08 ; Poetry Effect (2)

197 67 303
                                    

Setelah membaca kembali puisi itu, Hae Soo memperhatikan Jisung lebih dari biasanya. Ingin memastikan apakah memang lelaki itu menyukainya atau tidak.

"Mau kemana?"

"Ke toilet." Jisung menunjuk keluar kelas. Hae Soo hanya menjawab 'oh' dan kembali mencatat.

Sebelum berlalu dari sana, Jisung menghampiri Hawon. "Ada apa dengan temanmu?" bisiknya pelan.

"Hae Soo?"

Jisung mengangguk. "Sejak tadi aku dilihati terus, sangat menakutkan. Apa aku punya hutang padanya?"

Hawon tergelak. Astaga manusia di depannya polos sekali, Hawon jadi bingung harus apa. "Tidak, kau tidak punya hutang. Kau ini laki-laki tapi-- ah sudahlah."

Jisung akhirnya pergi karena tidak mendapatkan jawaban atas sikap aneh Hae Soo. Sebelum kembali ke kelas, Jisung menyempatkan pergi ke kantin untuk membeli makanan. Hae Soo dan Hawon memang jarang keluar dari kelas. Jadi Jisung berinisiatif ingin membelikan sesuatu untuk mereka.

Jisung meletakkan cemilan di atas meja Hae Soo. Membuat sang empu meja yang sedang membaca novel kaget.

"Ige mwoya?" (Ini apa?)

"Semen." Jisung menjawab dengan nada serius. Setelahnya lelaki itu tertawa. "Ya makanan, begitu saja harus bertanya."

"Hawon." panggil Jisung.

Gadis yang sedang bercanda dengan Junho itu menoleh, "kenapa?" jawab Hawon.

"Makanlah cemilan dengan Hae Soo."

Hawon mendekat dengan cepat. Mulutnya dimajukan, "woaaahhh... Banyak sekali, Jisung."

"Aku tahu kalian makannya banyak." Jisung kembali duduk di tempatnya dan mendengarkan musik.

Hawon segera duduk di samping Hae Soo. "Lihat kan? Tidak mungkin dia tidak menyukaimu setelah apa yang dia lakukan untukmu." ucapnya pelan.

"Tapi cemilan ini untuk kita berdua, Won." elak Hae Soo. Dirinya tidak mau berharap lebih dan akhirnya menjadi sakit hati. Mending berpikir rasional, masa hanya karena makanan kau bisa menyimpulkan seseorang menyukaimu?

"Astaga." Hawon menatap Hae Soo tajam. "Kalau dia hanya memberimu, nanti aku akan curiga. Lalu terbongkarlah kalau dia menyukaimu. Itu bagus kalau kau juga memiliki rasa yang sama. Kalau tidak? Apa akhir yang bagus untuk Jisung? Tidak ada."

"Lalu aku harus bagaimana?"

"Tunggu, aku berpikir."

Hae Soo menggeram kesal. Hawon berpikir terlalu lama. "Sudahlah." Hae Soo bangkit dari tempat duduknya dan berjalan keluar.

Jisung yang melihat itu menatap Hawon dengan penasaran, "kenapa?" Hawon mengangkat bahu, tidak mungkin juga kan dirinya memberi tahu Jisung bahwa Hae Soo marah karena ketidakjelasan hubungan mereka berdua?

Hae Soo pergi ke taman yang terletak di belakang sekolah. Disana ada sebuah pohon besar, Hae Soo duduk dan bersandar di pohon tersebut. Angin sejuk menerpa wajahnya, sehingga tak sadar Hae Soo tertidur. Ketika kepalanya ingin terjatuh bahu seseorang menghentikannya. Jisung duduk di sebelah Hae Soo dan memperhatikan bagaimana gadis itu tertidur lelap.

"Cantik." lirih Jisung pelan. Jisung mengeluarkan headset miliknya dan memasangkan satu ke telinganya dan satunya lagi ke telinga Hae Soo.

Menyadari ada sesuatu memasuki pendengarannya, Hae Soo mengerjabkan mata. Gadis itu merasakan kepalanya berada di bahu seseorang dan dengan cepat mengangkat kepalanya. "Jisung?" Hae Soo masih membelalakkan mata, kaget.

"Kenapa kau disini?" Hae Soo merapihkan rambutnya, malu jika Jisung melihatnya berantakan seperti ini.

"Aku mengikutimu, takut kau melakukan sesuatu yang berbahaya. Kenapa daritadi kau terlihat kesal? Jelek tahu mukanya ditekuk seperti itu." Jisung mencubit pipi kanan Hae Soo.

Hae Soo mengusap pipinya yang tadi dicubit Jisung. Hatinya berdegup kencang, pasokan udara juga mendadak menipis jadi Hae Soo sulit untuk bernapas. Gila. Karena puisi itu, Hae Soo bertingkah gila seperti ini.

Jika saja Hawon tak menyuruhnya membaca ulang puisi tersebut dan tidak melontarkan kalimat aneh yang mengganggu kerja otaknya, Hae Soo tidak akan pernah berpikir Jisung menyukainya.

"Kau sakit? Hari ini kau banyak diam." Jisung kembali berbicara karena Hae Soo tak menanggapinya. "Hei." Lelaki itu menyentil kening Hae Soo.

"Aw." Hae Soo meringis, lamunannya buyar. "Sakit tahu."

"Kau tidak mendengarkanku kan?"

Hae Soo mengulum bibir lalu terkekeh setelahnya. "Hehe, aku tidak bisa fokus. Angin disini sejuk jadi ingin tidur lagi." Hae Soo terkejut tiba-tiba saja kepalanya ditarik dan ditaruh lagi di bahu Jisung.

"Tidurlah. Aku akan menjagamu."

Hae Soo menarik kepalanya tapi Jisung menahan dan mengusap kepala Hae Soo. "Sebentar lagi kelas masuk, istirahatlah dulu. Apa usapanku membuatmu mengantuk?"

Hae Soo berdehem sebagai jawaban. Jisung tersenyum mendengarnya. Setelah merasa Hae Soo tertidur, Jisung menghentikan usapannya. Lelaki itu meraih tangan kiri Hae Soo dan memasukkan jemarinya ke sela jemari Hae Soo.

"Aku ingin sekali melakukan ini denganmu." Jisung menggoyangkan jemari mereka yang bertautan.

"Kalau kau bangun aku tidak tahu apa aku bisa--"

"Jisung."

Lelaki itu dengan cepat melepas genggaman mereka namun ditahan oleh Hae Soo. Jisung membulatkan mata dan menatap Hae Soo. "Hae?"

"Biarkan seperti ini. Aku menyukainya." Hae Soo gugup dan malu setengah mati saat mengatakannya.

Jisung menarik dagu Hae Soo, memaksa gadis itu menatap ke arah matanya. "Hae Soo, aku... Aku suka padamu."

Hae Soo menahan senyumnya. "Nado." (Aku juga)

Jisung menatap Hae Soo tak percaya. "Jjinja?" (Benarkah?)

Hae Soo mengangguk pelan. Jisung tidak tahan melihat kegemasan gadis yang kini berstatus sebagai pacarnya.

"Kau imut sekali." ucap Jisung gemas.

Hae Soo memukul pundak Jisung lalu berlari meninggalkan Jisung sendirian di bawah pohon yang menjadi saksi kebahagiannya hari ini.

"Jadi kini aku berpacaran dengan Hae Soo kan?" Jisung memukul-mukul pohon di belakangnya. "Astaga ini seperti mimpi."

[Part 8✓]

I'm back yeorobundeul...🙂✊

Maaf ya kalo part ini cheesy, aku ga pernah cinta-cintaan soalnya 😳

Kritik dan sarannya aku tunggu ya🤗

Jangan lupa vote and comment!😍💜



[1] Stare Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang