02 | Bye

108 48 22
                                    

Pria berjubah itu kini telah menghadap dengan sempurna ke Olivia. Dia tidak melakukan apa-apa, hanya menatap Olivia dalam diam. Oliviapun diam bergeming, ia benar-benar tidak tahu harus melakukan apa saat ini.

Feeling good.. like i should🎵

Suara hp memecahkan keheningan diantara mereka. Olivia tersadar, dan ia segera merogoh hp-nya yang berbunyi didalam tas, sambil sesekali memastikan gerak-gerik pria didepannya, namun nihil pria itu tetap diam.

Olivia mengambil hp-nya, tertera dilayar ponselnya "mom", dia cukup lega padahal nyawanya bisa melayang kapan saja. Olivia memejamkan matanya sejenak, mengambil nafas dan memberanikan diri mengangkat telepon dari ibunya.

"Ya ma?.. ohh aku udah didekat rumah. Ba.. baiklah", melihat tak adanya pergerakan dari pria itu, Olivia memustuskan untuk pergi dari tempat ini.

Dia mulai melangkah mundur dan tetap melanjutkan pembicaraan dengan ibunya. Tentu saja, dalam hati ia berdoa agar pria itu tak mengejarnya.

Ia berlari sekencang mungkin meninggalkan pria itu yang menyunggingkan senyum dibalik maskernya, melihat punggung Olivia yang mulai samar-samar menghilang.

Apa yang kalian harapkan dari senyuman seorang pembunuh? Tentu saja itu senyuman kesenangan melihat mangsanya yang berlari ketakutan.

***

Kritt.. Kritt..

Suara kasur yang sejak semalam tak berhenti berbunyi sangat menunjukkan bahwa sang empunya tidak bisa tidur dengan nyenyak.

Well, siapa yang akan bisa tidur setelah melihat pembunuhan di depan matanya, dan bahkan pembunuh itupun melihat wajahnya. Sial. Ada sedikit penyesalan dalam dirinya karena semalam tidak segera melaporkan apa yang ia lihat pada polisi maupun pada orangtuanya.

"Bodoh banget kenapa gak langsung lapor polisi sih Oliv, tapi.. percuma juga toh perempuan itukan juga udah mati?" ucapnya tanpa sadar. Tunggu.. kenapa Olivia berkata begitu?

Olivia mengacak rambutnya kasar, dia sangat pusing dan ketakutan. Bagaimana jika pembunuh itu mengikutinya sampai ke rumah? Atau bagaimana jika pembunuh itu menunggunya di luar rumah dan siap kapan saja untuk membunuhnya.

Membayangkannya saja membuat Olivia ingin menenggelamkan dirinya di kasur untuk seumur hidupnya.

"Sayang.. kamu gak sarapan?" suara ibunya menyadarkannya, Olivia menuju pintu kamarnya untuk menemui ibunya.

"Iya maa, sebentar lagi aku turun" balasnya, tersenyum manis pada ibunya.

Setelah mencuci muka dan sedikit merapikan dirinya yang kacau. Kaki mungil Olivia sedikit terburu-buru melangkah menuruni tangga rumahnya untuk segera menyantap sarapannya karna ia sangat lapar.

"....tak bernyawa di Kawasan Amlapura.. Kini polisi sedang melakukan penyelidikan lebih lanjut...." , langkah Olivia terhenti. Sayup-sayup ia mendengar suara TV. Seketika tubuhnya kaku, ini tidak mungkin kejadian yang semalam kan?

Olivia mengurungkan niatnya untuk sarapan, ia berlari kembali menuju kamarnya.

Tangan Olivia mulai mengetik beberapa kata di telepon genggamnya, ia ingin lebih tau mengenai berita yang baru saja ia lihat. Mulutnya bergumam membaca headline berita yang itu.

RINTIKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang