Dahulu, aku sering menertawakan teman-temanku yang tersedu-sedu menangisi cinta. Sesuatu yang selalu kuanggap lucu. Kau tahu kenapa?
Ya, sekali waktu mereka akan mencarinya dengan antusias, selanjutnya mereka malah mencacinya keras-keras. Sungguh lucu, bukan? Mendambanya, lalu mencelanya!
Tapi,
Darimu, aku bukan lagi belajar perihal mereka yang tersedu, namun menjadi tokoh utama yang sempat ambil bagian itu. Aku menjadi tahu kenapa mereka sering menangis. Menjadi paham kenapa mereka tak napsu makan. Dan mengerti kalau cinta bisa semengerikan itu.Kau telah membuatku memulai cerita yang tak kalah pilu dari mereka. Memaksaku mengakhirinya dengan luka yang menganga.
Cerita itu dan tokoh utama aku, bagimu mungkin sudah berakhir pada hari itu. Hari di mana rasa dari kita tak usah lagi ke mana-mana, sesuai maumu. Stagnan! Lalu, bubar jalan. Sedang untukku cerita kita tak pernah usai. Bukankah sesuatu yang terlihat berakhir bukan berarti telah selesai?
Kau mengakhiri karena hal tak masuk akal. Jadi selama akalmu belum waras untuk mengingatku, selama ajal juga belum hadir mencabut nyawamu— aku akan menunggu kisah yang usai sebelah hati. Tentu saja sembari menyembuhkan luka yang kau beri.
November 2018
Komen dong kalau kamu mengalaminya 🙂
KAMU SEDANG MEMBACA
Apa Kabar Luka?
PoetryBerisi beberapa senandika tentang luka. Yang terkadang beberapa luka memang harus diajak berdamai dengan cara tertawa bersamanya. Yuk simak habis, luka-luka yang saya alami. Coretan ini ditulis dalam rentang waktu acak dan berbeda-beda. Tentunya se...