4. Kesempatan

35.4K 279 8
                                    

Jangan lupa tinggalkan jejak vote dan comment kalian ya supaya aku semangat nulisnya hehe

Happy Reading!!

-L-

"Akhirnya kalian berbaikan juga, senang melihat hubungan kalian membaik." Ucap Alan saat mereka dalam perjalanan. Seperti kesepakatan sebelumnya Alan akan mengantar Zwetta ke kantornya.

"Ya begitulah, dalam setiap hubungan pasti akan ada masa ributnya." Alan tertawa.

"Aku sudah lama tidak menjalin hubungan dengan seseorang sepertinya aku hampir saja lupa akan hal itu." Zwetta ikut tertawa.

"Benarkah? Kapan terakhir kali kau punya kekasih? Mau kubantu untuk menemukan seorang wanita?" Tawar Zwetta membuat Alan kembali tertawa.

"Tidak perlu Zwetta, aku bisa mencarinya sendiri. Aku sudah mengatakan aku menginginkan wanita sepertimu, apakah masih ada?" Zwetta tertawa.

"Kau bisa saja, ku pikir kau bercanda ketika mengatakan itu." Alan berdecak.

"Jelas tidak, aku mengatakannya sangat jujur. Aku menginginkan wanita sepertimu." Jawab Alan dengan tegas.

"Benarkah? Apa yang menarik dari wanita sepertiku? Tidak ada yang spesial bukan?" Alan terdiam sejenak tanpa berpikir.

"Aku sulit mengatakannya, aku juga bingung harus menjelaskannya bagaimana. Sangat sulit untuk dideskripsikan, tapi bagiku kau sangat menarik Zwetta. Kau mampu membuatku tersenyum dan tertawa, kau jelas berbeda dari wanita yang pernah kutemui sebelumnya." Zwetta tertawa.

"Padahal kita baru bertemu, tapi kau bisa merasakan hal sehebat itu? Kau sedang bercanda?" Alan menatap Zwetta lekat.

"Aku tidak bercanda Zwetta, aku serius. Jika seandainya aku yang lebih dahulu mengenalmu sebelum Dion mungkin aku akan menikahimu. Aku tak pernah seyakin ini dengan perasaanku. Tak mudah bagiku untuk mengatakan tentang pernikah, tetapi saat bersamamu entah mengapa mudah bagiku mengatakannya. Sayang sekali kau sudah menikah dengan Dion." Zwetta kembali tertawa.

"Kau sangat berterus terang sekali Alan, kau membuatku jadi tersanjung terima kasih." Wanita itu tak bisa menanggapi apa yang dikatakan Alan serius. Ia menganggap bahwa Alan sedang bercanda padanya. "Jadi kenapa kau belum menikah?"

"Aku belum menemukan wanita yang sepertimu. Aku menginginkan wanita yang sepertimu menjadi istriku kelak." Zwetta kembali tertawa.

"Jadi kau akan sabar menunggu mencari wanita yang sepertiku lalu menikah?" Alan tampak berpikir.

"Sepertinya tidak, bagaimana jika aku menginginkanmu? Jika denganmu saja bagaimana? Aku menginginkanmu tidak yang lain." Zwetta kini tidak tertawa, ia menatap Alan denagn serius.

"Maksudnya apa Alan?" Tanya Zwetta sambil mengernyitkan keningnya.

"Tidak apa, lupakan saja. Apakah kau sering bertengkar dengan Dion? Apakah kalian sering seperti itu? Bertengkar lalu berbaikan kembali?" Zwetta menganggukkan kepalanya.

"Sangat sering, tapi itu sudah resiko bukan? Setiap hubungan pasti akan ada naik dan turunnya." Alan menganggukkan kepalanya paham.

"Lalu, kenapa kalian belum punya anak?" Tanya Alan penasaran.

"Mungkin belum dikasih, kita sudah berusaha. Kita tidak memakai pengaman, kita juga sudah ke dokter dan dinyatakan sehat. Aku juga tidak tahu apa yang salah, mungkin kita masih harus berdua saja. Orang tua Dion sudah mendesakku, tapi apa yang bisa kulakukan?"

"Apakah orang tua Dion menyalahkanmu?" Zwetta tampak berpikir sejenak lalu menghela napasnya.

"Lebih kurang seperti itu, mereka mengatakan bahwa ini semua salahku karena terlalu gila bekerja. Hidupku yang bebas di masa muda membuatku tak bisa memberikan keturunan, aku hanya bisa diam ketika mereka hanya bisa menuntutku. Dion juga tak membelaku di depan keluarganya, aku hanya bisa berjuang sendiri. Aku sangat menyedihkan bukan?" Tanya Zwetta sambil tertawa kecil.

LOVE AFFAIRTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang