5

486 129 19
                                        

Kompetisi akan berlangsung dua minggu lagi. Mau tidak mau Hwanwoong memang harus berlatih keras. Setiap ada waktu lowong, daripada latihan bela diri ia akan lebih memilih latihan menari. Walaupun tubuhnya sakit, walaupun kakinya ingin menyerah. Ia akan mempertaruhkan segalanya di kompetisi nanti.

"Memang beda kalau seseorang yang sudah berbakat ya," komentar Seoho.

"Aku biasa saja kok," ucap Hwanwoong malu. Ia masih fokus pada cermin besar sambil terus menggerakkan tubuhnya.

"Sudah mulai malam, bagaimana kalau kita pulang saja?" ajak Youngjo setelah melirik jam tangannya.

"Kalian duluan saja. Aku masih mau berlatih lagi."

"Jangan memaksakan dirimu. Memangnya kakimu sudah baik-baik saja? Kau sudah lama berhenti menari, pasti akan sakit sekali jika kau memaksakan diri," ucap Youngjo khawatir.

"Tidak apa-apa, Youngjo. Aku ingin memberikan segalanya untuk penampilan nanti. Bahkan jika aku harus mengorbankan diriku. Ini adalah penampilan yang sangat penting. Tolong hargai keputusanku."

"Baiklah," ujar Seoho cepat sebelum Youngjo membantah. "Jangan lupa makan malam, dan jangan memaksakan dirimu. Hati-hati saat pulang. Kita harus menjaga diri kita."

"Terima kasih banyak, Seoho. Hati-hati di jalan ya kalian berdua."

"Pastinya."

Mereka saling mengucapkan salam perpisahan lalu Seoho dan Youngjo berpamitan. Walaupun keduanya khawatir, sepertinya keputusan tepat untuk membiarkan Hwanwoong melakukan hal yang ia inginkan. Sudah lama terakhir kali Hwanwoong terlihat ingin melakukan sesuatu.

"Semoga anak kelas kita sudah pulang ya," Youngjo melirik ke belakang khawatir.

"Ini sudah malam, pasti mereka sudah pulang kok. Kita biarkan saja Hwanwoong mencari identitasnya. Supaya ia tidak perlu terus-menerus menunduk dan ketakutan. Semua ini adalah hal baik kan?"

"Tentu, Seoho. Akhir-akhir ini bukankah Hwanwoong sudah mulai tampak bersemangat? Jadi mengajaknya ikut kompetisi pastilah hal baik. Daripada kita menyemangati Hwanwoong untuk membalas perbuatan penindasnya dengan kekerasan, lebih baik kita menyemangati Hwanwoong untuk berprestasi."

"Aku setuju. Karena kekerasan tidak bisa diadili dengan kekerasan. Mungkin kita bisa memberikan pesan itu juga!"

"Aku juga sudah kepikiran hal yang sama. Mungkin aku bisa membuat semacam graffiti saat kita tampil. Pasti hal itu akan menarik minat penonton."

Keduanya dengan antusias membicarakan ide mereka. Dulu saat SMP mereka sudah langganan untuk tampil. Mereka berenam, lebih tepatnya. Namun beranjak SMA, Hwanwoong mulai mundur saat tampil dan berakhir mereka berhenti melakukan hal yang keenamnya sukai. Mereka tidak bisa menyalahkan Hwanwoong, karena siapa pun pasti akan melakukan hal yang sama. Pasti ada ketakutan untuk naik ke panggung dan tampil di depan orang-orang yang sejak awal sudah menindasnya.

Penindasan ini sudah terjadi lama sekali. Awalnya hanya ejekan, tapi lama-kelamaan berubah menjadi penindas fisik. Dan semenjak Geonhak, Keonhee, dan Dongju menjauh, penindasan itu semakin parah. Terkadang Seoho bahkan merasa ia memiliki kewajiban untuk maju saat Hwanwoong akan dikeroyok.

Di sisi lain mereka juga mengerti kenapa Geonhak, Keonhee, dan Dongju menjauh. Mereka pasti kecewa saat Hwanwoong melepaskan satu-satunya impian mereka bersama. Karena itu Keonhee bahkan tidak segan-segan mengatakan langsung pada para penindas di mana letak kelemahan Hwanwoong. Walaupun itu tetap adalah hal yang berlebihan. Tapi Keonhee mungkin memiliki alasan tertentu? Sama seperti Geonhak yang memilih bergabung dengan geng penindas. Kalau Dongju, motifnya tidak jelas. Ia adalah definisi seorang penonton. Ia tidak menginisiasi penindasan atau melakukan sesuatu dengan tangannya, tapi saat terjadi ia akan ikut menyoraki. Ia adalah yang paling muda, mungkin dia belum memiliki identitasnya sendiri.

Warrior's Descendant (ONEUS)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang