-Prolog-
Caca
"ya, aku tau, aku gak sebodoh itu"
Senyumnya mereda seiring derasnya hujan, kepalanya tertunduk dan haru memenuhi kepala kecilnya.
"kamu harus tau semuanya, itu baru berjuang!"
"buat apa? Kalau untuk terluka lagi" bulir tangis menyertai rintik hujan, dan kembali itu sulit baginya
"dasar bodoh, kamu seolah bertingkah bodoh demi dapetin dia!"
"Terkadang langkah berawal dari sebuah arti tawa,
yang kemudian hanya kau jadikan candu semata"
Bima
Angin menderu kencang melampaui gorden hitamnya, pelipisnya mengalir keringat yang tak dapat dihentikan, kapalanya berputar mencetak ingatan tentang kejadian yang baru ia alami.
"hosh..hosh..hosh. sialan mimpi buruk lagi" napasnya menderu beriring dengan angin, matanya melirik kearah jendela kamar, pendar bulan menenangkan hatinya, ia menangis lagi malam itu.
"kenapa lu bim? Sakit? Muka lu pucat amat kayak abis ketemu setan"
"iya setanya kan elu"
"dasar temen laknat"
raka merangkul bima menyusuri koridor kelas, menyelesaikan tahun awal mereka. Senyum bima memudar memandang lurus kedepan, menemukan senyuman yang mengubah harinya, dimana saat ia memandang senyuman itu, ia merasa senyuman itu tepat untuknya.
"caca, tahun awal juga, pinter and juara terus" goda raka
"anjay" tawa itu meledak bercampur dengan sejuknya udara pagi itu, hingga senyuman berbaur dibalik orang- orang asing yang menutupi.
"Disaat ku tahu apa arti merindu ,
disanalah ku mengerti rela tuk pergi"
****
KAMU SEDANG MEMBACA
MINE
RandomMengingat untuk kembali mengetahui hal yang telah lalu melampaui setiap detik dalam setiap genggaman angan tersenyum hanya untuk mengetahui kepelikan dunia bahagia tak selalu menghampiri disaat gundah hingga badai mengatakan bahwa ialah sang pembaw...