Tunas

12 0 0
                                    

"Ada saatnya tumbuhan yang sudah tua akan berganti dengan yang muda."
~~~°~°~~~

Begitu dia, Bian, sudah kembali ke rumahnya. Aku berbegas menuju kamar. Segera aku berjalan menuju kamar mandi. Melakukan rutinitasku selama ini. Tak terasa sekarang sudah pukul 6 sore. Aku pun berjalan ke bawah menuju ruang makan.

"Masak apa hari ini ma?"

"Nasi goreng seperti kesukaanmu."

"Wah enak tuh kayaknya."

"Mana ada masakan mama yang nggak enak."

"Iya iya. Mama emang chef paling top."

Aku dan mama pun makan bersama. Tak berselang lama aku dan mama menyudahi kegiatan ini. Aku segera menuju kamar untuk mengerjakan tugas yang diberikan tadi. Sesampainya disana segera ku raih tasku yang ku taruh di kasur tadi. Ku buka dan segera ku keluarkan buku buku ku. Mencari tugas yang diberikan tadi. Dan saat tangan ku mencari tugas itu aku merasakan ada benda yang aneh. Kotak, eh bukan bukan. Persegi panjang. Benar persegi panjang yang panjang. Maksudku persegi panjang memang panjang. Akkkhhh!!! Rumit. Segera ku ambil dan ku keluarkan. Coklat!? Bentar, bentar dari siapa ya? Eh, ada tulisannya.

"WHATTTT!!!! Benar ini dari Bian" secara reflek aku mengucapkannya dengan cukup keras

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"WHATTTT!!!! Benar ini dari Bian" secara reflek aku mengucapkannya dengan cukup keras. Dan dengan segera ku tutup mulutku dengan tanganku.

"Senja.. kamu kenapa?" Teriak mama dari bawah

"Nggak papa ma." Balasku tanpa keluar dari kamar

"Yasudah kalau begitu."

"Sial! Apakah suaraku tadi sekencang itu hingga mama bisa mendengarnya dari bawah? Lagian kenapa dia pake kasih ini segala. Tapi bentar kapan dia masukin ini ke tasku?"  Begitulah kiranya yang ada dalam hatiku. Aku membacanya dan entah mengapa aku malah tersenyum dengan sendirinya.

"Ternyata dia bisa romantis ya." Gumam ku dengan sangat pelan.

~~~~~~

"Pagi, Didin!"

"Kesambet apaan lu?"

"Idih orang nyapa tuh dibales dengan sapaan."

"Pagi, Bian! Udah, puas!?"

Mereka berdua bertemu di koridor sekolah. Saling menyapa, seperti biasanya. Banyak yang melihatnya, memang.

"Mentang mentang motor lo udah kelar di servis sekarang kagak pernah naik angkot sama gua lagi."

"Capek, Din. Naik angkot tuh perlu jalan kaki.

"Yee.. elu mah."

"Yaudah entar pulang lu bareng gua aja." Tawar Bian.

"Beneran, yan!"

"Kagak!" Sembari tertawa lepas

"Yee...."

SENJA MERAHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang