Hae Soo menutup pintu asramanya. Gadis itu menghempaskan tubuh rampingnya dan menggulung diri dibalik selimut.
Seusai mendarat di Thailand, Hae Soo di antar ke asrama ini- asrama khusus pelajar Korea Selatan yang tinggal di Thailand -oleh kenalan Shi-Hyuk.
Shi-Hyuk memang mempertimbangkan segalanya dengan sempurna. Jarak antara asrama ke kampusnya tidak terlalu jauh, cukup sepuluh menit jika berjalan kaki. Di samping asrama juga ada minimarket yang akan memudahkan Hae Soo membeli kebutuhannya.
Untuk biaya, Hae Soo tidak perlu mengkhawatirkan apapun, Shi-Hyuk memberinya uang bulanan. Seperti yang lelaki itu katakan, semua biaya akan ditanggung oleh perusahaan.
Namun, Hae Soo tetap akan bekerja paruh waktu di sini. Biaya yang diberikan perusahaan akan ditabungnya untuk hal yang lebih penting.
Hae Soo terbangun jam empat dini hari untuk menyetrika seragamnya. Pagi ini Hae Soo akan pergi ke kampus untuk memulai pendidikannya. Gadis itu memang sengaja bangun lebih awal karena takut terlambat di hari pertama.
Hae Soo mengambil gantungan baju dan menggantung pakaiannya di belakang pintu. Kamarnya sudah rapih sejak dua hari yang lalu, beruntung kamarnya tidak terlalu besar jadi mudah untuk dibersihkan.
"Sudah jam lima? Aku harus segera mandi," ucap Hae Soo panik. Tangannya menyambar handuk dan berlari keluar dari kamarnya untuk pergi ke kamar mandi.
Beruntung tidak ada antrian di depan kamar mandi. Ketua asrama di lantai tiga- lantai yang ditempati Hae Soo -berkata, "bangunlah sejam lebih awal jika ingin berangkat pagi. Karena telat sedikit saja, kau harus menunggu cukup lama."
Hae Soo terduduk di depan minimarket untuk memakan sarapannya. Ini hari kelima Hae Soo tinggal di negara orang dan semuanya masih terasa asing.
Hae Soo kesulitan untuk berbicara dengan penduduk di sini karena gadis itu sama sekali tidak tahu bahasa Thailand.
"Sawadikap."
Kecuali yang satu itu. Hae Soo menjawab sapaan bibi yang tinggal dekat asrama, bibi Lisa namanya. Bibi itu baik sekali dan perhatian kepada Hae Soo.
Meski mereka berdua dibatasi oleh bahasa, nyatanya mereka tetap bisa berkomunikasi satu sama lain menggunakan bahasa tubuh.
Setelah menghabiskan nasi gorengnya, Hae Soo bangkit dan berjalan menuju kampusnya. Di tengah jalan, Hae Soo bertemu teman asramanya.
"Eh, kau masuk pagi juga?" tanya Sindy.
Melihat Hae Soo mengangguk, Sindy mengajak Hae Soo untuk pergi bersama. "Kau pasti akan kesulitan berbicara dengan mereka nantinya."
"Itu juga yang aku khawatirkan. Kalau kau bagaimana?"
"Awalnya aku merasa seperti orang bodoh karena tidak mengerti apa yang mereka bicarakan. Makanya sedikit demi sedikit aku belajar bahasa Thailand. Walaupun aku belum menguasai sepenuhnya, aku mulai paham dan bisa ikut menimpali percakapan mereka. Terkadang aku tidak tahu apa artinya, tapi aku mengetahui makna dari ucapan mereka. Ya, itulah pengalamanku semoga bisa membantu."
"Semoga saja. Terimakasih ya, Sin."
"Sama-sama kalau butuh bantuan ku, kau bisa bilang padaku. Sesama orang Korea harus membantu, bukan?"
Hae Soo tertawa. "Baiklah akan kuingat perkataanmu."
Mereka berhenti di lapangan, tujuan keduanya berbeda. "Fakultasku ada di sana. Sampai jumpa!"
Sindy pergi ke arah kiri sedangkan Hae Soo tetap lurus hingga menemukan kerumunan mahasiswa baru.
•••••
KAMU SEDANG MEMBACA
[1] Stare
Fanfiction[ON-GOING] Hae Soo tak menyangka hidupnya akan serumit ini. Setelah berhubungan dengan Kim Jungkook vocalis utama sekaligus maknae Bangtan Boys. Hae Soo juga harus berurusan dengan Han Sehun. Sekuat apapun Hae Soo ingin lepas dari mereka, Jungkook...