Dua.

157 17 1
                                    

Aku duduk disebuah bangku yang terletak di pinggiran kota dengan seragam putih abu yang sudah kusut.

Pikiranku entah kemana, menerawang apa yang akan terjadi besok. Mendengar suara kendaraan yang lalu lalang membuat pikiranku sedikit lebih lega.

Terlalu banyak yang kupikirkan sampai aku lupa kalau cuaca sudah berubah menjadi mendung. Sejujurnya aku suka hujan, namun kali ini aku belum siap untuk bertemu dengannya.

Rintik hujan mulai membasahi rambut, aku segera berlari mencari tempat untuk berteduh. Tetapi aku tidak menemukannya karena banyak orang yang sama sepertiku.

Pikiranku sedikit kacau, aku hanya berharap semoga hujan ini cepat reda dan aku bisa pulang dengan aman.

Hanya ada dua pilihan. Pulang dengan basah kuyup atau menghubungi Kak Jeffry yang pasti tengah perang dengan urusan kantornya. Aku tidak mau menganggu siapapun, aku juga tidak mau membuat seseorang merasa kesusahan karenaku. Akhirnya aku memutuskan untuk berlari, aku biarkan air hujan menyentuh kulitku.

"Lo mau sakit?" Ucap seorang lelaki.

Aku mendongak, mendapati seseorang yang tampaknya kukenal. Dia menatapku dengan tatapannya yang khas. Dia juga mengarahkan payungnya keatas kepalaku, sehingga percikan hujan tidak begitu terasa.

"Daripada sakit mending lo bawa aja" Katanya.

"Lo gimana?"

"Gampang. Mark" Dia mengulurkan tangannya tepat dihadapanku.

Aku membalas uluran itu dan sedikit tersenyum. "Haechan"

"Pulang sana disini dingin. Payungnya nggak usah dibalikin, balikinnya pake hati aja" Ucapnya, lagi.

Kami kenal dibawah rintik hujan, disitu aku melihat bolamata Mark yang indah dan senyumnya yang membuat hatiku gundah.

  ─── Bagian Dua

Kembali kerumah dengan baju yang sudah lepek adalah jalan ninjaku. Aku menaruh payung Mark di teras, aku biarkan payung itu kering dengan sendirinya.

Kosong, lagi.

Rumahku nampak tidak berpenghuni, tidak ada orang satu pun. Kurasa asisten rumah tangga dirumah sudah pulang. Tak kuhiraukan, aku masuk kamar dan membersihkan diri.

"Haechan" Aku kenal suara ini, kakak-ku. Dia sudah pulang dengan plastik yang berisi makanan cepat saji. Aromanya saja sudah membuat perutku bergetar.

Sesegera mungkin mencari piring dan menaruhnya diatas meja makan. Aku tak berniat mengucapkan terimakasih kepada Kak Jeffry, aku hanya memberikan sedikit senyum manis yang aku punya.

"Haechan dilahirkan untuk menjadi matahari yang mampu menyinari dunia" Itu kata Kak Jeffry, dua tahun yang lalu. Entah masih berlaku atau tidak.

Kak Jeffry melepaskan jas yang dia pakai dan menjatuhkannya ke sofa. "Di depan payung siapa?" Tanyanya.

"Temen, tadi pinjem temen buat pulang" Ucapku dengan mulut yang penuh dengan makanan.

Ka Jeffry mengakhiri obrolan, dia langsung bergegas mengambil handuk dan mandi.

Aku tersenyum. Mengingat kembali apa yang telah terjadi.

Sekarang aku sangat menyukai hujan. Karena dia tau bagaimana Haechan dan Mark bertemu.

─── Bagian Dua

Vote-nya teman teman!

kalo nggak mau vote nanti pas tua jadi biji rambutan!✋

Ga deh bercanda, babai!🐙💚

Thank u, Mark.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang