"Apa kau sudah menemukan hal yang sekiranya bisa kau bagikan?"
Pertanyannya membuatku tersenyum lebar.
"Aku punya banyak pengalaman hari ini, dan mungkin itu berarti bagiku dan bagi yang lainnya."
"Bagus!" pujinya. "Jika kau mempunyai suatu karya sastra apapun kau bisa menghubungiku. Ayahku adalah pemimpin penerbitan Ufuk Pena," tawarnya.
Aku mengangguk dengan hati gembira. "Makasih... omong-omong namamu siapa? Sudah sejauh ini kita mengobrol, tapi, tapi kita belum mengenal secara resmi," tanyaku malum
"Ha? Iya.. aku baru ingat," candanya, dia menepuk jidatnya lalu nyengir.
"Namaku Dio Angga Bagaskara, panggil aku... terserah! Panggil aku Didi, Dio, Angga atau Kara," ocehnya.
"Kamu aneh," begitulah tanggapanku setelah aku mematung beberapa saat. Aku kaget saja kenapa dia bisa punya nama panggilan sebanyak itu.
"Soalnya temen TK ku memanggil ku Didi, temen SD ku memanggilku Dio, temen-temen ku yang sekarang manggil aku Angga. Tapi orang tuaku tetap memanggilku Kara."
"Hahahahahaha.... nama ku tak seruwet namamu. Nama ku Aimee Aniqoh. Cukup panggil aku Aimee, nanti aku pasti noleh!"
"Sepertinya kita perlu bertukar nomor hp," ucap anak laki-laki itu, yang bahkan aku masih bingung ia harus kupanggil apa.
Lalu sesaat kemudian dia menyebutkan beberapa digit angka yang langsung aku ketik di kontak hp ku. Dan aku balik, menyebutkan angka-angka nomorku.
Dia benar-benar anak ajaib! Karena dia tidak membawa hp atau apapun alat tulis dia memutuskan untuk menghafal nomorku, dan aku hanya menyebutkan 3× sampai ia lancar melafalkannya. Padahal bisa saja aku mengirim sms ke no nya. Tapi dia menolak.
Setelah berbasa-basi sebentar, aku langsung pulang. Ibu pasti menungguku di rumah. Apalagi ini sudah hampir jam 5.
Aku berjalan di antara cahaya senja. Indah dan hangat. Aku rasa kehidupan ini terasa sangat damai.
~bersambung.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sekelebat Hari
Short StoryHari ini adalah pertama kalinya aku menulis, kamu? Sapa yang kamu lakukan hari ini?