02. Berbohong (a) ♡

21.8K 1.4K 10
                                    

Semalam tidak bisa tidur tenang, paginya pun masih gelisah. Mungkin kejadian ini terkesan sepele, namun tidak bagi Vivi. Dia memang tidak ingin memperbesar masalah hanya karena jadwal makan malamnya ditunda, hanya saja ada yang ganjil.

Tidak pernah sekalipun Sam bersikap melanggar janji selama ini. Dia tidak mungkin berjanji kalau tahu kemungkinannya batal. Jadi pasti pertemuan kemarin ada kejadian tidak terduga, bukan?

Pemikirannya tidak tenang hingga sudah selesai berbenah diri. Atasan blus hijau muda, bawahan celana panjang. Setelah yakin cukup sopan, dia pergi ke rumah tantenya dengan menggunakan taksi.

Perumahan yang dia tinggali bersama Sam termasuk kawasan padat penduduk. Kebanyakan penghuninya pekerja sehingga cukup sepi saat jam-jam kerja seperti sekarang. Hanya ada anak-anak kecil yang berlarian dengan penjagaan suster mereka.

Vivi tersenyum saat melihat semua itu— membayangkan anaknya sendiri yang akan tumbuh besar. Tanpa terasa El sudah sudah bisa merangkak, hampir bisa bicara, sebentar lagi dia akan bisa berjalan dan berlari. Ia ingin pertumbuhan itu akan selalu diamati olehnya maupun Sam, kecuali kalau pria itu sedang ada masalah.

Jadi apakah pria bernama Harold itu membawa masalah? bagaimana jika dia menyuruh suaminya melakukan sesuatu yang buruk? terlebih Sam bekerja di perusahaan utama, apakah ada rahasia di antara mereka? atau dianya saja yang terlalu banyak pikiran?

Pemikiran buruk itu mengerak di otak Vivi sejak dia mengenal pria bernama Harold. Dia sampai baru sadar kalau sudah tiba di kediaman sang tante.

Setelah turun dari taksi, dia memperhatikan sekitar. Ia tak pernah suka kawasan rumah pinggir jalan raya , tidak baik untuk merawat seorang anak kecil. Makanya dia sedikit was-was saat menitipkan bayi disini. Walau dia percaya pada penjagaan tantenya. Hanya masalah waktu saja kalau El merangkak keluar rumah, melewati teras—halaman— lalu jalan raya.

"Pagi banget datangnya, Viv?" sapa seorang wanita yang membukakan pintu. Tubuh langsingnya masih terbungkus pakaian senam.

Vivi masuk ke dalam rumah. "Apa El rewel, Tante Via?"

"Pasti, tante kuwalahan sampai tengah malam untuk menidurkannya— beruntung sekali om kamu tidak di rumah, dia bisa nangis darah kalau dengerin anakmu jerit-jerit," sahut Tante Via itu sembari menyunggingkan senyuman. Dia memang hanya berniat bergurau saja.

Vivi menyesal. "Maaf, Tante, dia memang tidak terbiasa lepas dariku atau Sam."

Tante Via mengajaknya masuk ke ruang tengah. Dia tertawa pelan karena Vivi yang menganggap serius candaan barusan. "Tidak apa-apa, sesekali kamu memang harus menitipkannya agar bisa berduaan dengan suamimu. Bagaimana tadi malam? sukses? Sam memberimu apa? kalung berlian?"

Vivi tidak menjawab. Dia terdiam hingga duduk di atas sofa ruang tengah. Pandangan matanya tertuju pada layar televisi dinding yang menayangkan rekaman senam.

Tante Via sengaja mengecilkan volume rekaman itu. Ia duduk di samping Vivi, menatapnya lekat-lekat.

"Ada apa?" tanyanya penasaran.

Vivi berusaha tidak menunjukkan kekecewaan. "Nggak jadi, katanya Sam baru nanti sore pulang. Kami— jadwal ulang."

"Oh—" Tante Via mengerutkan dahi. "Tumben?"

"Entahlah, dia ada pertemuan— kerja." Vivi tidak yakin dengan jawabannya sendiri. Dia tidak tahu pertemuan apa yang dimaksud, tapi Sam bilang kerja— ya, pasti kerja'kan?

"Jangan kecewa begitu, baru juga sekali— Om kamu bahkan sering banget ingkar janji," ucap Tante Via membelai pundak keponakannya dengan lembut. Niatnya mungkin menenangkan, tapi perkataannya malah mengundang keprihatinan.

Husband's Secrets ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang