[yn] POV
Dua tahun setelah kepergian Minori, aku sudah bisa menerima kematian sepupuku sepenuhnya dan mulai menjalani kehidupanku seperti dulu. Tentu aku tidak mencapai semuanya sendiri, ada teman-teman yang membantuku. Namun kehadiran orang spesial dalam hidupku sangat membantu untuk menerima ini semua.
"Kalau edelweis bunga abadi yang ada di pegunungan, orang di sebelahku ini bunga abadi di hatiku." ucap lelaki dengan rambut coklat yang (memang) berdiri di sebelahku.
Aku memutar bola mata mendengar ucapannya. Sedetik kemudian aku menyiramkan air ke tubuhnya dan langsung membekukannya.
"Kalau tetap seperti itu, kau yang akan menjadi es abadi." jawabku enteng.
Aku mendengar suara tawa di belakangku. Saat menoleh, Tobirama tengah tertawa melihat apa yang ada di depannya. Aku tertegun melihatnya yang sedang tertawa.
"Hanya kau yang bisa mengatasinya dengan cara seperti itu, [yn]." suara berat Tobirama membuyarkan lamunanku.
Aku hanya membalas dengan cengiran. "Kenapa kau di sini?"
Tobirama mengangkat alis, "Memangnya aku tidak boleh bertemu muridku sendiri?"
Aku mengangkat bahu dan membalikkan badan, kembali memperhatikan enam orang remaja itu. Homura dan Torifu tengah berusaha menghancurkan es di sekitar tubuh Hiruzen dengan kunainya. Percuma, es-ku tidak akan hancur semudah itu.
Sadar usaha mereka tidak membuahkan hasil, Homura memberikan kode pada Kagami. Yang ditunjuk hanya diam di tempat sambil menjelaskan sesuatu kepada teman-temannya. Akhirnya pemuda Uchiha itu menyerah setelah dipaksa oleh Koharu. Dia menggunakan elemen apinya untuk mencairkan es yang membuat Hiruzen membeku.
Aku tertawa melihat bocah Sarutobi itu berlarian panik berusaha memadamkan api kecil di pakaiannya. Benar-benar berbeda dengan kakak sepupunya yang dingin dan tenang―Takaki.
Merekalah orang-orang spesial yang hadir di hidupku sejak setahun terakhir.
Tahun lalu, kami semua memutuskan berkontribusi untuk desa dengan cara yang berbeda-beda. Kenichi, Hikari, dan Chop menjadi guru di akademi. Inorin dan Shin memutuskan masuk ke tim intel, mengumpulkan berbagai informasi yang penting demi keamanan desa dan penduduknya. Shikarei membantu Hashirama dan Tobirama menyusun strategi menghadapi Perang Dunia Shinobi I. Ayako fokus melatih para calon penerus klan Hyuuga. Sementara Takaki bergabung dengan unit yang bertanggung jawab atas pertahanan desa (dan sibuk menghindari para penggemarnya―mata biru lautnya memang sangat menarik).
Sedangkan aku dan Tobirama memilih melatih anak-anak lulusan akademi yang pertama. Aku membimbing Kagami, Danzo, dan Torifu. Dia membimbing Hiruzen, Homura dan Koharu. Jika salah satu di antara kami sedang sibuk, kami bisa meminta bantuan satu sama lain. Jika aku dan dia sama-sama sibuk? Tinggal suruh mereka berlari kesana-kemari membantu suplai logistik perang.
"Tobirama-sensei! Tadi [yn]-sensei tega membekukanku!" rengek Hiruzen.
"Siapa suruh kau menggodanya begitu." sahut Danzo sebal.
"Aku tidak menggodanya! Itu namanya menyatakan perasaan!" Hiruzen membela diri.
"[yn] tidak mungkin suka pada bocah. Iya, kan?" Tobirama melirik jahil ke arahku.
"Dia benar, Hiruzen." aku ikut-ikutan menjahili anak itu.
