Bagian 3

23 3 0
                                        

Nama lengkap : Rahmadina Mecca A

Akun wp : RahmadinaMecca

"Apa susahnya sih? Kita mencintai diri sendiri? Ah, iya, aku ingat. Mungkin sebagian orang tidak mencintai diri sendiri karena terobsesi dengan sesuatu."

°×•

Apakah ada, orang yang tidak mencintai dirinya sendiri? Ataukah, benci dengan diri kita sendiri, karena kita menganggap apa yang ada di dalam diri kita itu  tidak berguna?

Mungkin ada, salah satunya Kyla, atau Akyla Zevanya. Gadis yang merasa dirinya tak berguna sama sekali. Gadis yang merasa bahwa dirinya hanya akan membawa kesialan pada orang-orang sekitar.

Teman-teman sekelasnya berpikir, bahwa Kyla adalah gadis yang sangat terobsesi dengan nilai dan ranking. Ya, memang benar apa adanya. Ia terobsesi dengan hal itu karena ia hanya ingin, ia ingin seperti Sania, teman di kelasnya yang selalu mendapatkan perhatian dan pujian dari guru.

Ia merasa bahwa ia hanya dipandang sebelah mata oleh para guru. Ia merasa bahwa usahanya untuk mendapatkan nilai yang terbaik pun, tidak berguna.

Padahal, mungkin saja itu hanyalah perasaannya saja.

Hampir siang dan malam, Kyla gunakan untuk belajar dan belajar. Ia hanya ingin berada diposisi Sania.

Cairan kental berwarna merah pekat, kini mengucur dari hidungnya.

"Yaampun, Kyla!" seruan seseorang berhasil ia tangkap lewat indra pendengarannya.

Orang itu bergegas menyuruh Kyla untuk segera ke kamar mandi.

"Aku nggak papa Sha, kamu tenang aja."

Mata Sasha melotot. "Tenang?! Kamu udah setiap hari kayak gini, masih aja bilang nggak papa."

"Aku emang nggak papa."

Bola mata Sasha berotasi. "Terserah. Kamu nhgak jenuh gitu, belajar terus?"

Kyla menggeleng. "Aku, nggak berguna ya, Sha?" Kyla menatap Sasha dengan tatapan sayu.

Sasha berdecak. "Nggak berguna dari mananya? Buktinya, kamu hebat di bidang melukis. Iya, nggak?"

Kyla menggeleng. "Tetep aja, aku tuh orang yang nggak berguna. Aku cuman bawa kesialan buat mereka."

Sasha menggeleng. "Kyl, dengerin dulu."

"Nggak Sasha, mending sekarang kamu diem dulu. Aku mau belajar." Kyla menatap Sasha disertai senyuman tipis.

Sasha hanya bisa pasrah dengan Kyla yang terus menerus menganggap dirinya 'tak berguna'

Hampir setiap hari Kyla terus berdiam di tempatnya. Dan hampir setiap hari Kyla belajar.

Ingin bisa seperti Sania, itu adalah keinginan terbesarnya. Berkali-kali ia hiraukan ucapan Sasha yang menyuruhnya untuk berhenti sejenak dalam belajar.

Keinginannya sudah bulat, dan tak dapat diganggu gugat.

Dari kejauhan, Sasha memandang Kyla yang masih terus menerus belajar tanpa henti. Seolah-olah ada orang yang menyuruhnya untuk terus belajar.

Perlahan ia berjalan, mendekati Kyla.

"Kyl," panggil Sasha yang tak membuat Kyla menoleh sedikit pun.

"Kamu yakin, kalau itu adalah mimpi kamu?"

Kyla mengangguk, kemudian melanjutkan belajarnya.

"Tapi aku rasa, itu bukan mimpi, melainkan obsesi."

Tangan Kyla yang tadinya mencatat, kini berhenti. Matanya menatap Sasha, tak mengerti apa yang temannya itu katakan.

"Kyl, obsesi itu gak akan buat kamu berhasil. Kamu hanya membuat diri kamu sendiri stres dengan obsesi yang kamu anggap mimpi."

Kyla masih terdiam.

"Kyl, setiap orang mempunyai kelebihannya masing-masing. Jadi, stop untuk meniru orang lain. Meniru orang lain itu, memang boleh. Asalkan kamu tahu mana batasannya. Ingat, masih banyak orang yang menginginkan untuk berada diposisi kamu."

Sasha menatap Kyla intens. "So, love yourself Kyla, love yourself."

Lembar Kisah✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang