Aku menyibukan diri dengan mengerjakan beberapa latihan soal dan tugas yang diberikan oleh guru disekolah. Dengan earphone yang menyumbat telingaku, aku duduk di meja belajar. Ah, tak lupa dengan segelas susu hangat.
Tak lama setelah itu, dering handphone berbunyi. Menandakan ada pesan yang masuk, pesan itu dari Nana. Seseorang yang kuanggap sahabat. Atau bahkan lebih.
Nana
|Chan, udah tidur?
Udah, ini arwahnya yang bales|
|Iyaa terserah biji ketapang aja
|Kata Jeno dia ngeliat lo sama Mark
|Emang bener?
Read.Aku tidak berniat sama sekali untuk membalas pesan dari Nana. Sesegera mungkin aku meninggalkan obrolan dan kembali berkutik dengan rumus yang tak aku paham.
Sepertinya hari ini pikiranku tak bersahabat. Membaringkan diri dikasur adalah jalan yang tepat. Pikiranku tertuju kepada satu orang yang tak lain dan tak bukan adalah Mark.
Entah dia sedang apa sekarang, apakah dia memikirkanku juga?
─── Bagian Tiga
Mark menutup bukunya rapat rapat. Setelah mencoba bersahabat dengan rumus selama dua jam ia mulai merasa penat.
Pintu kamarnya yang sengaja tak dikunci seketika terbuka dan memperlihatkan wanita yang tak begitu muda sedang berdiri sambil membawa secangkir teh.
Dia bidadari-nya Mark. Nyonya Lee.
Nyonya Lee mendekati Mark dan menaruh teh disamping meja belajarnya. Mark tersenyum manis.
"Belajarnya udah?" Ucap Nyonya Lee memulai obrolan.
Mark mengangguk sambil meminum sedikit demi sedikit teh yang sudah dibawakan. Terasa manis, semanis senyum Haechan kepadanya tadi siang.
Nyonya Lee mengusap rambut anaknya dengan perasaan sayang yang tak bisa dihitung. Mark itu malaikat dan sayap bagi Nyonya Lee.
"Habis ini tidur, belajarnya lanjut besok. Mama mau kebawah dulu" Ucap Nyonya Lee sambil mengecup kening anaknya.
Setelah Nyonya Lee keluar. Mark segera duduk diujung kasur dengan handphone yang sudah berada ditangannya. Tidak ada yang menarik, akhirnya Mark memutuskan untuk berbaring sambil sedikit berkhayal.
"Lucu juga" Ucap Mark dengan senyum.
─── Bagian Tiga
"KA JEFFRY KENAPA NGGAK BANGUNIN HAECHAN SIH?!"
"GUE JUGA KESIANGAN CHAN"
"HAECHAN DULUAN MANDI"
Pagi ini dimulai dengan teriakan demi teriakan. Ka Jeffry bangun lebih siang dari biasanya, mungkin karena semalam dia begadang demi urusan kantor yang tak ada habisnya.
Aku mulai mandi dengan terburu buru karena takut terlambat. Ya meskipun aku tahu bahwa sampai di sekolah-pun pasti akan terlambat.
"Ayuk jalan" Kata Kak Jeffry dengan secangkir kopi hangat ditangannya. Entah apa yang ada didalam tubuh Kak Jeffry kenapa dia sangat santai meskipun waktu sudah berkata terlambat.
Aku turun dengan tergesa gesa, sesegera mungkin mengambil sepatu dan membawanya kedalam mobil, aku bisa menggunakannya disana.
Tak ada obrolan yang terlalu serius di dalam mobil, hanya berbicara layaknya seorang adik dan kakak yang saling menyayangi satu sama lain.
Ka Jeffry itu terbaik, meskipun terkadang menyebalkan dan ingin ku-kutuk menjadi seekor ular berkepala tiga. Dia rela melakukan apapun demi adiknya. Mulai dari hal hal kecil hingga sesuatu yang susah untuk dicari, semua dilakukannya demi kebahagiaan seorang Haechan.
Siapa yang tak tergila gila dengan pemuda bermarga Jung? Aku mau menjalin kasih dengannya, ya sayang sekali kenyataan tak berpihak kepadaku, aku menjadi seorang adik darinya.
Ngomong-ngomong soal Kak Jeffry, aku mempunyai segudang cerita tentangnya. Mulai dari masa kecil yang memalukan, masa remaja yang aneh, dan masih banyak lagi. Nanti akan kuceritakan sedikit. Tetapi tidak sekarang. Mungkin di lain cerita.
Pintu gerbang sudah tertutup rapat. Dugaanku benar. Aku mulai pasrah.
"Sana masuk, gue mau kerja" Katanya seenak jidat.
Aku keluar dari mobil dengan penuh kekecewaan. Berdiri didepan pagar sambil melihat kanan kiri. Aku tak tau apa yang harus ku-lakukan. Percuma saja, satpam sekolah juga tak kan membuang waktunya untuk medorong pagar dan menyuruhku masuk.
"Mau masuk nggak?"
Suara itu. Suara yang sangat ku kenal.
─── Bagian Tiga
Minta bintangnya boleh?
Terimakasih!🐙💚

KAMU SEDANG MEMBACA
Thank u, Mark.
Hayran KurguTere Liye pernah bilang : ❝ Ketika melupakanmu sama rumitnya dengan melupakan hujan. Ketika merasa bahagia dan sakit di waktu bersamaan, merasa yakin dan ragu dalam satu hela nafas, merasa senang sekaligus cemas secara serempak. Apakah ini yang dis...