Hiruzen menampilkan ekspresi kecewa.
"Sekarang, kita mulai latihannya. Setelah [yn]-sensei membantu kalian memoles kemampuan masing-masing, kita lihat siapa yang bisa menerapkannya dengan baik. Siapapun yang bisa menyentuh kami pertama kali adalah pemenangnya. Orang pertama yang tidak bisa melanjutkan 'tugas'nya akan mendapat konsekuensi." seru Tobirama lantang. "Mulai!"
Mereka semua menatap kami dengan tatapan tajam. Kagami mengamati medan di sekitarnya. Koharu dan Homura berhitung dengan situasi. Danzo melompat ke atas pohon, mengamati wilayah sekitarnya dengan sudut pandang yang lebih luas.
Kami makan camilan dengan santai sambil menunggu tindakan mereka. Setelah menunggu beberapa menit, aku mulai bosan.
"Cepatlah, camilan kami mau habis." seruku tidak sabar.
Kagami melemparkan shuriken ke arahku yang dengan mudah kuhindari. Danzo menjatuhkan bom asap dari atas pohon. Aku membuat dinding air di sekitar kami dengan telekinesis. Koharu yang mencari celah langsung melempar senbon begitu dinding airku menghilang. Tobirama menghindarinya dengan gerakan minimum.
Torifu bersiap menerjang, tapi Hiruzen lebih cepat. Dia berlari ke arah kami. Tapi dua meter sebelum sampai, kakinya terbenam sampai ke betis.
"Yang benar saja." gumamku, memutar bola mata. Tobirama menghela napas panjang.
Yang lain sengaja menyerang dari jauh karena tahu tentang jebakan yang sudah kami buat. Sedangkan bocah itu terang-terangan maju mendekati kami tanpa memperhitungkan hal tersebut.
Tobirama mengambil camilan lain dari kantung kertas yang dibawanya. "Kurasa kita harus mengadakan latihan bertahan hidup sungguhan."
"Kau benar." jawabku, menerima tawaran makanan ringan darinya.
"Sensei, tolong aku!! Aku belum mau mati!!"
Aku hanya memperlambat jebakan lumpur hisap yang kubuat, tidak ada niatan untuk mengeluarkannya dari sana sampai latihan berakhir.
"Hm?" Aku mendongak saat burung-burung kecil yang familiar melintas di atas kami. Salah satunya hinggap di dekatku dan Tobirama.
"[yn], ini..." Tobirama menatapku.
Aku mengangguk dan segera membebaskan Hiruzen dari lumpur. Kami berdua bangkit dari posisi semula. Tobirama memberi sinyal kepada yang lain untuk berkumpul, dalam sekejap kelima murid kami sudah berada di satu titik.
"Latihan hari ini cukup sampai di sini, aku dan [yn] ada urusan mendesak. Pulang ke rumah masing-masing dan istirahatlah." Ucap Tobirama yang langsung pergi setelahnya.
"Kalian sudah banyak berkembang, terus berlatih, ya!" perkataanku disambut enam senyuman tulus.
Aku berusaha mengimbangi langkah lebar Tobirama, menyusulnya. "Hei, setidaknya beri mereka apresiasi!" bisikku kesal.
Lelaki itu malah menatapku datar.
Dia menghentikan langkahnya dan menoleh ke belakang, "Kalian hebat." Lalu melanjutkan langkahnya.
Aku ikut menoleh untuk melihat reaksi mereka. Senyum di wajah anak-anak itu melebar, terlihat senang dan bangga.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Thing You Don't Know ⚫ Senju Tobirama ✔️
FanfictionBerasal dari klan yang menghindari perang, [l/n] [y/n] mengikuti kepindahan klannya ke Konohagakure. Ia bahagia karena tinggal di desa yang indah dan berpenduduk ramah. Tapi ada hal lain yang membuat hidupnya lebih bahagia, meski hanya dirinya yang...