Bab 3

43 8 0
                                    

Di rumah sedang berteras di Desa Kembang, Jawa Tengah, sedang berlangsung percekcokan kecil—adu mulut—antara Helena dan Andre yang tengah meributkan peralatan yang harus mereka bawa ke sungai dalam acara mancing dadakan yang diusulkan Andre. Helena yang memang enggan berlama-lama di rumahnya seketika langsung memberikan afirmasinya. Setelah itu, dengan tidak berperasaan Andre menarik kuat tangan Helena yang mungil seperti sapu lidi—kata salah satu temannya yang bernama Maya yang membuat Helena mencak-mencak di atas meja sebelum memutuskan untuk menghampiri Maya dan memukuli tubuh gadis itu yang memang gempal, berbanding terbalik dengan Helena—menuju rumah warisannya yang jaraknya lebih kurang seratus meter.  Meski tidak terlalu jauh, namun jarak tersebut cukup menguras tenaga keduanya, terlebih Helena.

"Bisa berhenti sebentar, nggak?" tanyanya sesaat sudah melepaskan cekalan Andre sambil menekan dadanya kuat-kuat.

Andre yang sama lelahnya kini ikut berhenti lalu memandang Helena yang kelihatan sangat lelah. Badannya ia bungkukkan sedikit supaya bisa melihat wajah Helena yang menunduk. Sudut bibir Andre tertarik ke atas kala melihat wajah Helena yang putih sedikit memerah.

"Udah nyerah, nih?" tanya Andre seraya mengusap kepala Helena. Pelan dan nyaman, itulah yang dirasakan Helena sekarang. Bibirnya yang kering tapi merah alami sekarang tengah tersenyum tipis, namun ia tidak berani memperlihatkan itu kepada Andre. Setelah rasa senang di hatinya reda Helena mendongak, dan saat itu juga Helena baru sadar, kalau sahabat tengilnya kini sudah tumbuh besar.

Tampan juga ni bocah, batin Helena sambil berusaha berdiri. Dengan semangat yang tiba-tiba menyeruak Helena menggenggam tangan Andre yang dingin dan sedikit kasar (khas laki-laki dewasa) untuk diajak berjalan, karena ia sudah tidak kuat berlari. Rasa sakit yang menusuk-nusuk perutnya masih belum hilang, keringat dingin dan rasa gemetar berlebih yang ia alami saat lari juga masih tersisa. Dibanding pingsan di tengah jalan Helena lebih memilih untuk berjalan.

"Iya, nggak masalah, lagian aku juga capek lari terus," jawab Andre saat Helena meminta untuk berjalan saja dalam menuju rumah warisannya yang tidak lama lagi akan segera ia jumpai.

Setelah lima menit berjalan—diselingi canda tawa dan banyolan receh yang berhasil menyemburkan tawa Helena—mereka akhirnya sampai. Perasaan ragu dan tidak nyaman yang dirasakan Andre ditepis kuat-kuat oleh Helena yang saat di depan pagar berkata, "Ada aku, Ndre, tenang aja, lagi pula yang tinggal di sini cuma aku sama Pak Ahmad, beliau tuh baik banget, kamu nggak bakal kena omel atau diapa-apain." Dan Andre hanya bisa mengangguk patuh seraya mengekor Helena yang lebih semangat dibanding saat bercerita di rumahnya tadi (rasa tidak nyaman Helena akan rumah warisannya).

Setelah tubuh mereka melewati gerbang, Pak Ahmad yang saat itu tengah memotong rumput-rumput tinggi yang tumbuh liar di dekat pagar berwarna putih tulang yang sudah memudar dan berkarat langsung mendekati keduanya. Tampak keduanya tengah berbincang-bincang asik yang entah membahas apa Pak Ahmad tidak tahu.

"Pak Ahmad, ini Andre, sahabat kecil Helena saat tinggal di sini," ucap Helena yang tengah memperkenalkan, "Andre, ini Pak Ahmad, yang tadi aku ceritain," lanjutnya lalu menatap keduanya bergantian. Pak Ahmad dan Andre saling melempar senyum, setelah itu mereka saling berjabat tangan (sebelumnya dipaksa oleh Andre karena Pak Ahmad menolaknya dengan alibi, "Tangan saya kotor, Mas.").

Acara perkenalan singkat itu harus berakhir karena Helena yang merengek-rengek sambil menggoyangkan lengan Andre, meminta untuk segera mengambil peralatan memancing yang ada di gudang. Dengan wajah tidak enak Andre pamit kepada Pak Ahmad yang tersenyum maklum sambil mempersilahkan keduanya untuk pergi.

Hati Andre berdegup kencang seperti orang yang terkena aritmia, membuatnya nyeri dan berdebar-debar tidak karuan saat melihat rumah bergaya Eropa yang sialnya kembali dihuni (setelah sekian lama kosong), terlebih sahabatnya sendiri, lagi setelah kejadian naas itu.

