Olivia P.O.V
Siang yang cerah ini aku memutuskan untuk mengunjungi toko buku terlebih dahulu walau hanya membaca beberapa buku atau sekedar menumpang menyejukkan badan dan pikiran.
Dan sekarang aku sedang sibuk mencari-cari buku itu. Buku yang tak bosan aku rekomendasikan kepada siapapun termasuk Brian dan Sabrina.
Ah itu dia.
Pria yang sempat aku lihat tadi datang menghampiriku karena suara bodohku yang keluar dengan lantang.
Wajah kaku dan keras dengan bekas luka sayatan di pelipis kirinya, belum lagi tatapannya yang amat mengintimidasi membuat bahuku bergidik ngeri. Tapi itu semua tertepis dengan wajahnya yang terbilang cukup tampan.
Setelah menyampaikan kata-kata yang membuatku bingung dia pergi begitu saja. Apa-apaan! Punggungnya mulai bergerak menjauh. Punggung yang tegap dan kokoh tapi aku merasa ia sangat rapuh. Aneh.
Ting.
Suara handphone yang sedari tadi berbunyi menyadarkanku dari lamunan bodohku. Aku langsung saja meraih handphone yang berada disaku sweater, jari-jariku kemudian bergerak membuat pola dilayar handphoneku.
Keluarga Brian (3)
Sabrina
Oliv, where r u beb?
P
P
PBrian
(Mengirim foto)
Aku keburu nambah lagi nih!Ah! Tanpa sadar aku menepuk jidat pelan. Astaga aku lupa ada janji dengan kedua makhluk astral ini. Aku segera membalas chat mereka, tentu saja meyakinkan mereka bahwa aku sudah otw. Kata-kata pamungkas rakyat +62 disaat terdesak. Akupun bergegas beranjak pergi dan meletakkan kembali buku yang diberi pria yang entah siapa namanya itu.
Sebelum pergi sepertinya membeli satu atau dua buku tak masalah, tanpa babibu aku mengambil buku yang aku lihat judulnya menarik perhatianku. Akupun menuju kasir setelah mendapatkan beberapa buku tersebut.
Bug. Pantatku mendarat dengan mulus kelantai.
"Aww, sorry gue lagi buru-buru." Ujarku segera mengambil buku-buku yang berserakan.
"F*ck sial... eh Olivia? Haha iya gapapa kok. Kamu gapapakan? Gak ada yang lukakan?" sahut suara yang nada nya mulai merendah itu. Menurutku.
"Loh Kinan? Maaf ya gue lagi buru-buru. Kalau gitu gue duluan ya. Sekali lagi sorry" ujarku seraya beranjak meninggalkannya.
Kinan adalah teman kelasku. Dia cukup populer disekolah sebagai si tukang bully. Aku cukup kaget seorang Kinan mengunjungi toko buku. Tapi yang pasti Brian selalu melarangku untuk dekat dengannya. Katanya takut dia kalah saing soalnya aku lebih galak. Dasar Brian.
***
Nafasku berpacu menaiki tangga cafe ini. Hah pasti mereka sudah bersiap-siap mengeluarkan kata-kata mutiaranya.
Oke ini anak tangga terakhir. Mataku mulai mencari mereka. Disudut kanan rooftop cafe terlihat Sabrina melambaikan tangannya kearahku.
"Sorry guys telat". Ini adalah kata maaf kesekian kalinya yang aku ucapkan hari ini.
Brian memasang tampang cemberutnya. Bibir maju dan matanya memandangku kesal. Membuat terkekeh pelan. Dia selalu saja jago akting.
"Ih Bray, sorry ya. Es o er er ye. Ntar gue contekin pr mtk buat besok deh" bujukku sembari duduk disebelahnya.
"Nih anak lebay banget. Tadi aja dia yang nyuruh aku sabar nungguin kamu liv. Gue tabok lu ye bray!"
"Haha iya iya. Aku ngerti kok kamu kalau udah ke Senja suka lupa waktu" ujar Brian sambil mengacak rambutku.
"Resek banget sih!" Aku melayangkan pukulan ringan pada Brian karena telah mengacak rambutku. Sabrina hanya tertawa melihat kami yang selalu tidak pernah akur ini.
"Mbak. Cheese cake sama caramel macchiatonya satu ya" ujarku pada pelayan yang baru saja lewat.
Aku menatap langit. Suasana di rooftop cafe ini selalu terasa nyaman. Tapi langit tampak tak seperti biasanya, bewarna keabuan. Sepertinya akan turun hujan lebat.
Tak berselang lama pesananku datang. Kami terlalu asik mengobrol. Menceritakan segala hal sembari aku menyeruput minumanku, tak lupa aku juga menceritakan tentang saat aku bertemu Kinan tadi yang disambut dengan kultum singkat dari Brian agar aku menghindari Kinan.
Tes. tes.
Rintik air mulai turun bersamaan dengan langit yang telah gelap. Bukan hanya karna hujan. Kami sampai lupa waktu, hari sudah menunjukkan pukul setengah 9 malam.
"Waduh hujan, ayo buruan masuk kedalam! Misbar! Misbar!" Ujar Brian panik saat rintik hujan mulai berjatuhan dengan tempo cepat. Resiko nongkrong di rooftop. Gerimis bubar.
Dan benar saja, sesampainya kami dibagian cafe yang tertutup atap, hujan turun dengan derasnya. Beberapa orang tampak akan segera pergi meninggalkan cafe, dan beberapa lagi memilih menetap untuk menikmati suasana hujan saat ini.
Kami menjadi tim yang pulang ke rumah. Kami berlarian menuju parkiran mobil yang tak jauh dari pintu cafe. Sampainya dimobil, Brian langsung melajukan mobilnya.
Hujan. Aku jadi teringat pria tadi. Ternyata dia benar. Pria aneh di toko buku Senja tadi menebak dengan benar. Lucu, aku bahkan tadi tidak percaya.
KAMU SEDANG MEMBACA
RINTIK
RomanceHanya seorang gadis biasa yang menjalani hari-harinya seperti siswi SMA pada umumnya. Namun semua berubah sejak rintik hujan jatuh dimalam itu. Tanpa dia sadar, dia memiliki sebuah rahasia yang telah terkubur lama. Apakah ini akan menjadi kisah roma...