fifth

215 95 34
                                    

Biarkan malam yang menjadi saksi bisu atas perasaan ini.


*

"Dei, sibuk nggak?" Deira yang sedang fokus dengan laptopnya pun mengalihkan tatapannya ke arah Bunda yang baru datang. Ia mempause film yang sedang ditontonnya.

"Nggak Bun, kenapa?"

"Temenin Bunda yuk sekalian makan malem di luar, Ayah lembur katanya."

"Hng ... okey, Dei ganti baju dulu nggak nih?" tanyanya membuat Bunda menatap cewek itu dari atas hingga ke bawah, menilai penampilan Deira yang terlihat casual dengan celana panjang berwarna abu-abu dan sweater berwarna putih.

"Nggak usah, anak Bunda mau make baju apa juga tetep cantik kok," balas Bunda mengusap pelan kepalanya dengan senyum lebar. "Yaudah Bunda tunggu di bawah ya."

Saat Bunda telah pergi dari kamarnya, Deira segera mematikan laptop dan mengambil tas selempang untuk menaruh dompet dan ponselnya. Ia berdiri di depan cermin, memakai lipbalm untuk membasahi bibirnya yang kering, setelah dirasa cukup Deira turun ke bawah dan menemui Bunda yang sudah siap.

"Dianterin Bun? Atau bawa sendiri?" tanya Deira sambil mmemasangkan sneaker ke kakinya.

"Kalau bawa sendiri emangnya kamu mau kena omel Ayah?" tanya Bunda yang dibalas cengiran gadis itu. Mereka segera memasuki mobil dan pergi ke tempat yang ingin Bunda nya tujui.

•••

Kini mereka berdua sudah sampai didepan mall yang sangat terkenal dikota itu. Mereka memasuki mall tersebut dengan tangan saling bergandengan. Mungkin orang lain yang melihat akan menyangka mereka sepasang adik-kakak dari pada ibu dan anak karena wajah Bunda yang masih terlihat cantik, padahal Bunda nya sudah memiliki dua anak remaja yang duduk dibangku SMA.

"Mau makan dimana Bun?" tanya Deira sambil melihat sekitar yang cukup ramai.

"Direstaurant langganan Ayah. Kamu mau beli sesuatu?" Deira menatap Bundanya dan mengingat apa ada barang yang sedang ia butuhkan, untung lagi di mall jadi biar sekalian saja.

"Nggak tau deh nanti aja aku inget-inget dulu," jawabnya yang diangguki oleh Bunda.

Sesampainya ditempat makan langganan Ayah nya itu, Bunda mengeluarkan ponsel dan menghubungi seseorang. Setelah sambungan terputus Bunda melihat ke sekitar dan melambaikan tangannya saat sosok yang dicari juga sedang melambaikan tangan ke arah mereka.

"Ayo ke sana, temen Bunda udah nungguin." Deira hanya mengangguk dan mengikuti Bundanya dibelakang.

"Aduh Cilla udah lama nggak ketemu kamu makin cantik aja." sapaan pertama dengan cipika-cipiki ala ibu-ibu jaman sekarang membuat Deira yang melihat bergidik geli. Ia duduk dikursi kosong yang berada disebelah Bundanya itu

"Ah, kamu juga masih cantik kayak dulu Jah, padahal anak kamu yang tua udah kuliah kan ya?" ucap Bundanya itu, sepertinya wanita paruh baya yang masih terlihat cantik ini teman Bundanya, mendengar dari panggilan mereka satu sama lain yang cukup akrab.

"Iya, Quizel lagi kuliah di London kalau adiknya masih SMA—" ucapan wanita itu terhenti karena matanya menatap Deira penasaran, "—ini anak kamu yang ke dua? Imut banget yaampun nurunin Ayahnya ya?" mendengar pujian itu membuat Deira tersenyum sopan dan memperkenalkan diri ke wanita paruh baya itu.

"Deira Tante, anak Bunda Silla yang ke dua. Baru kelas satu SMA," ucapnya sopan tidak lupa dengan senyum manisnya, membuat Quiza–teman Bundanya–semakin kagum akan paras gadis itu.

Cappucino GirlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang