KKEB 7

4.1K 418 68
                                    

Aku berusaha agar kita tak perlu bertegur sapa
Tidak juga perlu berkata mesra
Cukup aku menyebut namamu dalam istikharah doa

Mengelola bisnis milik sang ayah di desa, membuat hidup Saka pelan-pelan berubah. Rasa tanggungjawab pada dirinya muncul. Terlebih keinginannya untuk mendekati Nida membuat lelaki yang masih setia dengan rambut gondrongnya itu lebih agamis. Meski ia akui sulit terlebih melihat keinginan Pak  Yanto mendapatkan calon menantu jauh di atas Saka.

"Mas, besok ada acara buka puasa bersama di musola, ikut yuk!" ajak Kiki saat Saka baru saja selesai salat dhuha.

"Eum, ngapain Mas ikut? Mas kan bukan pengurus musola!"

"Ehm, tapi pasti Mas rindu ketemu Mbak Nida kan?" ledeknya.

Saka menggeleng lalu meninggalkan Kiki. Sang adik tak terima segera berlari mendekat.

"Mas! Kalau Mas pingin Mbak Nida jadi kakak ipar Kiki, datang besok!"

"Anak kecil tahu apa sih!"

"Mas!"

"Hmm ...."

"Mas udah nyerah nih ceritanya? Nyerah ngebiarin Mbak Nida dicomot Mas Ibra?" Ucapan adiknya membuat Saka membalikkan badan.

"Mas nggak nyerah, Ki. Dia gadis yang wajib diperjuangkan!"

"Lalu?"

"Bantu Mas untuk bisa menjaga hati! Jangan larang Mas untuk tidak datang besok. Paham, kan?"

Kiki bergeming, ia tak lagi meneruskan perdebatan. Saka kembali masuk ke kamarnya. Semenjak pertemuan yang tak sengaja di balai desa beberapa waktu lalu, pria itu sadar bahwa dirinya memang harus banyak membenahi diri. Bibir lelaki itu tertarik sedikit ke samping mengingat saat dia balai desa itu.

Saat itu ia bersama beberapa warga tengah mendengar wejangan dari Ibra untuk bersama memberdayakan warga sekitar agar bisa berperan aktif dalam membangun sekolah bagi warga desa yang masih belum bisa baca tulis.

Seusai acara ia tak sengaja berpapasan dengan Nida. Meski kikuk karena merasa hatinya bertalu ia tetap mencoba menguasai diri.

"Hai, Nida. Assalamualaikum."

"Waalaikum salam, Mas."

"Eum ... mau pulang juga?"

"Iya, sebentar lagi."

"Aku antar? Kalau nggak keberatan," tawarnya nervous.

"Terima kasih, Mas. Permisi dulu."

Dengan menunduk Nida melewatinya.

"Tunggu, Nida!"

"Ya, Mas?"

"Kita nikah yuk!"

Mata indah gadis itu membulat, segera cepat ia menutup mulut dengan tangan. Tak ingin rona merah di wajahnya terlihat Saka ia meneruskan langkah.

"Tunggu, aku belum selesai. Dengar aku." Lelaki itu mendekat dan kini berdiri tepat di depannya.

"Aku serius, kan kamu bilang ke adekku, kalau nggak boleh pacaran. Sekarang aku ajak kamu nikah!"

"Emang siapa yang mau pacaran?" Nida bertanya heran. Seketika wajah Saka terlihat masam sekaligus tegang.

"Nggak ada, eh maksudnya apa aku nggak boleh bermimpi memiliki istri shalihah sepertimu?"

Nida bergeming, sejujurnya ada kekaguman melihat keberanian kakak dari Kiki ini.

"Kenapa diam? Ah ya Allah, kenapa aku bisa lupa, diamnya seorang wanita itu berarti iya, kan?"

Karena Kutahu Engkau Begitu ( End )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang