"Tawa adalah kenangan. Tawa itu indah, tapi bukan untukku."
~~~°~°~~~
Secercah harapan yang kuinginkan ternyata mulai muncul. Apa aku bermimpi. Seolah olah cahaya terang itu semakin terang. Aku merasakan ada seseorang yang mendekat.
"Senjaaaa.... Kamu mau tidur sampai jam berapa? Ini sudah pagi."
Aku langsung terbangun, seolah olah aku telah berjalan jauh dan ditarik mundur dengan terpaksa. Aku bangun dan menatap orang yang bersuara itu. Mama. Alarm terbaik di dunia ini.
"Iya ma, masih pagi juga."
"Masih pagi kamu bilang.... Senja, senja ini sudah setengah tujuh."
"Apa, ma! Setengah tujuh."
Aku berlari seolah olah ingin mengejar harapan yang bahkan tak dapat ku raih. Dengan cepat tanganku menarik paksa sebuah kain yang tergantung indah. Dengan cepat aku melakukan rutinitas yang dilakukan semua orang ketika akan pergi sekolah.
"Ma, senja berangkat."
"Enggak sarapan dulu?"
" Nanti telat, ma. Udah ya senja berangkat. Bye, ma."
Aku berjalan keluar dari sebuah benda yang berisi kenangan. Rumahku. Bukan rumahku sih sebenarnya karena sertifikatnya saja bahkan bukan atas namaku. Aku meninggalkan kenangan ku di sana agar aku bisa kembali ke sana dengan membawa kenangan yang baru.
Berjalan seolah waktu hanyalah milikku. Terputar kembali ingatan yang bahkan telah ku buang dari benda yang berisi kenangan itu. Saat dimana ayahku meninggalkan kami dengan sebuah kenangan. Aku tak tahu apakah itu baik untukku atau buruk untukku. Yang ku tahu mama selalu mengatakan bahwa tuhan membuat semuanya dengan begitu indah. Dan aku percaya bahwa itu adalah suatu keindahan yang tuhan berikan kepadaku dan mama.
Segera ku buang segala lamunanku dengan meneruskan perjalananku menuju sekolah baruku. Aku berlari karena jam sudah hampir menunjukKan pukul 7. Aku segera memasuki sekolah itu dan berjalan ke kelas yang tertulis di selembar kertas itu. XII MIPA 4. Kucari dan akhirnya ketemu. Sesaat sebelum aku hendak memasuki kelas itu. Aku bertemu dengan Bu Indah. Dan sekarang aku telah memasuki kelas ini bersama dengan Bu Indah. Seperti biasanya saat ada seorang siswi baru maka akan dipersilahkan untuk memperkenalkan dirinya.
"Namaku Rani Annulika S. Rumahku tidak jauh dari sini. Kalian bisa memanggilku Rani. Aku harap kalian senang dengan kehadiranku."
Begitu kiranya aku memperkenalkan diriku. Mungkin kalian berpikir kenapa saat di rumah aku dipanggil Senja tetapi aku mengenalkan diriku pada orang lain dengan nama Rani. Itu semua terjadi saat aku masih berusia 6 bulan. Papa dan mama adalah penggemar senja. Tidak sepertiku bagiku senja hanyalah bualan. Memang indah tapi aku belum mendapatkan inti dari senja itu.
Saat itu papa mengajak mama untuk melihat senja di tempat favoritnya, Gunung Bromo. Mereka ke sana dengan penuh canda tawa. Mereka berhasil mencapai puncak Bromo. Kata mama itu sangat indah. Papa memang bukan orang yang romantis. Papa orangnya sangat bertanggung jawab. Hal itulah yang membuat papa mempertaruhkan nyawanya dan mengorbankan dirinya sendiri untuk menyelamatkan mama. Saat itu mama terpeleset dan hampir terjatuh, tetapi dengan sigapnya papa menarik tangan mama. Bukan tanpa alasan. Papa telah berjanji kepada orang tua mama untuk membawa mama ke sana dan kembali lagi dengan selamat. Papa benar telah menepati janjinya dan mengorbankan dirinya untuk menyelamatkan mama. Saat itu mama sangat shock. Pencarian pun dilakukan. Jasad papa diketemukan. Papa kemudian dikebumikan di kuburan keluarga kami. Sejak saat itu mama menjadi single parent. Mama memilih untuk tidak menikah lagi karena baginya pernikahan hanya dilakukan sekali seumur hidup. Mama lebih memilih fokus untuk membesarkan ku.
Bagiku mama adalah orang yang kuat. Dengan segala cobaan dan rintangan mama tetap tegar. Dulu mama masih sering menangis, tetapi sekarang tidak lagi, aku melihatnya terakhir menangis saat aku berusia 7 tahun. Itulah mengapa aku masih tidak menyukai senja. Senja hanyalah bualan. Indah diawal tetapi mematikan di akhir. Aku sempat shock ketika mengetahui cerita ini. Mama menceritakannya saat aku berumur 15 tahun. Aku memang sering mengunjungi makam papa sebelumnya, tetapi saat kutanya saat itu mama masih enggan untuk menceritakan kejadian sebenarnya. Mama hanya mengatakan bahwa papa meninggal karena sudah takdirnya. Cinta antara mama dan papa sangatlah besar aku bangga memiliki mereka berdua meskipun papa sudah bahagia di dunianya sendiri.
Mama selalu berpesan padaku bahwa jangan menjadikan masa lalu menjadi trauma tetapi ambillah hikmah dari apa yang terjadi pada masa lalu. Mama merasa bahwa Tuhan menyadarkannya tentang arti cinta sejati. Dulu mama sempat tidak percaya dengan yang dinamakan cinta sejati, tetapi itu berubah semenjak papa mengisi ruang kosong yang ada pada diri mama.
Aku telah mengikhlaskan semuanya. Semuanya memang bukan salah mama. Tuhan mungkin memiliki rencana lebih indah suatu hari nanti dan mama percaya dengan hal itu. Aku dan mama telah mengubur kenangan itu dalam dalam. Menguncinya disebuah ruang hampa agar suaranya tak terdengar. Aku dan mama sepakat membuang kunci itu agar kami tidak terpaku dan malah berjalan mundur dengan kenangan yang telah terjadi. Terima kasih atas kehadiranmu, pa. Aku dan mama bangga dengan sikap dan perilaku mu.
Nama senja adalah kenangan itu dan aku tak ingin membagikan kenangan ku pada orang lain. Karena aku dan mama telah sepakat menguncinya di ruangan hampa itu. Itulah alasan mengapa ku memperkenalkan diriku dengan nama Rani.
~~~~~~
Kriiiiinngggggg.......
Bel istirahat telah berbunyi. Aku segera menuju toilet, tetapi karena aku masih baru disini dan hari ini adalah hari pertamaku aku tak tahu dimana toilet itu. Aku berjalan dengan cepat entah kemana. Aku akhirnya melihat ada toilet. Tanpa melihat dan curiga dengan keadaan sekitar, aku melangkah masuk ke dalam toilet itu. Belum selangkah aku memasuki ruangan itu aku terkejut dan diam membisu ketika cowok itu memarahiku.
"Orang ini galak banget sih, sama cewek juga." Pikirku dalam hati
Ternyata aku memasuki toilet yang salah. Aku merasa malu dengan hal itu. Aku segera memindahkan kaki untuk melangkah menuju toilet yang diberitahukannya.
Aku masih shock dengan apa yang terjadi. Untung saja di sana cuma ada dia seorang diri. Jadi aku tidak perlu malu seperti ini, seharusnya. Aku segera menyelesaikan urusanku dan kembali ke kelas mengikuti pelajaran selanjutnya.
~~~~~~
"Mamaaa......" Teriakku
"Ada apa, sayang? Apakah kamu senang di sekolah barumu?"
"Senang kok ma. Sekolahnya bagus. Teman teman sekelas ku juga baik semua. Tapi ma, aku bertemu seorang cowok di toilet."
"Kamu di toilet bersama seorang cowok."
"Kebiasaan deh mama dengerin dulu aku cerita. Aku salah masuk toilet." Aku menjelaskan dengan malu malu
"Kebiasaan tau nggak kamu itu."
"Mama ihh.... aku kan masih baru."
"Iya iya. Terus terus dia gimana? Ganteng? Baik? Cocok buat jadi pengganti Dika?"
"Mama apaan sih. Nyebelin tau gak dia itu ma. Masa sih ma, secara aku kan anak baru dimarahi sama dia seenaknya."
"Kan kamu juga yang salah."
"Ih mamaaaa.... Kan aku masih baru. Baru aja hari pertama, kan wajar."
"Iya iya. Udah sana ganti baju mama udah siapin makanan pasti kamu laper."
"Oke ma."
Aku dan mama sudah terbiasa dengan keadaan bahwa kita hanya tinggal berdua. Rumah ini merupakan satu satunya peninggalan dan sekaligus kenangan akan hadirnya seorang papa. Aku berharap suatu saat aku menemukan seseorang yang seperti papa. Bertanggung jawab atas komitmennya. Aku dan mama rindu dengan papa. Aku berharap semoga papa juga bahagia di sana karena di sini kami bahagia.
KAMU SEDANG MEMBACA
SENJA MERAH
Teen Fiction"Hai.... apakah menurutmu senja berwarna merah?" Hari hari yang penuh dengan warna, mungkin itulah yang ingin dirasakan oleh semua orang. Dunia yang penuh dengan kesenangan. Dunia yang penuh dengan hal hal yang menyenangkan. Dunia yang penuh dengan...