"Hana bangun kamu!"
Aku langsung terduduk ketika mendengar suara bentakan itu. Kepala ku pusing, ntah kenapa akhir-akhir ini setiap bangun mendadak seperti itu aku selalu merasa pusing.
Dug Dug Dug
"Hana! Keluar!" Sekarang bukan hanya suara bentakan yang aku dengar, melainkan bercampur dengan suara pintu yang di ketok, eh ralat. Digedor dengan sangat kencang.
Aku lansung berdiri dan berlari kearah pintu mengabaikan pening dikepalaku yang semakin menjadi, "I-iya Ma."
Ketika aku membuka pintu aku lansung dihadiahi dengan jambakan dirambut. Ini bukan hal baru, ini yang kurasan setiap pagi. Aku memang agak susah bangun pagi untuk menyiapkan sarapan, aku paham itu memang kesalahanku.
"Aaakkh s-sakit Ma," aku memegang tangan Ibuku, seperti biasa dia menepisnya dan membenturkan kepalaku kedinding.
Sakit? Jangan ditanya,
Ini memang bukan hal baru, tapi tetap saja sakit, bahkan sangat.
Dia menatapku sini sambil menepuk-nepuk tangannya sendiri seolah menghilangkan debu dari tangannya "Jangan malas-malasan kamu, Bikinin nasi goreng buat sarapan!" Setelah itu ibuku berlenggang pergi.
Oke Hana jangan nangis, tarik nafas buang tarik nafas buang, tarik nafas buang. "Fighting!" kata penyemangat yang selalu jadi awal paginya.
Magic Love
Berjalan menuju halte bus setiap pagi adalah kebiasanku, aku tersenyum sepanjang jalan dan menunduk setiap berselisih dengan orang yang kukenal. Itu adalah hal yang selalu kulakukan.
Tersenyum didepan semua orang, seolah semuamya baik-baik saja.
Jarak dari rumahku ke halte tidak terlalu jauh jadi aku sekarang sudah duduk dibangku halte. Hal yang tidak kuduga sebelumnya, rintik-rintik air mulai jatuh dari langit,
Hujan.
Melihat kekanan kiri dan mememukan sesuatu yang menarik perhatianku, orang yang berada tepat disamping orang disebelahku itu, aku seperti pernah melihatnya sebelumnya, wajahnya sangat familiar. Tapi ntah dimana, ah sudahlah mungkin perasaanku saja.
Hujan mulai reda bertepatan dengan bus yang sudah datang. Aku langsung masuk dan duduk ditempat yang sudah menjadi favoritku semenjak dua tahun lalu, didekat jendela sambil menatap langit.
Setiap aku melakukan itu hatiku terasa tenang, bebanku terasa sedikit terangkat.
"Indah, ya." aku tersentak dan lansung menoleh kesamping, ternyata dia orang yang dihalte tadi.
Aku menggaruk pelipisku bingung "Indah? Maaf namaku bukan indah" aku berkata sambil tersenyum Canggung.
Dia menoleh sekilas dan menarik salah satu ujung bibirnya "Bukan lo, tapi pelanginya" ekspresinya, seperti mengejekku. Aish aku malu.
"Pelangi itu memang indah, tapi cuma sesaat," aku berkata tanpa menoleh padanya, mataku fokus meneliti langit.
Anak laki-laki itu terkekeh "Dia emang sesaat, tapi dia selalu ada saat hujan datang, dan yang lebih indahnya itu warnanya, mereka saling melengkapi dan menutupi kejelekan satu sama lain, hingga bersatu menghiasi langit menjadi berwarna"
"Tapi dia hanya sesaat, apa gunanya indah tapi setelah itu pergi, yang lebih indah itu matahari. Eh sudah sampai, permisi mau lewat," aku berlalu didepannya begitu saja, aku juga binngung kenapa aku bisa-bisanya ngobrol dengan orang yang bahkan namanya saja aku tidak tahu.
Anak laki-laki itu ikut berdiri, "Eh bentar, gue belum tau nama lo, eh eh tunggu elah."
"Woy nama gue Haechan!"
Aku mendengar itu, Haechan. Menurutku nama yang bagus.
Magic Love
Lee Donghyuck, laki-laki yang kerap disapa Haechan itu berdecak melihat kepergian perempuan yang duduk disebelahnya tadi.Apakah kalian bingung dengan plesetan namanya? Dari Lee donghyuck sampai ke Haechan. Panggilan itu diberi oleh kakeknya, menurutnya nama itu sangat cocok untuk haechan yang seperti matahari itu.
Haechan itu happy virus, tapi dia sungguh menyebalkan, apalagi kalau sudah bertemu dengan sahabatnya yang bernama Hwuang Renjun.
Walaupun mereka memag sering adu bacot, mereka itu adalah orang yang ngga mau menunjukkan rasa sayang yang menye-menye, tapi dengan cara mereka sendiri.
Plakk
"Woy chan!"
Haechan menoleh dan memegangi lengannya tang perih akibat tabokan Renjun, "Aish sakit anjir,"
Haechan mengangkat tangannya hendak membalas, terlambat. Renjun sudah duluan kabur.
Eits jangan salah sangka dulu Haechan akan diam saja. Dalam hitungan, satuu duaa tigaa
"LOWNJIN SIALAN! SINI LO WOY!"
Dan terjadilah pertengkaran layaknya Tom And Jerry. Haha.
Anak-anak dikoridor Hanya tertawa melihatnya karna itu sudah biasa terjadi, kalau tidak Renjun yang jahil, ya Haechan.
"Dapet lo HAHAHAHA," Haechan memeluk Renjun dari belakang, bukan pelukan romantis tapi pelukan maut.
Renjun menggeliat minta dilepaskan "Lepasin ngga chan, Jyjyk gue ah."
Mendengar itu Haechan semakin memperkuat pelukannya sambil tertawa terbahak-bahak "OGAH!" Ucap Haechan.
Saat menoleh Haechan melihat seseorang yang berjalan dikoridor seberang, wajahnya tidak asing seperti pernah melihatnya tapi lupa dimana.
"AWWW!" Haechan berteriak kesakitan.
Sibuk memperhatikan cewek itu sampai-sampai Haechan tidak sadar Renjun terlepas dan malah menginjak kakinya, "MATI LO HAHAHA!"
"RENJUN ASU, AWAS AJA LO!" Teriak Haechan kesal, sangat kesal.
"AW AW AW, sakit asu!" Haechan berbalik hendak membalas seseorang yang menjewer telinganya.
"Ooh bagus ya kamu Lee Donghyuck pagi-pagi udah ngomong kasar, sama guru lagi,"
"Anjing lah! Gue kira renjun bangsat!
Poor Haechan.
Annyeong yeorobbun. Minta dukungannya yaa, semoga halu kalian semakin nyata wkwk.
Jangan lupa vote dan comment nya guys.
Lup yuu
KAMU SEDANG MEMBACA
Fullsun
Fanfiction• Berawal dari percakapan tidak sengaja, benarkah seorang Haechan jatuh cinta pandangan pertama?. ••• "walupun bagus dia hanya sesaat, apa gunanya indah tapi setelah itu pergi, yang lebih indah itu matahari. Eh sudah sampai, permisi mau lewat," Aku...