Bukan Lelaki Brengsek

459 51 17
                                    

.
.
.
.
Bajingan adalah satu kata yang pertama kali muncul di pikiranku saat menulis dan memikirkan nama seorang Lee Hyukjae, bagaimana bisa ia mempermainkan hati dua orang sampai seperti selama bertahun-tahun?

Namun, rasa simpatiku muncul saat aku merubah sudut pandang. Aku menempatkan posisiku di kakinya dan menatap hubungan memuakkan ini dengan cara pandangnya.

Ia mencintai Dareum, sangat!
Dan itu tak berubah sampai sekarang, namun perasaannya pada Donghae___hubungannya dengan lelaki itu juga bukan sebuah kepura-puraan.
Ia sungguh mencintai Donghae dengan segenap hati dan hidupnya. Jika ada yang bertanya siapa yang lebih dicintai Hyukjae ia akan menjawab keduanya.

Dareum ada bahkan sejak Hyukjae belum menjadi apa-apa, mereka berteman semasa sekolah.
Sementara Donghae, ah pemuda itu..., apa yang bisa Hyukjae keluhkah tentangnya?

Hyukjae terlalu jatuh pada dua lubang yang bermuara di jurang yang sama bernama kesakitan.
Membuat Hyukjae terjebak di sana tanpa punya jalan keluar.

Hyukjae adalah pegawai di salah satu firma hukum di Korea, ia paham mengenai hal-hal yang berkaitan dengan yudisial.
Termasuk bahwa Korea tak akan pernah melegalkan hubungannya dengan salah satu miliknya.

Melepas salah satu?

Hyukjae pernah mencobanya, setahun lalu saat Dareum mengetahui bahwa ia bermain api.
Dan meminta Hyukjae memutuskan hubungan mereka. Dareum mencoba mengalah saat itu namun Hyukjae hancur, separuh hatinya remuk.

Ia hampir overdosis minuman di bar.
Saat ia bangun gadis itu ada di sampingnya, mengganti infus Hyukjae dengan terampil.

Permintaan maaf  Hyukjae atau lebih tepatnya kegilaannya membuat Dareum luluh. Ia memaafkan lelakinya itu tanpa keluhan apapun, seolah apa yang sebelumnya ia ketahui tak pernah terjadi.

Di luar ruang rawat, Donghae melihat segalanya.
Remasan pada kantong berisi buah ditangannya menjadi bukti betapa sakit dan remuk hati si pemuda pengertian.

Dan satu senyuman pedih tergambar apik di wajahnya yang amat tampan. Donghae sekali lagi mencoba mengerti, mencoba memahami betapa sulitnya posisi Hyukjae.
Dia bukan pemaksa, ia bukan seorang serakah dan yang jelas ia tak akan mampu membuat Hyukjae meninggalkan gadis sebaik si perawat.

Ya..., Donghae hanya akan diam, sadar diri akan posisinya..

Bisa dibilang Hyukjae serakah, namun dimana letak keserakahan jika yang kau hadapi adalah cinta?
Keduanya adalah nyawa, keduanya adalah jantung yang membuat Hyukjae bisa bertahan hingga sekarang.

Yang Hyukjae lupa, tak ada manusia yang bisa hidup dengan dua jantung di dalam tubuhnya.

Kenapa cinta tak bisa sekali saja berjalan dengan sederhana?

.
.
.
.
Hyukjae menatap langit malam kota Seoul dari balik kamarnya. Donghae pulang kerumah, kangen Jeno katanya. Sapuan pandangnya terarah pada tiap sudut appartement yang gelap.

Sunyi. Apa Donghae sering kali menunggunya dalam sepi seperti ini?

Ia merasa bersalah.

Ia menghela nafas, apa perlu ia menelfon Donghae sekarang?
Hyukjae merindukan kekasihnya.

Ya.., menelfon Donghae mungkin bisa mengusir sesak di dadanya.

.
.
.
"Halo..."

"Ya..."

"Kakakmu dimana, Jeno?
Aku tak bisa menghubungi ponselnya"

"Donghae-hyung dikamar, sebentar.
Oh tadi ponsel hyung jatuh saat di stasiun, jadi benda itu mati"

"Jadi ponselnya rusak?"

"Ya...____Hae hyung ada telfon"

"Siapa?"

"Teman sekamarmu"

Bisa Hyukjae dengar nada tak suka dari suara Jeno saat menyebutkan dirinya. Ia hanya tersenyum.
Pemuda itu belum bisa menerima hubungan sang kakak.

.
.
"Halo?"
Ini suara Donghae-nya

"Aku merindukanmu"

"Aku baru sampai dua jam lalu"

"Berapa lama kau disana?"

"Entah, mungkin beberapa hari atau minggu?"

"Hey, kau tak bilang akan disana selama itu?"

"Project terakhirku dengan Baekhyun sudah selesai, sekarang aku senggang"

"Tapi mana bisa kau meninggalkan aku di sini sendiri?"

Donghae tersenyum di seberang sana.

"Aku yakin kau pandai dalam mengusir rasa sepi tanpa aku, Hyuk"

"Kenapa berkata begitu?
Kalau rindu ya rindu"

"Cepatlah tidur, kau bilang banyak pekerjaan akhir-akhir ini.
Gunakan waktu istirahatmu sebaik mungkin Hyuk. Ah Jeno menunggu ponselnya.
Aku tutup dulu okay...?"

"Hae..."

"Ayo buat segalanya sederhana setelah ini, Hyukjae..."
Suara lembut itu menusuk hati Hyukjae entah bagaimana.

"Apa yang harus dibuat sederhana?"

"Segalanya... Kita, Aku, Kau, Dia..."

Hyukjae terdiam...

"Hae kau___"

"Sudah lama aku tahu dan sekarang aku rasa sisi egoisku sedang ada di puncaknya.
Aku hanya ingin menjauh sebentar agar tak jadi semakin serakah, lalu menyakiti semua orang, Hyukjae."

"Maaf..."

"Bukankah katamu tak ada maaf dan terimakasih di dalam cinta...? Selamat malam darl~"

.
.
.
Langit kota Seoul mendung. Sekali lagi rasa bersalah menghantam hatinya kuat-kuat.
Betapa kejamnya Hyukjae selama ini.

Ia membuat Dareum juga Donghae berkorban dan terluka begitu banyak.

Andai Hyukjae paham, tak ada yang merasa berkorban dalam kisah mereka bertiga. Segala hal terjadi berlandaskan apa yang hati mereka rasakan.
Tentu dengan rasa sakit sebagai bonus.
.
.
.
.
.
.
.

Bersambung,

.
.
.
Cinta tidak butuh pengorbanan, begitu kamu merasa berkorban, berarti kamu sudah tidak cinta - Sudjiwo Tejo

A Twist Of Love (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang