Dengan malas, May berjalan perlahan melewati kerumunan murid yang sebagian besar adalah kakak kelasnya. May berusaha untuk tidak terlihat oleh siapapun di tengah hingar-bingar murid-murid yang sedang mengantri membeli makan siang sambil di dalam hati terus berdoa agar tidak ada orang iseng yang mengenalinya.
'Sedikit lagi... Sedikit lagi...' ujar may dalam hati saat mencapai ambang pintu keluar dari kantin. Akan tetapi teryata doanya belum dapat terkabul hari ini karena tiba-tiba saja sebuah suara gadis sedang mencemoohnya terdengar tak jauh dari belakangnya.
"Lihat, siapa yang berani-beraninya datang menginjakkan kaki ke daerah kekuasaan kita," ujar seorang gadis dengan sinis dari arah belakang May. Akan tetapi, May tidak mau membuat masalah jadi ia tetap melanjutkan langkahnya.
"Wah, wah, wah... Kau diacuhkan olehnya, Shan..." ujar gadis lainnya yang sepertinya membuat gadis yang disebut Shan tadi mengambil tindakan, karena detik berikutnya, May sudah berhadapan dengan para gadis-gadis yang ternyata jumlahnya cukup banyak.
May berusaha melepaskan diri dari cengkraman dua orang kakak kelasnya yang memegang tangannya dengan sangat kuat. Sebenarnya, May bisa saja melepaskan diri secara paksa, tapi pasti hasilnya akan buruk dan ia tidak ingin kedua orang tuanya dipanggil lagi seperti kejadian sebelumnya. Jadi ia memutuskan untuk mengikuti permainan para kakak kelasnya ini sebentar. Semoga mereka tidak terlalu membuatnya kesal.
"Jadi... Ada urusan apa kau datang kemari? Bukankah kau tahu peraturannya? Tidak sembarang orang berhak melewati kantin ini terutama kau si pembuat masalah!" ujar seorang gadis yang May duga bernama Shan tadi sambil menekankan telunjuk lentiknya ke arah dada May. Sebenarnya May tidak begitu mengenal gadis dihadapannya itu tapi May yakin sekali kalau mereka juga termasuk dalam The Angels.
Menyadari posisinya yang tidak menguntungkan, May hanya bisa menghela nafas. Banyak orang di dalam kantin tersebut, akan tetapi tidak ada satupun yang sepertinya berniat menghentikan tontonan menarik di hadapan mereka. Ia harus segera keluar dari sini, menyelesaikan urusannya dengan Rio dan kembali ke kelas. Semoga mereka segera melepaskannya.
"Kak, aku tidak berniat menggaggu kalian sama sekali. Aku minta maaf jika kehadiranku mengganggu kalian. Aku memiliki urusan di lantai ini jadi kumohon biarkan aku pergi dari sini dan....."
"Apa yang kudengar barusan? Ia memohon? Wah, sungguh keajaiban dunia. Rina, cepat cek di internet, apakah sebentar lagi meteor akan menghantam bumi?!" potong gadis bernama Shan sambil berujar pada gadis di sebelahnya yang langsung diiringi tawa oleh seluruh kumpulannya yang mengitari May.
"Baiklah... Hari ini aku sedang berbaik hati. Kalau kau mau bersujud dan memohon aku mungkin akan membiarkanmu lewat," ujar gadis itu lagi sambil tersenyum jahat.
Amarah May langsung tersulut mendengar perkataan gadis itu. Memangnya ia siapa berani-beraninya meminta May bersujud di hadapannya. May hanya akan bersujud di depan orang tuanya dan Tuhannya saja. Terlebih lagi ini hanya permainan gadis-gadis gila berotak dangkal.
Plak!! Sebuah tamparan keras mendarat di wajah May. Pipi kirinya terasa kebas. "Berani-beraninya kau menatapku dengan kurang ajar seperti itu."
Badan May tanpa ia sadari memberikan respon ingin memukul gadis kurang ajar di depannya itu tapi kedua orang di kanan kirinya dengan segera menahan lengannya sehingga menyadarkannya kalau ia masih berada diantara kedua kakak kelasnya. May mengepalkan jarinya kuat-kuat di balik menahan amarahnya sampai-sampai buku-buku jarinya terasa sakit. Tahan May! Kau tak boleh terpancing gadis-gadis gila ini!
"Kau ingin membalas pukulanku?" ejek gadis bernama Shan itu lagi melihat gerakan refleks tubuh May barusan. "Ayo cepat balas! Tampar aku!" tantangnya lagi membuat May semakin panas.
Sial! Mau berapa lama para gadis sialan ini menahannya? Jam istirahat sebentar lagi akan selesai. Ia harus memikirkan sesuatu. Masa ia harus benar-benar bersujud di hadapan orang yang bukan siapa-siapa baginya? Tapi apa yang harus ia lakukan? Lebih baik ia dipukuli sampai babak belur dibanding harus bersujud di hadapan gadis gila itu.
"Sudah jadi pengecut sekarang? Mana keberanianmu yang dulu sewaktu mencederai teman kelasmu itu?"
Cih! Mencederai? Jelas-jelas mereka yang memulai mencari ribut terlebih dahulu terhadapnya. Apa yang harus ia lakukan?
"Apa sih susahnya membiarkan aku lewat saja? Lagipula aku tidak mengganggu kalian sama sekali dan membiarkanku lewat juga tidak akan merugikan kalian. Aku juga telah meminta maaf jika melewati teritori kalian dan membuat kalian tidak senang apa lagi yang kalian inginkan?" ujar May akhirnya dengan nada dingin dan datar. Ia ingin segera pergi dari sini. "Kalau kalian mengharapkanku bersujud dan memohon di hadapan kalian, lupakan saja! Aku tidak akan bersujud kepada siapapun selain orang tuaku dan Tuhanku!"
Buk! Sebuah hantaman mengenai perut May diiringi suara terkejut tertahan dari beberapa siswi di dalam kantin. Sedangkan beberapa siswa malah menyemangati mereka untuk berkelahi. Tubuh May masih menunduk menahan sakit akibat pukulan tadi. Lumayan juga pukulan gadis itu. "Siapa yang butuh ceramahmu, bajingan?! Jika aku bilang sujud maka kau harus melakukannya!" teriak Shan dengan marah.
"tenanglah Shan. Jangan buang-buang energimu untuk orang tidak berguna sepertinya," ujar salah seorang kakak kelasnya sembari berjalan ke arah belakang May dan menendang bagian belakang lututnya membuat May terpaksa berlutut diiringi tawa para kakak kelasnya yang lain.
"Haha... Begitu lebih baik! Terima kasih Len" ujan Shan sambil melakukan high five dengan gadis yang dipanggil Len itu. "Harusnya kau melakukan ini sedari tadi. Jadi aku tidak perlu membuang-buang tenagaku dengan memukulmu."
May sudah akan berdiri ketika ia menyadari kedua lengannya masih dipegangi dan kedua bahunya ditahan sehingga membuatnya kesulitan berdiri. Namun May tetap berusaha berdiri tanpa menghiraukan tekanan di kedua bahunya. May sudah akan berhasil berdiri namun tiba-tiba saja entah lutut siapa menghantam wajahnya membuatnya tersungkur di lantai yang otomatis membebaskannya dari kedua kakak kelas yang tadi memeganginya. May merasakan pipinya bengkak dan bagian dalam mulutnya berdarah.
"Kurang ajar! Masih belum menyerah juga? Sudah bosan hidup ya?" teriak Shan membahana di dalam kantin.
Cukup! Pikir May. Ia tidak dapat menahan perlakuan gadis gila itu lagi. Biarlah orangtuanya dipanggil lagi. Ia tidak perduli lagi. Ia tidak bisa terima diperlakukan seperti binatang begini. Ia akan memberi gadis bernama Shan itu pelajaran yang tidak akan ia lupakan. Gadis itu pikir siapa ia sehingga dapat menghajar orang yang tidak bersalah seenaknya.
Baru saja May berusaha berdiri dari posisinya di lantai untuk membalas kakak kelasnya itu, tiba-tiba sebuah suara menyeruak diantara kerumunan orang di kantin. "Ada apa ini? Ada ribut-ribut apa ini?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Klise
Romance"Aku mencintai sahabatku sendiri." Sebuah ungkapan yang klise. Tapi apakah cinta dapat dibatasi oleh embel-embel persahabatan? Apakah mencintai sahabatmu sediri merupakan kesalahan? May selalu menyukai sahabat-sahabatnya. May yang sulit terbuka den...