10. Ada apa?

20 1 0
                                    

Aku harap pertemanan ini dapat kau percaya, sehingga tak ada rahasia di antara kita.
-Ainun Humaira


Ruang tamu yang ribut karena keberadaaan Dera dan Ari di rumah Ainun untuk belajar bersama. Jika tak diajak Erlan mungkin Ainun tak mau belajar bersama, apalagi karena ia sedang sedikit badmood. Mereka belum lama sampai, jadi mereka istirahat sebentar sembari menunggu Erfan. Ainun menghidupkan AC agar teman-temannya merasa sedikit sejuk. Ia menuju dapur untuk mengambil cemilan dan kamar untuk mengambil buku.

Ruang tamu sekarang yang hening karena Dera sibuk dengan riasannya dan Ari dengan HP miliknya. Tiba-tiba Ari terlihat terkejut melihat layar HP.

"Gila!" serunya, membuat Dera melirik kepada laki-laki berkaos warna putih dengan gambar gunung.

"Der! Der!" Ia mendekati Dera ingin memberi tahu sesuatu. Namun, Dera hanya berdecak kesal.

"Gila! Ada yang tembak gue. Bayangin, seorang Ari ditembak cewek." Dia terihat bersemangat menceritakanya pada Dera yang memperbaiki bandana biru yang selaras dengan bajunya.

"Pakboi!" seru Dera tiba-tiba. Ari menatap tak paham, dia menggaruk kepala yang tak gatal. Mencoba mengingat mungkin saja dia telah mendengar kata itu.

"Mm ... Pakboi itu apa?" tanya Ari setelah bergelut dengan pikiran yang tak mendukung.

"Oh, iya. Di Merkurius gak ada istilah itu."

"Serius ih." Ari terus mendesak Dera agar diberi tahu. Ia tak ingin terlihat kudet di depan yang lain nantinya.

"Pakboi itu, cowok yang selalu mainin cewek kayak lo!" seru Dera menunjuk Ari.

"Gue gak pernah mainin Ara, gue malah gak diterima dia. Jadi, pakboi itu bukan istilah buat gue." Ari mengingat-ngingat jika ia tak pernah menyakiti Ainun, dia tetap setia dengan setatus tak diterima.

"Yaudah, sadboi." Dera memperhatikan ruang tamu Ainun yang besar, berwarna putih dan banyak foto keluarga dan beberapa foto Ainun dan dua anak laki-laki.

"Itu apa lagi?" tanya Ari semakin penasaran dengan istilah selanjutnya.

"Subhanallah! Cowok yang disakiti cewek." Dera mendengus kesal, Ainun lama sekali di dapur apa dia sedang bersemedi?

"Tapi Ara gak pernah nyakitin gue." Ari kembali mengingat-ngingat.

"Serah! Gue kagak perduli!" seru Dera.

Akhirnya Ainun datang, dia sudah bisa menebak jika Dera dan Ari akan bertengkar jika sudah lama bersama. Dera membawa setoples cemilan buatan Ana. Dia melihat Dera dan Ari yang sedang berwajah tak enak, hal yang biasa.

"Kalian tuh, gak bisa dibiarin bentar aja udah kayak kucing ama anjing." Ainun berdecak lalu duduk di samping Dera.

"Gue itu cutieboy," ujar Ari yang lama memikirkan istilah buatannya untuk dirinya yang merasa perfect.

"Preeet, gue yakin kalau lo itu produk yang gagal!" seru Dera lalu tertawa bersama Ainun.

"Enak aja, bokap gue bilang, gue sempurna untuk percobaan pertama," jelas Ari lalu memakan cemilan yang sudah disuguhkan.

"Idddiiih, boong tuh. Lo cuman mubazirin nasi ama waktu orang tua lo. Orangtua lo, pasti salah strategi," Dera kembali tertawa disambut dengan suara ketukan dari pintu. Mereka langsung menengok lalu seseorang masuk, ternyata Erfan datang dengan cengengesan tak jelas. Ia merasa tak enak karena sudah telat, padahal dia yang mengajak mereka.

Ainun mempersilahkannya duduk, lalu kembali lagi ke dapur untuk mengambil minum. Erfan menyapa Dera dan Ari.

Ari memperhatikan Erfan, dia baru melihat Erfan jadi wajar saja.

"Gue Ari. Calon pacarnya Ara," sapanya pada Erfan sedikit sombong, lalu menyodorkan tangan dan langsung disambut dengan tangan Erfan.

"Gue Erfan, temen baru Ara sama temen lamanya Dera." Erfan tersenyum ramah pada Ari, dia melirik Dera yang sedari tadi memperhatikan mereka.
Ari mengangguk pelan.
Jadi, dia Erfan? Biasa aja. Gantengan juga gue, batinnya dalam hati.

"Oh, temen baru." Ari kembali sombong.

Ainun datang dengan minuman berwarna kuning dan merah, lalu memberikan tiga warna kuning untuk dirinya, Erfan dan Dera. Lalu, satu warna merah untuk Ari.

"Wah, sehati nih," ujar Dera ingin membuat Ari cemburu.

"Wah, Ara tau banget. Pasti kamu sayang ama aku, buktinya jusnya aja warna merah kayak hati," cetusnya melirik Dera dan Erfan. Dia menyeruput nikmat jusnya membuat yang lain geleng-geleng.

Belajar dimulai sesekali Ari bertanya begitupun yang lainnya, sama seperti belajar kelompok biasa. Ari bertanya Erfan dari mana? lalu sekolah di mana? Dia hanya ingin memastikan sainganya berasal dari mana, jadi mudah dia menghampiri jika dia berani macam-macam dengan Ainun.

Ainun melirik teman-temanya, mereka begitu fokus belajar mampu membuat senyum di wajahnya. Dia seharusnya bersyukur karena dia tak sekesepian yang dipikirkannya. Namun, ada yang aneh dengan Erfan dia sedikit ... Pucat.
Atau memang dia pucat? Ainun menghembuskan nafas khawatir. Dia khawatir jika Erfan sakit dan tak bisa mengikuti ujian selanjutnya.

Ukhuuuk ... Ukhuuuuk!

Erfan batuk dan merasa sedikit mual. Yang lain memperhatikan dia khawatir. Tiba-tiba saja dia ingin muntah dan berlari keluar, tapi tak ada yang keluar dari mulutnya.

Ari, Dera dan Ainun saling melihat bingung dengan apa yang terjadi dengan Erfan. Lalu, mereka berhamburan keluar.

Erfan yang sudah terduduk di teras terlihat semakin pucat. Ainun benar-benar khawatir sekarang.

"Hamil lo, broo?" tanya Ari di tengah kepanikan. Dera segera memukul bahunya, dia kesal di keadaan seperti ini dia sempat-sempatnya bercanda. Ainun langsung ambil alih, dia memijit bahu Erfan agar dia merasa lebih baik. Ari terlihat cemberut.

"Lo kenapa? Pucet." Ainun menatap Erfan yang tertunduk lemas.

"Gak tau, dari kemaren gue gini. Anemia, mual dan gue kehilangan nafsu makan." Erfan mencoba bangkit.

"Kalok lo sakit, lo pulang aja," ujar Dera khawatir melihat teman lamanya itu tak berdaya.

"Iya bro, jaga kandungan lo."

Bruuugh

Satu tinjuan Dera kembali melayang di perut Ari. Dia kembali meringis kesakitan.

"Heh! Lo tuh yah, bercanda mulu!" seru Dera semakin marah.

"Gue 'kan cuman nyaranin, jiwa ngakak lo gak receh!" Ari mendengus heran, apa semua perempuan seperti Dera dan Ainun?

Ainun menyarankan Erfan pulang. Erfan setuju untuk pulang dan diantar oleh Ainun.

"Lo kenapa, sih?" lirih Ainun sembari menuntun Erfan.

"Gue baik-baik aja." Erfan menyuguhkan senyum yang tak bisa Ainun tebak.

"Dasar," lirih Ainun kembali.

****
Yo minna, bantu vote sama komennya yah >3<

Indra Yang HilangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang