Hari ini adalah pembagian rapor semester satu. Kaget kan tiba-tiba udah bagi rapor? Ujiannya kapan?
Saat ujian semester kemarin, gak ada hal-hal aneh, seru, ataupun lucu yang bisa gue ceritain ke kalian. Tapi, justru hari ini yang bener-bener bikin gue deg-degan setengah mati.
"Bu, ayo, nanti kita telat."
"Biasanya juga dari kelas satu, janjinya bagi rapor jam 7 tapi gurunya malah baru dateng jam 8," elak Ibu.
Gue mengikat rambut dengan model biasa (re: ikat satu belakang) dan memakai baju batik sekolah. Walaupun gue yakin kemarin gue bisa ngisi soal ujian dengan mudah, tetep aja gue takut realita gak sesuai dengan harapan.
Kalo tiba-tiba nilai gue cuma ngepas KKM atau yang lebih parahnya malah remedial gimana? Bisa-bisa gue disuruh berhenti mikirin Rafa sama si ibu.
Mau tahu alasannya apa?
Jadi, pas ujian Bahasa Inggris kemarin, gue semacam buka les virtual khusus buat Rafa. Iya, gue ngajarin dia lewat video call di aplikasi Whastapp. Keren, kan? Kami udah gak make Line lagi. Hubungan kami kayaknya udah naik satu tingkat karena punya nomor masing-masing.
"Kalo yang halaman 51 gimana sih, Ris? Make tenses apa? Gue buta banget nih masalah tenses, nyerah," ujarnya frustrasi membuat gue gemes liatnya.
"Itu pake perfect tense. Udah banyak kok contohnya di halaman sebelumnya. Lo juga bisa cari di kamus atau google buat liat rumus-rumus tenses. Kalo sambil dipraktekkin bakalan gampang deh, serius."
Ia manyun, bibirnya dimajukan ke depan sembari menggerutu, "Bagi lo yang udah ngerti mah ya gampang, lah."
Gue ketawa pelan, "Awalnya kan gue juga gak ngerti, Raf. Emangnya gue pas baru lahir langsung ngerti tenses gitu? Ajaib kalo iya."
"Oke, gue liat dulu rumusnya. Lo jangan ke mana-mana, di situ aja," titahnya.
Gue manggut-manggut dalam diam. Memandangi Rafa yang lagi serius membuka di halaman pertengahan kamusnya. Rafa tekun, ia bahkan tak tergiur untuk mencari di Google padahal itu adalah cara yang sangat praktis dan instan.
Gue mencubit tangan sebelah kiri dengan lumayan keras kemudian mengaduh setelahnya. Nampak bekas merah di sana, pertanda bahwa ini semua adalah nyata.
Kadang gue masih belum bisa percaya dengan kenyataan. Ini serius? Orang yang gue suka dari kelas satu akhirnya menganggap gue ada?
Dan dia, sedang berada di dalam gawai yang sedang gue genggam, menunjukkan sisi kegemasan yang jarang ditemui orang banyak?
Di antara orang yang bisa melihat itu semua, gue termasuk salah satunya?
"Ris, udah dapet nih. Jadi, gue tinggal ngikut rumus aja, kan?"
"Ris?"
"Rissa!"
"E-eh? Iya kenapa, Raf?"
"Lo bengong kenapa?"
Setelah itu, kita kembali fokus ke dalam pelajaran. Atau mungkin cuma Rafa yang fokus sedangkan gue kayak lagi berada di awang-awang.
Gak jarang Rafa suka memberi lawakan yang padahal garing tapi bisa bikin gue tertawa sambil berdebar.
Kayaknya sebegitu dalamnya perasaan gue ke Rafa.
Saat asyik tertawa berdua, ibu tiba-tiba membuka pintu kamar gue.
"Rissa! Kamu bukannya belajar malah video call sama pacar. Cepet matiin!"
Rafa di seberang sana juga terlihat sama terkejutnya dengan gue. Gue segera mematikan sambungan telepon karena kalo ibu udah keluar sifat tegasnya, bisa-bisa Rafa yang gak salah apa-apa ikut kena semprot.
"Bu, aku tuh tadi lagi belajar bareng. Bukannya pacaran, lagipula dia bukan pacar aku."
Tapi semoga sih jadi pacar.
"Dia yang jemput kamu tempo hari, kan? Gak mungkin kalau kalian gak pacaran."
Walaupun waktu itu ibu senyum-senyum liat gue pergi berdua sama Rafa, beda urusannya kalo lagi musim ujian. Ibu menomor satukan ujian dan berusaha ngejauhin hal-hal yang bikin gue gak fokus belajar.
Salah satunya adalah cinta.
Gue diam, mau gimanapun gue ngebela diri, intinya gue tetep salah.
"Kalo nilai kamu turun, Ibu gak akan izinin kamu buat main sama dia lagi."
Setelah berucap kalimat yang gak ingin gue dengar itu, ibu langsung keluar dari kamar.
Yah, begitulah ibu. Yang kadang bisa jadi teman, sahabat, ibu, ataupun serigala.
"Ayo kita berangkat. Yakin gak kalau nilai kamu bakal tetep aman?"
Pertanyaan ibu buat gue meneguk ludah. Gimana kalo nilai gue turun? Padahal, gue baru aja deket sama Rafa.
"Hei! Kok malah diem? Kamu ragu nilai kamu bakal aman-aman aja, ya?"
Gue menggelengkan kepala dengan lemah, kemudian melihat ke depan fokus memindai jalanan. Ibu yang lagi nyetir di sebelah gue juga hening, sama-sama sibuk dengan pemikiran masing-masing.
Setelah sampai di parkiran sekolah, gue membelalakkan kedua bola mata. Dari banyaknya area parkir, kenapa mobil nyokap gue harus sebelahan sama mobil Rafa, sih?
"Eh, kamu yang waktu itu jemput Rissa, kan?"
Rafa kikuk karena tiba-tiba dapat sapaan frontal dari Ibu. Dari pintu sebelah kiri, keluarlah wanita yang masih terlihat muda dan ramping, sebelas dua belas dengan ibu gue.
"I-iya, Tante. Apa kabar?" Rafa langsung menyalimi kedua tangan ibu gue dan disusul dengan gue menyalami kedua tangan ibu Rafa.
"Alhamdulillah, baik. Kamu juga yang waktu itu belajar bareng Rissa lewat video call, kan?"
Gue memejamkan mata sambil menahan napas, bisa-bisanya ibu ngebahas semuanya di depan ibunya Rafa.
Rafa mengangguk pelan.
"Wah, kayaknya anak kita cukup dekat ya, Sis? Kenalkan saya Ajeng, Ibunya Rafa."
Setelah perkenalan singkat yang dilakukan antara ibu gue dan ibu Rafa, akhirnya kita berempat berjalan ke kelas secara berdampingan.
Bisa-bisa kelas gue heboh kalo gini caranya!
"Bu, temenin aku ke kantin dulu yuk? Mau beli minuman biar nanti gak haus pas nunggu di kelas," ajak gue.
"Nak Rafa, kamu bisa antar Rissa, kan? Tante mau langsung ke kelas aja sama Ibu kamu. Boleh, kan?"
Ibu maksudnya apa, sih?
Kenapa tiba-tiba jadi kayak mau jodohin gue sama Rafa?!?!?!
Ya tapi gapapa, sih.
Akhirnya sesuai kemauan ibu gue, Rafa nganterin gue ke kantin dan ibu-ibu pergi ke kelas. Padahal niat gue kan biar kami jalan berpisah.
"Ris, itu Ibu lo kenapa jadi baik ke gue, sih?"
Gue membuka kulkas milik kantin dan mengambil enam kotak teh botol. "Gak tahu, padahal sebelumnya gue sempet diancem gak bisa berhubungan sama lo lagi, Raf."
Rafa menautkan alisnya, "Maksud lo? K-kok bisa?!"
"Ibu bakal ngira lo adalah alesan kalo misal nilai gue turun. Doain dong biar nilai gue aman-aman aja."
"Kenapa? Lo gak rela ya kalo gak bisa berhubungan sama gue lagi?"
Skakmat gue.

KAMU SEDANG MEMBACA
1 Kelas, 42 Rasa ✔️
HumorDi sinilah gue berada, dalam 1 kelas yang dipenuhi dengan 42 murid luar biasa. Dengan watak-watak yang selalu membuat gue menggelengkan kepala, tapi setidaknya mereka yang membuat masa putih abu-abu terasa indah. Mau tau rasa apa aja yang ada di ke...