AB | 05

39.6K 2.4K 12
                                    

Selamat Membaca!

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Selamat Membaca!


Selesai sarapan bersama, semua keluarga Petrov memilih berkumpul di lantai tiga, ruang keluarga khusus dengan fasilitas lengkap. Ruangan di lantai ini dibedakan menjadi dua bagian. Paling kanan, dipakai oleh para tetua yang berkumpul untuk membahas pekerjaan masing-masing. Sementara sayap kiri, ruang santai dengan layar televisi yang besar. Di sini para generasi muda berkumpul, terutama Ara atas paksaan Zander.

Weekend memang memiliki rutinitas sendiri dalam keluarga ini. Di mana tidak ada yang boleh bekerja atau keluar mansion. Hari yang harus dimanfaatkan sepenuhnya untuk keluarga. Adat lama yang sangat mereka pertahankan.

"Jadi, Ara di Indonesia kuliah?" tanya David yang menatap Ara penuh minat.

Ara yang duduk diampit Aron dan Zander menggeleng. "Lulus SMA, Ara kerja jadi pelayan di kafe temen, Kak."

"Kenapa tidak melanjutkan pendidikan?"

Ara menggigit bibirnya dalam. Dulu, lulus SMA saja dia sudah bersyukur. Hidupnya dengan sang ibu tidak bisa dikatakan mewah, bahkan pas-pasan. Bisa mendapatkan ijazah saja, Ara sangat beruntung hingga bisa melamar kerja meski sebagai pelayan.

Dia tidak memiliki impian untuk melanjutkan perkuliahan. Setidaknya dulu, saat hidupnya hanya berpikir tentang cara mengumpulkan uang. Dia bahkan lupa apa cita-citanya saat itu. Ara hanya tahu bahwa dia harus berkerja untuk melangsungkan hidup bersama sang ibu.

Aron yang menyadari keterdiaman Ara menepuk bahu perempuan itu dengan pelan. Dia melemparkan senyum tipis untuk menenangkan sang adik.

"Kamu tidak ingin kuliah? Umurmu masih 20, 'kan?"

"Iya. Masih 20, Kak," jawab Ara pelan, "tapi kalo kuliah ... Ara belum punya uang buat bayarnya nanti," lanjutnya polos.

Ketiga lelaki di dekatnya hampir tertawa mendengar penuturan polosnya, kecuali Xander yang sejak tadi memilih fokus pada layar tab-nya. Meski tak elak, kedua telinganya turut mendengar percakapan saudaranya.

Zander mengusap bahu sang adik untuk menarik perhatiannya. Dan saat Ara sudah menatapnya, Zander memberikan tatapan lembut. "Memangnya kamu mau kuliah jurusan apa?"

Semua orang di sana diam. Menunggu jawaban Ara yang tampak berpikir dengan tatapan yang bergerak liar. Kedua tangannya bahkan saling meremas, pertanda bingung.

"Fashion?" tanya Ara tak yakin.

"Kamu suka fashion?" Aron bertanya balik.

Dengan pelan, Ara menggelengkan kepalanya. Hal yang membuat Zander gemas dan mengacak-acak rambut sang adik.

"Jangan, Kak. Rambut Ara berantakan," cicitnya pelan.

Zander tertawa renyah mendengarkan nada merajuk sekaligus takut yang Ara keluarkan. "Kalo tidak suka fashion, ya jangan masuk ke sana."

Adorable Brother (PINDAH KE DREAME)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang