"Gue udah ngerjain bagian gue, tinggal bab 3, penutup, sama kesimpulan nya bagian lo."
Javier mengambil flashdisk berbentuk boneka beruang itu dari Raya, "Oke, si Juna bagian apa?"
"Juna nggak guna, gue udah bilangin sama Bu Mia kalau si Juna nggak mau ngerjain jadi dia udah di minus."
Javier tertawa, "Nggak usah gitu lah, kasian dia. Gue aja yang ngerjain bagiannya. Dia bagian apa?"
Raya mengangkat alisnya, "Serius lo? Dia sebenarnya kebagian gambar background sama halaman utama, eh terus produknya." Cewek itu berdeham, "Tadinya gue mau bayar sama temen gue yang jago gambar, tapi yakin mau lo yang tanggung semuanya? Dikumpulinnya besok, kan."
"Gue aja, jangan lupa bilang sama Bu Mia kalau Juna juga ikut ngerjain."
"Oke, gue duluan."
Javier mengangkat jempolnya. Cowok itu melirik ke bangku belakang, ada si Juna yang lagi molor. Javier berdecak, gimana nilainya nggak mirip telinga monyet terus kalau kerjaannya cuma tidur? Javier yang hobinya nempel kasur pun punya waktu sendiri buat tidur, dia paling nggak bisa tidur siang. Nanti pas bangun pasti pusing. Dia cuma tidur pas malam, walau bangunnya agak siang karena kata Mama nya, Javier kalau udah tidur tuh kayak bangke. Sebelas duabelas sama orang mati.
"Mau balik atau mau nginep di sekolahan?" Javier menendang meja Juna. Suara bisingnya membuat Juna mendesis dengan mata terpejam, lalu tak lama kemudian kembali hanyut dalam tidurnya.
Javier bangkit dari duduknya, memakai tas dan siap-siap pulang. "Woy ah, gue tinggalin nih!"
"Setan, bangun! Ah, minum gue abis lagi."
Tetap saja Juna masih ngorok. Javier jadi lelah sendiri. Pantesan Mama nya selalu emosi kalau lagi ngebangunin dia sama Papanya. Ternyata ngebangunin orang yang pelor tuh menguras hati dan tenaga.
"Dah lah, gue pulang duluan. Awas lo nanti kalau bangun lihat setan," katanya sebelum meninggalkan Juna yang masih bertahan dengan posisi membungkuk tidur, berbantalkan lengannya sendiri.
Saat melangkah keluar, refleks Javier berteriak karena terkejut melihat Januar yang sudah ada di balik pintu. Cowok itu memukul bahu Januar, "Anying gue kira setan!"
"Masih sore setan nya juga masih siap-siap."
"Yeu, garing goblok."
"Dah ah ayok balik."
Javier melirik Januar sebentar, mulutnya sebenarnya gatal ingin bertanya soal si Jianna ini. Tapi Januar kelihatannya baik-baik aja. Nggak enak kalau dia langsung nanya tentang hubungan mereka. Javier menghela nafas, kayaknya dia nggak akan nanya kalau Januar aja nggak mau bahas.
*
"Bang, udah beres belum? Turun dulu, Oma dateng."
Javier menghentikan kegiatannya sebentar, berbalik melihat Mama yang muncul di balik pintu. "Iya, bentar lagi."
Cowok itu mematikan laptop nya, sebenarnya Javier paling ogah ketemu Oma nya. Bukan karena benci, cuma kesal aja. Oma tuh orang kaya, yang otomatis Mama nya sebenarnya anak orang kaya. Kalau Papa nya biasa aja, dan itu yang jadi masalahnya. Kata Mama, awal Mama ngenalin Papa sama keluarganya Mama, semua keluarga nggak setuju. Katanya Mama nggak boleh nikah sama pria nggak jelas kayak Papa. Mama yang masih keukeuh nekat kawin lari, dan mau nggak mau harus mulai semuanya dari nol.
Tapi beberapa tahun ini, Omanya selalu datang. Di setiap ulang tahun Javier, Oma selalu beliin barang-barang mahal. Laptop pun pemberian dari Oma. Tapi yang Javier nggak suka, Oma selalu meremehkan Papanya dalam segala hal. Katanya Papa nggak bisa beliin Javier ini itu, Papa itu orang nya begini, sampai puncaknya, Oma nyuruh Mama cerai sama Papa dan bawa Javier untuk tinggal sama Oma. Waktu itu Mama marah besar, dan langsung ngusir Oma keluar. Setelah itu Mama nangis seharian di kamar, bahkan sampai Papa pulang pun, Mama masih di sana.
KAMU SEDANG MEMBACA
INEFFABLE | Na Jaemin
Teen Fiction[Archipelago Series 1] Ineffable (n) Too great and wonderful to be described in words. • Kisah tentang seseorang pemuda biasa yang berusaha keras mengejar semua impiannya, seseorang yang memiliki sorot mata setajam matahari, serta seseorang yang bin...