02 | Javier VS Januar

18 4 0
                                    

"Ma, kayaknya aku bakalan pulang telat. Ada ekskul dulu."

"Bukan ngapelin anak orang, kan?"

Javier menekuk bibirnya, menggeleng ngambek. Kalau Mamanya tahu dia sering main sama anak cewek orang, gimana ya reaksinya? Untung dia masih main aman. Nggak ada yang ketahuan. Anak rumah depan pun pernah dia ajak main. Hehehe cantik sih, sayang kalau dianggurin.

"Aku berangkat, Assalamualaikum,"

Mamanya mendelik saat Javier minta salam. Anaknya ya, emang dia nggak tahu apa si Javier pernah ngapelin anak tetangga?! Dikira Mamanya polos dan penurut. Jangan salah, dulu dia ini anak Intel waktu jaman-jaman masih ngampus. Ngintilin bocah kamaren macam anaknya sih perkara yang kecil bagi Mama. Untuk saat ini dia bakal diam-diam aja, jangan dulu go public dan bilang macam-macam sama Javier. Nanti kalau saatnya tiba— macam judul lagu, dia bakal bongkar rahasia anaknya.

"Udah lah sana, Mama bosen liat muka kamu."

Javier memandang Mama sakit hati, lalu melangkah keluar dengan langkah tertatih lebay.

Begitu keluar, Januar terlihat sudah siap di mobilnya. Pake kacamata lagi, padahal matanya nggak minus. Javier refleks berkata, "Sok iye lo pakai kacamata segala," ledeknya.

Januar mendengus, tak mengindahkan, "Mau nebeng nggak? Kalau nggak gue mau cabut duluan. Urgent."

Javier nyengir, "Ya nebeng lah! Hayok ah, jalan!" Katanya berlarian macam orang gila, masuk ke dalam mobil Januar.

"Jalan Pak," kata Januar.

Javier melotot melihat majalah yang tersampir di sisi mobil, mengambilnya dan memukul kepala Januar dengan keras, "Dasar anak dajjal! Ngapain lo ngoleksi yang beginian?! Gue bilangin nyokap lo bisa di sate lo!"

Januar mengaduh, melotot dibalik kacamatanya dan langsung mengambil majalah yang dipegang Javier, "Anjing sakit! Ngapain gue koleksi beginian?! Ini pasti punya Bang Reyhan, kemaren dia yang pakai mobil ini!"

"Halah bacot, Bang Reyhan lagi di Amrik!" Katanya nyolot.

"Dia balik kemaren, beneran! Nanti gue tanyain ini punya siapa,"

Javier mendelik, tak percaya begitu saja. Soalnya ya, Januar tuh memang panutan banget di sekolah. Baik iya, ganteng iya, disiplin dan rajin iya, tajir pula. Tapi emang nggak ada manusia sempurna di dunia ini, waktu itu Javier pernah malem-malem masuk ke kamar Januar buat pinjam buku, eh pas dia masuk telinganya dengar suara-suara laknat yang keluar dari laptop Januar. Orangnya ketiduran, pakai earphone, kayaknya nggak tahu kalau earphone nya nggak kecolok.

Ck, kalau Mamaknya tahu, Januar pasti digelindingin dari Gunung Gede.

"Ngapain lo pakek kacamata segala,"

Cowok itu cengengesan, membuka kacamatanya, "Kenapa? Silau ya?"

"Nggak pantes. Buka,"

"Nggak mau. Kata Jia gue lebih keren pakai kacamata." Katanya memainkan hape sambil cengar-cengir sendiri.

Javier bergidik, kayaknya kalau si Jia-Jia ini nyuruh Januar buat nyemplung ke Palung Mariana, si Janu bakal nurut. Waktu itu Januar juga sering pakai sweater, pas ditanya katanya Jia suka cowok pakai sweater. Apalagi dulu Januar juga sering nonton Naruto walau dia nggak terlalu suka anime durasi panjang, tapi karena Jia suka Naruto, Januar rela nonton 500 episode ditambah Naruto The Movie. Katanya buat ada obrolan asyik sama Jia.

Pokoknya Januar tuh makhluk terbucin se-komplek. Nggak se-Jakarta karena Javier nggak kenal semua cowok di Jakarta.

Sekarang pakai kacamata, hadeh.

INEFFABLE | Na JaeminTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang