Mungkin semesta memang tidak menyukai rasaku yang tumbuh untukmu. Maka dari itu kita diberi jarak hingga aku sadar, apa yang pernah kita janjikan harus bisa menepati bagaimanapun caranya.
🌈
Entah sudah keberapa kalinya Jiwa mengetuk pintu rumah Juang. Namun tetap tidak ada yang membuka pintu. Memang Jiwa hanya beberapa kali datang kesini, itupun hanya sampai di tempat Pak Satpam. Anehnya, sedari tadi Jiwa sampai, Pak Satpam juga tidak ada. Jiwa yang mulai lelah bersuara kini mendaratkan pantatnya di kursi depan rumah Juang.
Mungkin emang lagi nggak ada orang.
Jiwa berniat untuk pulang saja, namun saat ia hendak beranjak pergi motor Pak Satpam terlihat memasuki pekarangan rumah Juang. Dengan segera, Jiwa berlari menuju pos satpam yang ada didepan rumah Juang.
"Pak!" Panggil Jiwa dengan nafas sedikit terengah karena halaman rumah Juang yang sangat luas membuatnya harus mengeluarkan tenaga larinya.
"Kamu–"
"Jiwa, Pak. Bapak ingat kan sama saya?"
Bapak itu hanya mengangguk-anggukkan kepalanya. Sedetik kemudian Pak Herman, menoleh ke arah Jiwa, "Kamu Jiwa yang dulu pernah ikut aden ke sini kan?"
Jiwa mengangguk sebagai jawaban, "Maaf pak, saya kesini mau cari Juang. Tapi daritadi saya panggil-panggil nggak ada yang nyaut."
"Anaknya Pak Heksa yang kedua lagi dirawat di rumah sakit, kalau nggak salah udah semingguan mereka menginap di rumah sakit."
"Yang kedua?"
"Iya, yasudah kamu sekarang mau kemana? Sok atuh kalau mau masuk."
"Saya pamit aja, Pak. Makasih ya," pamit Jiwa lalu beranjak dari tempat Pak Herman.
Bodoh. Kenapa nggak tanya rumah sakitnya sih! Kan jadi sia-sia gue kesini!
Kayak kenal sama motornya.
Siapa ya? Nggak asing banget.
Kok masuk rumahnya Juang?
Baru saja Jiwa hendak kembali ke rumah Juang, namun seseorang memanggil namanya dengan sangat lantang.
"JIWA!"
Dengan nafas yang masih terengah, Ayra melontarkan beberapa pertanyaan pada Jiwa, "Jih..wa loh kok bih..sa ada dih.. sini? Loh.. mah mau keh.. kemana?"
"Atur nafas dulu baru tanya."
Ayra mengangguk lalu mengambil oksigen beberapa kali untuk mengatur nafasnya.
"Oke, udah. Lo kok ada disini? Mau kemana? Lo jalan kaki? Rumah lo di sekitar sini dong?"
"Iya, di gang sebelah. Kenapa?"
"Nggak papa! Gue duluan ya! See you Jiwakuuuh!" Ucap Ayra yang hendak pergi. Namun ditahan oleh Jiwa.
"Mau kemana?" tanya Jiwa to the point.
"Ke rumah itu. Gue duluan ya! See you!" Pamit Ayra lalu meninggalkan Jiwa.
Jiwa menautkan alisnya, rumah itu mana yang dimaksud Ayra?
Yaudahlah, ngapain juga gue mikirin Ayra.
Jiwa melanjutkan langkahnya untuk pulang. Berlama-lama disini hanya akan menambah pikirannya. Namun langkahnya kembali terhenti ketika mobil Aplhard berwarna putih memasuki perumahan. Sekilas seseorang dalam mobil itu menatap Jiwa, lalu dengan cepat ia memalingkan wajahnya dan menutup kaca mobilnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Aksara Jiwa
Teen FictionSebaik apapun pembelaan Jiwa tentang perasannya pada Juang, tetap saja diantara persahabatan laki-laki dan perempuan tak mungkin tidak memiliki rasa, bukan? Namun, apakah perasaan Jiwa tetap sama ketika Juang mulai berbeda dari Juang yang ia kenal...