senja

6 0 0
                                    

"Karya Tuhan yang paling indah menurutku adalah, senja."

~~~°~°~~~

Aku merasa perasaanku mulai sedikit berbeda kepadanya. Benar, Rani. Dia berhasil memutar arahku, menuju dirinya. Mungkin, karena aku masih belum memercayai perasaanku sepenuhnya. Dia sangat berbeda menurutku. Ataukah sama saja. Tapi yang jelas disaat kita jatuh hati pikiran kita tidak sedang berada di jalan yang tepat seolah olah apapun akan menjadi lebih indah. Sulit memang untuk menafsirkannya, tapi tenang ini mudah untuk dirasakan.

Perasaan ini telah membuatku memilih untuk menghabiskan waktu ini dengan memikirkannya. Cukup menyenangkan berkhayal tentangnya. Apakah aku harus berbuat sesuatu? Iya aku harus berbuat sesuatu, kalau telat nanti keburu ada yang memutar arahnya. Akhirnya aku menyerah untuk memikirkannya saja. Aku ingin memulai dengan sedikit kegiatan. Maksudku aku ingin menjadikan khayalan menjadi sebuah kenyataan.

Terus berjalan sembari memikirkan hal hal indah bersamanya membuatku tak terasa bahwa aku sudah sampai di depan gerbang sekolah. Tapi, tunggu! ini salah, seharusnya aku ke kelasnya. Ataukah ini jalan yang dipilihkan Tuhan agar aku bisa bertemu dengannya. Aku menunggu saja di gerbang itu sembari memikirkan khayalan indah bersamanya. Membawanya ke impianku. Berdua menikmati senja merah yang ku inginkan selama ini. Tapi sudahlah ini hanya sebuah khayalan. Fokus Bian! Fokus!

Satu jam.... Dua jam.... Sudahlah aku yang menyerah dengan waktu yang terus berjalan. Aku mencoba berjalan masuk ingin mencarinya di kelasnya mungkin saja dia masih ada urusan sehingga dia belum pulang. 10 langkah 20 langkah 30 langkah dan aku tersadar bahwa aku belum sempat menanyakan ia berada di kelas mana ipa, ataukah ips? Semudah itu keinginanku untuk bertemu dengannya tetapi semudah itu juga keinginanku untuk menyerah padanya, pada waktu.

Ku tinggal keinginan ini dan berharap esok kan lebih menyenangkan. Penuh dengan warna. Indah bukan sesuatu yang penuh dengan warna. Seperti pelangi. Menurutku dia indah karena memiliki banyak warna. Sudahlah semoga esok kan ada warna baru lagi, untukku. Tapi tanpa kuduga ternyata warna baru itu tidak muncul esok. Sekarang, benar sekarang. Dia ada di halte, menunggu angkot, seperti kemarin. Yang akan kulakukan pasti sama seperti kemarin, menghampirinya tetapi dengan tujuan yang berbeda tentunya. Dengan segenap harapan untuk mewujudkan keinginanku. Ku genggam jutaan mimpi dan asa, kok jadi gini! Ya entahlah intinya aku dan dia sedang duduk bersama sekarang.

Kami sama sama diam tak ada yang bersuara. Kami memilih tetap membisu. 10 menit 15 menit 20 menit...

"Udahlah angkotnya kagak bakal dateng mending lo bareng gue kek kemarin." Tawarku dengan sedikit yah.. menyombongkan diri. Aku sendiri saat ini karena Didin enggak jadi ikut. Katanya sih ada kerja kelompok mendadak.

"Nggak lah kak! Bentar lagi!"

"Udah jam 5, lo kagak bakal dapet angkot dah. Percaya sama gua!"

"15 menit lagi."

Sesuai permintaannya 15 menit untuk menunggu. Dan itu sudah terlewat tanpa terasa. "Udah lewat 15 menit ayok!" Dengan sedikit rasa malas dia ikut denganku. Suasana sore seperti ini sebenarnya sangat mendukung untuk yaahh... Seperti anak muda, bermesraan.

"Eh lo mau ikut lihat senja dulu kagak? Mumpung udah deket dan udah mau mulai tuh."

"Pulang ajalah kak."

"Ishh... Bentar aja."

"Yaudah cepet! Emang kita lihat senja dimana ini kan kota."

"Ada deh, tempat kesukaan gua."

Aku mengajaknya untuk melihat senja untuk yang pertama kali. Tempat yang akan ku kunjungi tidak jauh dari halte ini. 5 menit perjalanan cukup untuk kesana. Waktu telah berpuatr dan kita telah sampai. Kita!? Maksudku aku dan dia. Lega rasanya karena ini adalah momen yang akan sangat indah, untuk dikenang.

"Bagus tempatnya."

"Ya iya lah siapa dulu, Bian."

"Serah deh. Kita duduk dimana."

"Bentar bentar."

Aku dan dia sudah berada di depan sebuah kolam lebih tepatnya danau buatan. Aku selalu membawa karpet kecil kesayanganku, sebenarnya mama yang mengharuskanku untuk membawanya. Katanya buat jaga jaga. Segera ku keluarkan, ku buka dan ku bentangkan di atas tanah yang ditumbuhi rumput yang warnanya sangat hijau. Indah, menurutku. Tapi untuknya, mungkin tidak karena wajahnya terlihat tak tertarik sedikitpun.

Tak butuh waktu lama sampai senja pun menunjukkan dirinya. "Senja kali ini indah ya? Lebih indah dari terakhir kali aku lihat." Ku katakan hal itu dengan penuh rasa senang. Tapi tanggapannya justru diluar dugaan.

"Udah selesai kan kak? Ayok pulang!" Ajaknya dengan sedikit marah atau mungkin kesal. Entahlah cewek memang tidak mudah ditebak.

"Iya iya." Ku akhiri kegiatan ini. Tak lupa ku rapikan karpet yang ku gunakan. Hari ini aku mengantarnya pulang lagi, iya lagi. Tapi kali ini tak ada percakapan antara kami berdua. Mungkin karena aku dan dia masih sedikit canggung, lagian tadi dia juga sedang marah denganku.

"Udah nyampek nih, mau turun kagak?"

"Iya iya."

Tak ada percakapan lagi dengannya. Begitu berpamitan aku langsung pulang.  Dan mengakhiri kisah hari ini, untukku ini berakhir tapi untuknya, entahlah mungkin dia memiliki hal lain yang lebih indah untuk diceritakan.

~~~~~~

"Ma.. Senja pulang."

"Kok baru pulang? Hayooo di anter siapa? Habis ngedate ya?"

"Mama apaan sih.. enggak."

"Enggak tapi mukanya merah. Sama Bian ya? Diajak kemana? Nonton?"

"Mama apaan sih... Udahlah aku mau mandi gerah."

"Ya udah sana. Tapi kalo sama Bian mama setuju kok anaknya baik."

"MAMA!!!"

Mama apa apaan sih. Kak Bian juga ngapain dia pake ngajak lihat senja dulu. Udah tau aku nggak suka senja masih dipaksa mulu. Awas aja besok kalo ngajak lagi.

Tapi kenapa ya kak Bian akhir akhir ini aneh. Bentar, bentar kok aku panggil kak lagi entar dia marah. Bodo amat lah orang dia juga kagak tau. Udahlah hari ini cukup melelahkan. Tapi melihat senja tadi cukup menyenangkan juga. Memang aku tidak suka senja, tapi aku tidak pernah mengatakan aku membencinya. Aku hanya tidak suka saja, terlalu... Aneh bagiku. Yasudahlah kan setiap orang bebas untuk memiliki hal yang ia suka. Tapi kalo aku diajak kak Bian lihat senja lagi gapapa deh aku ikut.

SENJA MERAHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang