"Petrikor adalah tanda akan turunnya hujan. Tetapi jika tidak ada petrikor hujan juga bisa turun."
~~~°~°~~~
"Bian, Bian, masih aja gak peka?"
"Lu ya gua cuman ketemu orang kagak lebih." Bian mengucapkannya dengan nada yang sedikit tinggi
"Yeee... gitu aja marah."
"Lu yang rese. Udah ah gua mau balik."
"Lu kagak habisin nasi kuning lu dulu?"
"Kagak gua kagak napsu. Gua mau balik sekarang." Dan pergi begitu saja meninggalkan kerumunan yang seperti semut itu
"Dikit dikit marah. Emang ya kalo orang PMS suka marah marah." Ucap Didin sedikit pelan
Bian yang mendengar menoleh dan menunjukkan tatapan tajamnya dan segera pergi menuju kelas.
~~~~~~
"Bian diajakin main tuh sama anak anak."
"Kagak gua mau pulang."
"Kenapa sih lu sekarang, udah kagak pernah main sama kita kita?"
"Kemarin baru aja kumpul dan sekarang lu bilang gua kagak pernah main."
"Biasanya kan lu tiap hari main sama kita."
"Gua lagi kagak mood."
"Wah beneran PMS nih anak."
"Sekali lagi lu bilang kayak gitu gua gampar lu ya...."
"Ae lah lu mah..." Didin kemudian pergi meninggalkan Bian
"Sebenernya yang mau pulang siapa sih. Kok malah dia yang nyelonong pergi." Ucap Bian pelan sembari berjalan menghampiri Didin.
~~~~~~
Entah mengapa akhir akhir ini aku sering merasa bahwa aku sudah tak memiliki semangat hidup. Semenjak kepergian Karin aku merasa bahwa tak ada gunanya aku hidup. Tenang. Aku bukan berfikiran untuk mengakhiri hidupku aku hanya berfikir bahwa apakah aku diciptakan tanpa manfaat. Aku merasa tak berguna seperti seorang manusia. Tapi aku tetap berusaha untuk melanjutkan hidupku. Mencari manfaat dari diriku ini.
Karin adalah cinta pertamaku. Aku mengenal karin sudah cukup lama, semenjak pertama kali kami berkenalan di bangku sekolah menengah pertama. Saat itu aku dan Karin adalah teman sekelas. Menurutku Karin itu berbeda. Dan semenjak saat itu aku merasa bahwa ada bunga baru yang telah tumbuh di diriku. Aku hanya tak menyangka sampai saat ini aku mengenal cinta di usiaku yang cukup muda. Mungkin bagi beberapa orang itu tidak muda, tapi bagiku itu cukup muda untuk aku mengenal cinta. 3 tahun aku dan Karin bersama, dan dia memutuskan hubungan kita begitu saja. Seolah olah saat itu newton terkejut karena apel yang ia amati seharusnya jatuh ke bawah tapi malah jatuh ke atas. Aku sangat terkejut bahwa ia mengatakannya. Sampai sampai aku menggambarkannya dengan apel yang jatuh ke atas, yang nyatanya hanyalah sebuah imajinasi. Dulunya itu adalah imajinasiku. Bukan. Maksudku aku pernah bermimpi bahwa aku dan Karin akan putus.
Aku masih bertanya tanya dengan keadaan ini. Aku masih tidak percaya bahwa newton meneliti hal yang mungkin saat itu tidak terfikirkan oleh orang lain. Aku sama seperti newton hanya saja aku bukan meneliti apel tetapi hati. Hati sangat berbeda dengan apel. Apel hanya akan jatuh ke bawah tetapi hati bisa jatuh kemana saja. Aku hampir stress mengapa Karin bisa tertarik dengan gravitasi yang lain padahal saat itu ia sedang berada pada gravitasi ku. Mungkin gravitasi ku tidak cukup kuat untuk menahannya. Tetapi aku sekarang telah sedikit melupakannya. Meskipun baru 50 persen tetapi setidaknya aku sudah melupakannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
SENJA MERAH
Teen Fiction"Hai.... apakah menurutmu senja berwarna merah?" Hari hari yang penuh dengan warna, mungkin itulah yang ingin dirasakan oleh semua orang. Dunia yang penuh dengan kesenangan. Dunia yang penuh dengan hal hal yang menyenangkan. Dunia yang penuh dengan...