Aku harus bisa melupakan kejadian itu, ya, harus, ucap Andre sambil memantapkan hati dan langkahnya untuk masuk, menemani Helena mengambil beberapa alat yang dibutuhkan orang untuk memancing.

"Kenapa, Ndre?"

Andre menggeleng pelan lalu meminta Helena untuk segera mengambil peralatan di gudang, ia tidak ingin berlama-lama di rumah mengerikan itu, sungguh kepalanya terasa pusing jika ia kembali mengingat peristiwa kelam di rumah itu.

Senyum lebar terukir di bibir Helena setelah mengantongi banyak alat dari gudang. Di kedua tangannya terdapat joran beserta kailnya yang sudah dipasang apik oleh Andre—meski dengan sedikit pemaksaan dari Helena. Sementara itu, di belakang rumah samping kebun pepaya, pisang, dan beberapa tanaman singkong yang entah ditanam siapa, Andre dengan dibantu Pak Ahmad (lagi, dengan dadakan) tengah berburu cacing dan celemende (salah satu hewan yang dijadikan umpan untuk memancing) sejak lima belas menit yang lalu. Merasa kesal karena keduanya tidak kunjung muncul, Helena memilih menyusul ke belakang (ketika perasaan tidak nyaman bercampur takut muncul tiba-tiba saat ia sendiri di depan gudang), tapi begitu melihat wajah dan tangan (sampai siku) dan leher Andre yang terkena tanah—parahnya lagi bercampur keringat—Helena tidak mampu menahan tawanya.

Kerasnya tawa Helena yang muncul mendadak membuat atensi Pak Ahmad dan Andre teralihkan, keduanya serempak mengangkat alis sambil memandangi Helena yang tawanya tidak kunjung mereda.

"Non Helena kenapa?"

"Kenapa, Len?"

Pertanyaan kedua laki-laki berbeda generasi itu membuat Helena yang tengah memegang joran dan ember (dengan terpaksa) meletakkannya ke tanah, lalu bergegas mendekati Andre. "Ya Allah, Andre, kamu ucul banget, sih, kayak badut tau," ujar Helena lalu kembali tertawa namun lebih pelan daripada sebelumnya sambil mencubiti pipi Andre.

"Apa sih, Len, jangan ngawur deh, orang lagi nyari cacing juga," balas Andre yang tengah berusaha melepaskan tangan Helena dari pipinya.

Berasa squishy deh pipi gue, tau sih pipinya orang ganteng, ke mana-mana pasti bikin gemes, batin Andre lalu melanjutkan kegiatannya mencari cacing.

Saat semuanya sudah siap dan keduanya—Helena dan Andre—hendak berangkat ke sungai hujan yang entah dari mana asalnya secara tiba-tiba mengguyur desa, seperti malam tadi. Keduanya kini berpandangan dan menghela napas bersama di depan pintu masuk, tepatnya. Setelah menggeleng dan menatap air hujan yang turun melewati selasar rumah, Helena memilih masuk meninggalkan Andre yang termangu di posisinya.

"Ndre? Masuk dulu gih, mau aku buatkan teh?" tawar Helena yang merasa tidak enak sudah membuat Andre terjebak di rumah warisannya.

Yang menyeramkan, tambah Helena dalam hati.

Sekilas Helena dapat melihat jika Andre sedang gelisah, tapi Helena tidak tahu apa yang menjadi sumber kegelisahan sahabatnya itu. Meski tidak ada jawaban atas pertanyaannya Helena tetap kekeh untuk membuatkan Andre minuman, walau sekedar teh.

Dengan ditemani Pak Ahmad yang sepertinya baru saja mandi Helena melenggang ke dapur untuk membuat teh secepat kilat untuk ketiganya, suasana yang dingin dan hening ia rasa cocok jika ditemani hangatnya teh manis, ah, jika ada biskuit ia akan membawanya pula ke meja.

Dibantu Pak Ahmad yang membawakan biskuit coklat (ia temukan di kitchen set) mereka menuju ke ruang tamu yang sudah diisi Andre dengan muka cemas dan pias. Setelah duduk Helena meminta keduanya untuk segera meminum teh yang ia buat.

Bodo amat jika rasanya aneh atau gimana, ucap Helena sambil memandangi cawan di hadapannya.

"Tega sekali kamu, Len, ingin membuat lidahku terbakar dengan cara halus, menyebalkan," gerutu Andre—terlihat tidak natural—lalu mengambil satu biskuit coklat.

"Rumah ini tampak sangat sunyi, ya?" celetuk Helena yang memunculkan tawa Andre. Pak Ahmad dan Helena menjadi bingung karenanya.

"Kenapa?" tanya Helena bingung.

"Sepi? Sunyi? Itu hanya sampul, Len, selebihnya rumah ini, tidak, ruang ini saja dulu ... itu ramai, sesak akan sesuatu yang mengerikan."

Rumah WarisanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang