[IKUTI AKUN PENULIS, BARU BOLEH BACA!]
|NEW VERSION| TEEN FICTION|
"Bukannya lu suka gue?" tanya Julyan sambil mempererat pegangannya pada Nesa.
"Itu dulu, sekarang udah nggak! Gue juga udah punya pacar,"
"Tapi lu masih ada perasaan kan sama gue?" p...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
CHAPTER| 10
Esok harinya.
Julyan, Danel dan Martin akhirnya bersama lagi di sekolah. Semua orang turut senang melihat salah satu murid tampan bisa hadir lagi. Dan Moni hanya memutar mata malas menyaksikan tiga cowok itu dari kejauhan. Moni justru bergidik jijik melihat bagaimana reaksi orang-orang sekitarnya.
Masalah Julyan dan Martin kemarin, mereka berdua nampak saling melupakan apa yang mereka bahas. Meski begitu, Julyan tetap mengingat ucapan tegas yang dilontarkan Martin.
"Moni kayaknya mau nyapa lu, tuh!" Kata Danel sambil menunjukkan keberadaan Moni pada Martin.
"Nggak, ah! Dia galak, yang ada gue dicakar sebelum ngomong," ucap Martin.
Julyan dan Danel tertawa mendengarnya.
"Disapa aja, Mar! Dia itu teman kita dari SMP. Nanti lu dicap sombong sama Moni, dikeluarin lu dari sekolah ini." Ucap Julyan, bercanda.
Tentunya, Martin sudah tahu bahwa SMA ini adalah milik kakek dari Moni Puti Adiratna.
Martin berdecak, "Yaudah, gue samperin dia dulu. Kalian duluan aja ke kelasnya."
Julyan dan Danel pun paham. Sepertinya Martin hanya ingin berbicara berdua dengan Moni saja.
Setelah kedua sahabatnya pergi, Martin berjalan ke arah Moni berada. Moni nampak bingung melihat dirinya mendekat ke arahnya.
"Ngapain lo?!" Ketus Moni.
"Mau bilang, 'Hai' kepada mantan teman SMP," jelas Martin.
"Nggak waras lo!"
"Yaudah, titip salam buat sahabat lu"
"Dih, ngapain coba?!"
"Karna terakhir gue ketemu sama Nesa, dia udah bikin gue tiduran di aspal"
"Hah? Maksud lo?"
"Oh, Nesa nggak cerita? Seperti yang gue duga, Nesa bukan lagi Nesa yang kita kenal waktu SMP,"
----
Tok tok tok
"Maaf, pak Wawan. Saya terlambat," Nesa menunduk sejenak sebelum melangkah masuk ke dalam kelas. Guru yang sedang menulis dipapan tulis itu hanya memberi tatapan jengah kepada Nesa.
