3. Wrong Decision?

55 3 2
                                    

May Arella 16 tahun, bulan Mei..

May membuka matanya dengan ketakutan. Tangannya memegang dadanya. Jantungnya berdebar keras. Keringat dingin mengucur dari dahi dan punggungnya. Udara di kamarnya yang seharusnya dingin tiba-tiba menjadi panas. Tangan May dengan segera meraba-raba meja kecil di pinggir kasurnya dan menyalakan lampu tidurnya. Cahaya kuning remang memenuhi sekitarnya yang tadinya gelap. Jam di handphonenya baru menunjukkan pukul 3 subuh.

May duduk dan meminum beberapa teguk air putih dari botol air yang selalu ia sediakan di samping kasurnya sambil masih berusaha memenangkan debar jantungnya yang tidak beraturan. Mimpi apa ia barusan? May menopangkan kepalanya ke telapak tangannya. Kepalanya berdenyut-denyut karena debar jantungnya yang belum juga kembali stabil.

Samar-samar May dapat mengingat api di sekelilingnya. Api yang perlahan menjilat kakinya kemudian naik dan membakar seluruh tubuhnya. Ia dapat melihat seluruh sahabatnya, gurunya dan keluarganya samar-samar di sekeliling tubuhnya yang sedang terbakar. 

Mengapa mereka tidak menolongnya? Mengapa sahabat-sahabatnya hanya menatapnya ngeri dan tidak berani mendekat? Panas itu masih terasa sakit di tubuhnya. 

Mengapa ia harus bermimpi tidak enak seperti itu diawal bulan Mei yang seharusnya menjadi bulan paling membahagiakan baginya dalam 1 tahun. Semoga mimpinya ini tidak menjadi pertanda buruk baginya. Setelah debar jantungnya lebih tenang, May meneguk air putih lagi dan kembali berbaring dan mencoba untuk tidur kembali.

Dalam tidurnya yang kedua, May kembali bermimpi. Ia tenggelam di dalam sebuah danau yang dalam dan telah kehabisan nafas. May telah mencoba segala cara untuk kembali menuju permukaan, namun seperti ada yang terus menariknya ke bawah ia tidak dapat naik ke permukaan. Dadanya begitu sesak paru-parumnya sakit seperti akan meledak. 'Tolong!! Tolong!! Siapa saja kumohon tolong aku! ' teriak May dalam hati karena suaranya tidak dapat keluar di dalam air. Tangan May berusaha menggapai-gapai ke atas dengan panik meminta pertolongan. Tiba-tiba sosok Rio muncul di hadapannya, jarak mereka tidak begitu dekat tapi juga tidak terlalu jauh darinya. May begitu senang dengan kehadiran Rio. Ia pun berusaha menggapai Rio yang ia sangat yakini melihatnya semakin tenggelam namun Rio hanya diam tak bergeming di tempatnya. Hanya menatap May yang tenggelam semakin dalam dan matanya yang semakin meredup karena akan segera kehilangan kesadaran melihat seulas senyum pada wajah Rio yang semakin menjauh.

Dengan terkejut, May kembali terbangun dari tidurnya. Kali ini air matanya jatuh tak tertahankan. Tubuhnya sampai terguncang. Ada apa ini? Mengapa ia memimpikan hal-hal mengerikan ini? Mengapa tidurnya tidak bisa tenang? Apa maksud dari mimpi-mimpinya ini? Perasaannya sangat tidak enak. Rasa takut merasuki hatinya. Apa maksud semua ini? Oh, Tuhan... Semoga ini hanya mimpi dan bukan pertanda buruk. May berbisik dalam hati.

□■□■□

Setelah mengalami mimpi buruk semalam, May tidak dapat berkonsentrasi di kelas. Mimpinya semalam terus terbayang-bayang di kepalanya. Kepalanya berdenyut-denyut karena kurang tidur dan perasaan tak nyaman di dalam hatinya membuatnya menundukkan kepala sambil memijat bagian tengah keningnya. 

"May, ada apa? Wajahmu pucat. Kau tidak enak badan?" tanya Niken yang duduk di sebelahnya di kelas dengan khawatir, namun May yang ditanya tidak kunjung menjawab membuatnya semakin khawatir. "May... Kau baik-baik saja?" tanya Niken lagi sambil menyentuh bahu May.

"Ah, Niken." jawab May agak terkejut. "Ada apa?"

Niken mengerutkan dahinya dan kembali bertanya, "May, kau baik-baik saja? Wajahmu terlihat pucat." 

"Aku baik-baik saja. Hanya kurang tidur." 

"Ada apa semalam sampai kau tidak bisa tidur?" tanya Niken bingung. 

KliseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang