04 | Desas-desus

8 1 0
                                    

Javier sudah membuat acara untuk kegiatan olahraganya hari ini. Kelasnya punya jam olahraga di hari Rabu, pada jam pertama dan berlangsung selama tiga jam. Pak Kumis— orang-orang memanggilnya begitu karena kumisnya yang tebal dan hitam, sudah bilang bahwa beliau izin tidak masuk kelas karena alasan kesehatan. Katanya mereka bebas olahraga apapun asalkan tidak keluyuran sebelum bel olahraga berakhir. Javier berencana untuk bermain basket bersama yang lain, diteruskan memakai kolam renang karena kayaknya lihat airnya aja udah nyegerin, apalagi nyemplung langsung.

Setelah ganti baju di ruangan ganti, cepat-cepat cowok itu menyusul yang lain ke lapangan basket. Javier melirik kearah teman-teman perempuan di kelasnya, malah sibuk foto-foto sambil mengobrol ria di bawah pohon yang memang sudah disediakan tempat duduk untuk bernaung.

"Cewek-cewek nggak ikutan?" Tanya Rayhan yang memegang bola basket.

Juna merebut bola itu dari tangan Rayhan, "Mana mau mereka panas-panasan, katanya bisa merusak kulit dan bikin hitam! Meuni geuleuh."

"Biarin ajalah, yok ah maen!" ucap Javier mengajak yang lain.

Awalnya permainan berlangsung seru hingga tak lama setelahnya, beberapa anak kelas lain ikut menonton permainan mereka. Javier menghentikan aksinya mencetak bola, melihat jika geng Chandra— minus si Lele yang sudah ada disana. Cowok hitam itu melihatnya dengan tatapan remeh, bikin Javier kesal sendiri.

"Gue udahan," kata Javier tiba-tiba.

"Lah kenapa? Gue belum keringetan!" Protes Juna.

"Kita main bola aja apa ya? Biar si Juna jadi kiper nya, kita yang tendang." usul yang lain, bikin Juna memukul kepala Ibrahim dari belakang.

Javier terkekeh, "Gue mau ke kelas bentar,"

Setelah mengatakan itu, Javier berjalan meninggalkan teman-teman kelasnya, hendak pergi ke kelas sebelum akhirnya Chandra berjalan mendekatinya, "Kenapa nggak lo lanjutin maennya? Gue pengen tahu sejauh mana lo bisa maen."

"Males liat muka lo." kata Javier jujur.

"Hah, mulut lo tuh nggak pantas ngomong kayak begitu. Jangan songong."

"Loh, gue cuma jawab jujur. Gue berhenti maen karena males ngeliat muka lo. Kenapa jadi lo yang marah?" tanya Javier kalem.

Chandra tersenyum sinis, sementara Javier masih berdiri di tempatnya. Bocah semprul ini salah kalau Javier bakalan takut atau ngalah. Maaf-maaf aja, di dalam kamus Javier, nggak ada tuh ngalah sama cowok, apalagi makhluk yang paling pengen dia sentil ke segitiga bermuda macam Chandra. Dulu pun Javier pernah terlibat baku hantam sama orang yang sebelas duabelas sama Chandra, mukanya sampai bonyok, ditambah skorsing dari sekolah karena adu jotos di ruang BK.

Chandra menarik kaos Javier, bikin yang lain menghentikan kegiatan mereka dan fokus melihat kearah dirinya dan Chandra. Javier mengangkat sebelah alisnya, "Kenapa? Lo marah?"

"Gue nggak marah. Jujur aja, gue nggak pernah suka sama orang kayak lo. Yang hidup cuma bermodalkan belas kasihan orang lain?"

Javier menghempaskan tangan Chandra keras, "Gue nggak pernah mau punya urusan sama lo. Apa yang lo pengenin sebenarnya?"

"Sederhana. Gue cuma mau lo cabut dari sekolah ini."

"Lah nanti pas bel pulang juga gue cabut, kagak usah disuruh. Silahkan lo nginep dah di sekolah, bantuin Pak Rusdi jaga malem."

Chandra tertawa, menepuk bahu Javier geli, "Lo pinter ngelawak juga ternyata, ya." Cowok itu mengambil gerakan seakan hendak meninju Javier, sebelum Zain menarik Chandra terlebih dahulu.

INEFFABLE | Na JaeminTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang