+ Cahaya Matahari Terakhir

2.6K 283 41
                                    

Third Person POV

Tobirama akhirnya dapat bernapas lega setelah dia dan para kage lainnya berhasil melakukan kuchiyose. Naruto, Sasuke, Kakashi, dan Sakura kembali dari dimensi milik Kaguya dengan selamat. Begitu juga dengan para biju.

Otsutsuki Hagoromo tengah berbicara dengan Kakashi dan yang lain. Naruto menyapa Kurama dengan penuh semangat. Sepertinya semua sudah selesai dan kedamaian akan terwujud.

Tobirama tersenyum kecil. Meski dia tidak akan bisa merasakannya, setidaknya desa yang sangat ia cintai akhirnya akan damai dan tenteram.

Hashirama mendatangi Madar yang terbaring lemah.

"Madara pernah menjadi jinchuriki. Setelah para biju ditarik keluar, dia takkan selamat." Ucap Hagoromo. "Sasuke, Naruto, ini saat-saat terakhir para pendahulu kalian. Lihatlah baik-baik."

"Hashirama ya..." Ucap Madara lirih.

"Ya," Hashirama menatap orang yang pernah menjadi teman masa kecilnya dengan penuh kesedihan.

Mereka pernah berbagi mimpi yang sama sebelum keadaan memaksa keduanya untuk bertarung dengan satu sama lain. Lalu akhirnya mereka kembali berada pada satu jalur dan mewujudkan mimpi itu bersama. Meski tidak bertahan lama.

Madara adalah lawan terkuat yang pernah dia hadapi. Melihatnya dalam keadaan lemah seperti ini membuat perasaan Hashirama campur aduk. Bagaimanapun, ini adalah konsekuensi dari jalan yang dipilih sahabatnya.

"Meski menginginkannya, kita memang tak bisa mendapatkannya, ya." Ucap Madara.

"Mana mungkin bisa semudah itu." Jawab Hashirama. "Apa yang kita lakukan semasa hidup itu terbatas. Karena itu, para penerus kitalah yang akan melakukannya."

"Huh, kau naïf seperti biasa, ya. Kau selalu optimis." Madara tertawa kecil. " Tapi... mungkin itulah sikap yang tepat.

"Impianku sudah hancur, tapi impianmu masih berlanjut."

"Kau terlalu gegabah, kita tak perlu mencapainya sendiri. Yang penting... kita harus membesarkan orang yang jadi penerus." Sahut Hashirama.

"Kalau begitu, apa yang kulakukan sia-sia, ya? Aku benci kalau ada orang yang mengikutiku."

Hashirama tersenyum, "Waktu kecil kau pernah bilang bahwa shinobi seperti kita bisa tewas kapan saja. Meski bermusuhan, kalau berhasil ada cara hidup abadi, kita akan saling menunjukkannya dan bertukar cawan minum sebagai saudara. Tapi kita sudah mati, sekarang kita bisa bertukar cawan minum sebagai teman seperjuangan."

"Teman seperjuangan, ya... Yah, kalau begitu, kita... sudah..."

Tidak ada kata lagi yang terucap darinya.

Hagoromo terdiam sejenak.

"Sebentar lagi matahari terbit. Sebelum aku melepaskan jurus, Senju Tobirama, ada hal yang belum kau selesaikan."

Tobirama mengalihkan pandangannya dari Madara dan menatap sang Rikudo.

"Apa yang Anda maksud?" tanyanya bingung.

Hagoromo menjentikkan jari dan seberkas cahaya muncul di dekatnya. Cahaya berwarna biru lembut itu semakin terang dan membesar, lalu bentuknya semakin jelas. Membentuk sosok manusia.

"Selesaikanlah semuanya sebelum cahaya matahari pertama muncul." Ucap Hagoromo.

Mata Tobirama melebar tidak percaya. Dia ragu apakah yang dilihatnya nyata, tapi Tobirama yakin sosok itu sangat dikenalnya.

Bahkan, itulah yang memenuhi pikiran sang Hokage Kedua di saat-saat terakhirnya.

"[yn]..." Bisik Tobirama lirih.

Sosok itu akhirnya sempurna. Cahaya yang menyelubunginya perlahan meredup dan menampakkan seseorang. Tobirama berjalan mendekatinya.

Tangan itu, wajah itu, senyum itu, tatapan yang sangat ia rindukan di saat terakhirnya. [ln] [yn], gadis itu kini ada tepat di hadapannya.

[yn] mengedarkan pandangan ke sekeliling sebelum menatapnya.

"Tobirama..."

Tobirama meraih tangannya dan melakukan hiraishin ke tempat yang cukup jauh dari sana. Dia tahu [yn] takkan nyaman membahas hal pribadi di hadapan banyak orang, dan dia pun benci hal itu.

☀️

Begitu hanya ada mereka berdua, Tobirama menatap gadis di hadapannya dengan perasaan yang membuncah. Saat masih hidup, entah sudah berapa kali dia menyia-nyiakan kesempatan yang dimilikinya. Sampai akhir pun dia tidak pernah mengatakan yang sebenarnya.

Dia harus melakukannya.

"[yn]."

"Tobirama."

Keduanya sedikit terkejut saat mereka bicara di saat yang sama.

"Boleh aku bicara lebih dulu?" Tanya Tobirama. Dia tidak ingin kesempatan terakhir ini hilang karena keraguannya.

[yn] mengangguk.

Tobirama melangkah maju dan meraih tangan gadis itu. Matanya menatap [yn] dalam.

"[yn], mungkin pandanganmu kepadaku akan berbeda setelah ini. Aku selalu ragu untuk memberitahumu karena alasan itu. Tapi aku sadar, harusnya aku melakukan ini sejak dulu, apa pun reaksi yang mungkin kau berikan."

[yn] hanya menatapnya, menunggu apa yang akan dikatakan lelaki itu.

"Aku menyukaimu, [yn]. Sejak dulu. Aku tahu ini sangat terlambat," Tobirama menundukkan kepalanya, "Dan tidak ada lagi kesempatan bagi kita untuk bersama. Harusnya aku mengatakan ini sejak awal, sejak pertama kali aku menyadari apa yang kurasakan, hanya saja―"

Lelaki itu menghela napas dan mengangkat kepalanya. "Hanya saja, aku tidak ingin kau terganggu dan menjauh karena perasaanku ini."

[yn], tentu saja dia sangat terkejut mendengar semua ini. Pertanyaan besar dalam hatinya kini sudah terjawab.

"Aku... juga." Ucapnya.

Tobirama menatapnya penuh tanya.

"Aku juga memiliki perasaan yang sama, Tobirama. Aku takut kau tidak merasakan hal yang sama dan segalanya berubah menjadi canggung. Karena itu aku takut untuk mengatakannya padamu. Dan pada akhirnya menyesal tidak pernah menyatakan bahwa aku menyukaimu."

[yn] merasakan tangannya ditarik lembut dan begitu menyadarinya, dia sudah berada dalam dekapan Tobirama.

Dari arah timur, seberkas cahaya menyentuh tanah. Cahaya itu bergerak pelan menyelimuti mereka berdua.

"Aku terus memikirkanmu di saat-saat terakhirku. Rasanya sangat bahagia kali ini aku bisa bersamamu, merasakan cahaya matahari untuk yang terakhir kali." [yn] membalas pelukan Tobirama.

Cahaya putih bersinar dari tubuh mereka, membentuk garis lurus ke langit.

Tobirama melonggarkan pelukan mereka dan menatap mata gadis di hadapannya. Sepasang mata itu balas menatapnya.

Lalu, seolah ada kekuatan yang menyatukan pikiran mereka, keduanya tersenyum,

"Aku mencintaimu."

"Aku mencintaimu."

dan mengatakan hal yang selama ini mereka pendam, bersamaan, untuk pertama dan terakhir kalinya.

The Thing You Don't Know ⚫ Senju Tobirama ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang