6. Whose Fault?

51 2 0
                                    

May Arella 13 tahun…
“… Putriku Hanny sekarang bersekolah di Jerman, lho. Ia mendapat beasiswa dari Uniersitas ternama di sana. Untunglah Hanny memiliki otak yang encer seperti papinya. Kami jadi tidak perlu membayar biaya apapun,” ujar tante Miranda –adik pertama papa May– dengan nada sombong yang sayup-sayup terdengar oleh May dari arah dapur.

Seperti tidak mau kalah sebuah suara turut menimpali perkataan tante Miranda, yang May kenali sebagai suara tante Gina –istri kakak pertama papa May–. “Niko juga sekarang sudah sukses, setiap bulan ia diberikan mobil gratis dari perusahaannya yang sekarang dan tahun lalu Ranna bulan lalu dipromosikan oleh bosnya menjadi kepala cabang di Sumatra.”

May yang mendengar percakapan itu mendesah jengah. Ia benci sekali momen-momen seperti ini. Saat pertemuan keluarganya dengan saudara-saudara dari pihak papanya. Seperti yang baru saja ia dengar, para tantenya akan langsung berlomba-lomba ‘memamerkan’ anak-anak mereka seakan hanya anak merekalah yang terbaik.

Hal itu mau tidak mau membuat mama tersentil gengsinya dan juga turut berusaha membanggakan putri-putrinya yang tentunya akan lebih banyak bercerita tentang Vianny, kakak May. Viany yang cemerlang di setiap pelajarannya, Vianny yang menjadi ketua OSIS, Vianny yang memenangkan kejuaraan cerdas cermat, Vianny yang mengikuti lomba matematika tingkat provinsi serta berbagai hal lain yang membuat mama merasa anaknya tidak kalah dibanding anak-anak dari saudara suaminya.

Lama kelamaan perkataan mama itu membuat dirinya sendiri percaya bahwa putri sulungnya memang sangat cemerlang dan memiliki masa depan cerah. Mama yang selalu memiliki agenda untuk membanggakan Vianny di depan para saudara suaminya itu menjadi buta akan figur yang ia ciptakan mengenai Vianny dan menutup mata pada minat dan bakat yang Vianny sukai seperti bernyanyi dan menari. Karena menurut mama, belajar menyanyi dan menari tidak dapat dibanggakan seperti saat mama membanggakan kesuksesan akademik Vianny.

Di lain pihak, papa juga memiliki harapan besar yang sama kepada Vianny yang suatu hari ia harapkan akan mewarisi usaha serta kejayaannya di perusahaan yang ia bangun sejak muda. Perusahaan yang selalu papa bangga-banggakan di depan saudara-saudaranya serta Vianny yang begitu cemerlang serta ia harapkan untuk mewarisi perusahaannya itu nanti.

May merasa bingung setiap kali acara kumpul keluarga, topik yang dibahas diantara kedua orangtuanya selalu sama. Ketika para wanita membicarakan dan memamerkan kekayaan serta menyombongkan kehebatan anak-anak mereka, para pria akan selalu beradu argument tentang perusahaan siapa yang paling sukses dan paling berhasil serta membanggakan penerus yang mereka harapkan. Tidakkah mereka bosan dengan membicarakan topik yang sama setiap kali bertemu? Mengapa para wanita tidak membicarakan mengenai gossip terbaru saja mengenai artis-artis ataupun tempat makan keluarga yang enak, atau berbagi resep mereka di dapur? dan mengapa para pria tidak membicarakan mengenai tips dan trik mereka agar berhasil dalam membangun perusahaan bukan saling mengadu hebat? May tidak dapat mengerti apa yang sebenarnya ada di pikiran para orang dewasa. Mengapa mereka terkesan senang menjatuhkan dan menyakiti satu sama lain meski mereka adalah saudara.

Pada akhirnya, semua hasil pembicaraan saat petemuan keluarga –yang seharusnya membawa kegembiraan– ahirnya malah membuat para anak menerima imbas dari kesombongan dan kangkuhan kedua orangtua mereka. Dalam kasus keluarga May, Vianny dan dirinya akan semakin dipaksa belajar dan hanya memiliki sedikit waktu bersenang-senang untuk memuaskan hasrat kedua orangtua mereka. Agar ketika pertemuan keluarga berikutnya, mama dan papa dapat membanggakan Viany dan sedikit mengenai May kepada saudara-saudara papa.

May yang saat itu masih berusia 13 tahun tidak mengerti penderitaan yang Vianny alami. May hanya dapat merasakan kecemburuan yang amat sangat setiap kali Vianny dibangga-banggakan oleh mama dan papa, setiap mama dan papa membandingkan dirinya dengan kakaknya ketika nilai ujiannya jelek atau ketika ia tidak mendapat peringkat yang tinggi di sekolah. May selalu merasa seperti anak yang tidak diharapkan di keluarga. May selalu merasa dirinya salah dilahirkan bahkan mungkin tidak seharusnya dilahirkan. May selalu merasa keluarganya akan lebih bahagia jika hanya ada Vianny saja sebagai anak dari mama dan papa.

KliseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang