"Halo?"
"Halo! Lo di mana? Woi Rafa lo di mana? Heh Rafa lo jangan ngadi-ngadi main ajak anak orang bolos sekolah! WOI JAWAB!"
Sementara remaja lelaki yang berdiri sambil memandangi wahana Tornado itu menjauhkan ponsel dari telinganya.
"Ck. Bisa budeg nih woi kuping gue. Satu-satu ngapa kalo nanya, jangan ngegas juga elah," ucap Rafa santai.
Rissa yang berdiri di sebelah Rafa hanya menyimak, ikut membulatkan mata dan menaikkan kedua alisnya seperti mengisyaratkan 'kenapa?'
"Gila lo, ya? Gimana gak ngegas kalo lo bawa kabur anak orang sampe sore gini! Mana Rissa? Kenapa dia gak ngangkat telfon gue? Dia masih marah sama gue?" Arum mengambil alih ponsel Agus.
Rafa melirik pada Rissa, "Nih anaknya di sebelah gue. Dari tadi dia gak ngeluarin hp karena excited nyobain semua wahana di sini."
"Hah? Wahana apaan? Lo berdua di mana?" tanya Arum lagi. Yang lain juga ikut penasaran karena pasalnya mereka benar-benar tidak pulang padahal kelas tambahan sudah berakhir.
"Dufan."
"Wah! Lo berdua emang gila! Keterlaluan! Kita di sini mati-matian khawatir, sampe dihukum sama Bu Wati gara-gara gak ngerjain PR karena sibuk mikirin kalian. Tapi? Kalian malah asik berduaan main di Dufan!" Billy menimpali, ia teriak-teriak karena tersulut emosi.
Yang lain? Hanya menatap malas ke Billy, karena kenyataannya Billy malah asik nyebar berita ke sana dan ke sini, gak ada tuh khawatir sama sekali.
"Seenggaknya kabarin kita, Raf. Kita juga bisa cari alesan pas ditanyain sama guru kalian ke mana. Tas kalian udah kita umpetin, coba kalo nggak? Tas kok ada tapi orangnya gak ada? Kita mau jawab apa coba?" tanya Ajis yang tumben gak bikin hati nyelekit.
Rafa mengacak rambutnya pelan, "Ah, iya, sorry. Gue gak mikir sejauh itu tadi."
"Hiks. Hiks. Hiks."
"Eh, Rum! Kok lo nangis? Si Rissa kan gak kenapa-napa!"
Kaum Hawa kini heboh mengelilingi Arum yang semakin menangis tak terkendali, kecuali Iren tentunya. Ia lebih memilih berkumpul bersama Agus dkk untuk mengetahui kondisi Rafa. Sedangkan beberapa kaum Adam seperti Diki, Aldi, Dimas, Gemes, Bernard, Kiki, Eka, Ammar dan Ambon pamit pulang duluan.
Billy? Kenapa dia gak pulang?
Oh! Tentu saja dia gak mau ketinggalan gosip!
Kaum Adam yang masih stay seperti Agus, Ajis, Hafiz, Waskito, Badak dan Billy tetap memborbardir Rafa dengan sejumlah pertanyaan.
Ajis? Si lelaki cabe rawit itu kenapa tak ikut pulang?
Mungkin kalian lupa, kalau dia adalah kekasih Bunga. Dan dia harus menunggu Bunga, bagaimanapun juga Rafa adalah teman seperjuangannya saat sparing Futsal.
"Gimana? Lo udah jadi sama dia?" Agus bertanya sambil cengar-cengir. Karena lelaki yang pertama menyadari kalau Rissa suka sama Rafa itu adalah dia.
Sedangkan dua lelaki yang masih menatap ponsel yang telah di-loudspeaker itu merasakan napasnya tercekat. Mereka penasaran dengan jawabannya, tapi juga tak siap apabila Rafa mengiyakannya.
Lalu Iren, ia mematung. Ia tahu, dari awal pun tak ada kesempatan untuknya memasuki hati Rafa. Dari awal ia sadar, ia sudah kalah telak dari seorang Rissa.
"Ha-ha-ha, udah dong. Pajak jadiannya mau berupa apa nih?" tanya Rafa sambil menunjukkan senyum lebarnya.
Jantung Rissa berdebar kencang. Ia yakin pasti teman sekelasnya menanyakan apakah Rafa sudah jadian dengannya, dan Rafa menjawab itu dengan bangga.
Rissa menutupi pipinya yang memerah. Bisa-bisanya Rafa mengatakan itu di samping Rissa.
"Ajak kita ke Dufan juga dong, Raf! Gue belum pernah nih, mau foto di depan kuda yang muter-muter itu, tuh! Orang kan kalo ke Dufan pasti foto di depan kuda."
Agus dan Ajis hanya tertawa dan ikut bahagia dengan momen yang baru saja mereka ketahui. Badak? Ia memang di sana, tapi ia memisahkan diri dengan duduk di pojokan kelas kemudian membaca kitab dengan suara pelan.
Sedangkan dua lelaki yang dari tadi hanya diam, Hafiz dan Waskito, tersenyum kecut. Bawang putihnya Hafiz telah menjadi kekasih temannya sendiri. Dan Rissa yang telah dianggap sebagai penolong oleh Waskito, tak akan lagi menolongnya karena Rissa sudah mempunyai pawang.
"Halo? Gue boleh ngomong sama Arum?"
Arum menegakkan tubuhnya saat mendengar namanya disebut oleh suara yang sedang ia rindukan. Arum menghapus air matanya dengan cekatan, kemudian mengambil ponsel Agus yang berada di atas meja.
"Ha-halo?" Arum tergagap, air matanya masih saja mengalir membuat para kaum Hawa ikut menangis terharu.
Entah, bahkan yang tak dekat dengan Rissa pun kini ikut khawatir dengan ketua kelasnya itu. Walaupun mereka sudah tahu bahwa Rissa ternyata aman-aman saja.
"Rum? Lo gak apa-apa? Kok suaranya serek?"
Ditanya seperti itu, tangis Arum semakin menjadi-jadi. Ia rindu sahabatnya itu, ia rindu teman sebangkunya, ia merasa bersalah karena sudah membuat kesalahpahaman. Semua ini terjadi karena kejahilannya.
"Hiks, ma-maafin g-gue, hiks. Gue mungkin gak akan bisa maafin diri gue sendiri kalo lo beneran diculik atau dikubur hidup-hidup sama Rafa, hiks."
Mendengar itu, Rissa menyembur tawanya. "HAHAHAHA! Lo ngira gue dikubur hidup-hidup sama Rafa?"
Rafa membuka mulutnya terkejut. Bagaimana bisa teman sekelasnya mengira Rafa sesadis itu? Atau memang tampangnya itu cocok untuk jadi tukang gali kubur?
"Ya siapa tau kan karena lo nangis mulu atau ngerengek mulu ke Rafa, Rafa kesel, akhirnya dia ngubur lo hidup-hidup," Mellin menimpali.
Di sanalah mereka, akhirnya saling melepaskan tawa karena merasa tenang bahwa kesalahpahaman telah selesai. Rafa dan Rissa tertawa bersama menghadapi omelan serta lawakan dari sambungan telepon, dan teman sekelasnya yang tertawa bersama karena telah sia-sia mengkhawatirkan kedua insan yang tengah dimabuk cinta.
Seorang perempuan mundur perlahan, ia tak ingin merusak kebahagiaan orang-orang di sekitarnya. Mereka bahagia karena Rissa resmi berpacaran dengan Rafa. Dan mungkin, hanya dia seorang yang merasa tak terima dengan itu semua.
Walau begitu, ia tak bisa apa-apa, kan? 1 lawan 41 suara tak akan menang, kan?
BRAK.
Tapi, ternyata ia salah.
Iren salah untuk jalan mundur, karena ia malah menabrak pintu kelas dan membuatnya semakin terlihat memilukan.
Juga memalukan.
KAMU SEDANG MEMBACA
1 Kelas, 42 Rasa ✔️
HumorDi sinilah gue berada, dalam 1 kelas yang dipenuhi dengan 42 murid luar biasa. Dengan watak-watak yang selalu membuat gue menggelengkan kepala, tapi setidaknya mereka yang membuat masa putih abu-abu terasa indah. Mau tau rasa apa aja yang ada di ke...