror, pikiran Helena menjadi rancu dan tidak mampu berpikir tenang. Batinnya sudah penuh dengan rasa takut akan kemunculan hantu, kematian yang mungkin saja menanti, dan ... berbagai hal buruk yang bisa saja menanti.

Tanpa menoleh kembali ke belakang—ke arah toilet yang pintunya kini terbuka lebih lebar dari sebelumnya tanpa Helena ketahui—Helena berjalan cepat menuju ruang tamu. Derapnya yang cepat dan sarat ketakutan terlihat jelas. Rasa panas dingin kembali menyelimuti diri Helena. Bahkan sekarang kepala Helena terasa pusing.

Netra Helena membola—untuk ke sekian kalinya—begitu melihat ruang tamu yang sekarang gelap gulita. Jelas saja rasa takutnya semakin menjadi-jadi. Ingin rasanya Helena berteriak keras-keras, memarahi siapa pun itu yang mengganggunya, menerornya dengan kejam, menurut Helena, tanpa perduli dengan psikis Helena yang sudah tertekan.

Padahal ini baru satu hari, bagaimana dengan hari-hari yang lain? Haruskah aku menuai teror yang lebih dari ini? tanya Helena dalam hati bertubi-tubi dengan tangan mengurut pelipis.

Baru saja akan melangkah lebih dekat ke ruang tamu hembusan napas dingin namun menjijikkan terasa di lehernya. Saat itu juga Helena ingin pingsan, tapi pada kenyataannya Helena tidak mampu. Mulutnya hanya bisa merapal doa-doa, sepersekian detik kemudian Helena bisa mendengar tawa cekikikan seorang wanita menuju toilet misterius tadi dan melihat lampu ruang tamu yang berkedip-kedip layaknya lampu di bar atau club dan sekilas Helena dapat menangkap jika pigura di atas meja yang menampilkan wajah wanita asing dengan warna hitam putih terjatuh keras menghantam lantai.

"Kejutan ... "

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 16, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Rumah WarisanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang