"Ini," Jaemin menyodorkan minuman pengganti ion tubuh, pada Johnny. Laki-laki itu sedang mengelap keringat nya menggunakan handuk kecil.
"Gila yah, kantin rame banget kaya lagi ngantri sembako gratis," eluh Jaemin, nafas nya tersengal akibat berdesakan pada murid-murid lain untuk membayar minuman dan makanan yang mereka beli, ditambah Jaemin harus berlari dari kantin ke lapangan agar Johnny tidak menunggu nya lama.
"Makasih," Laki-laki tinggi itu menerima botol, lalu meneguknya sampai sisa setengah. "Gak usah buru-buru gue bakal nungguin lo kok."
"Lagian kenapa lo pake nyuruh adek kelas untuk manggil gue sih, kan bisa lewat WA," Jaemin merebut botol dari tangan Johnny, lalu meminumnya sampai habis, dia juga kehausan. Jarak dari kantin ke lapangan basket itu tidak dekat.
Johnny ini Sebenernya kakak kelas Jaemin, tapi dia enggan memanggil pacarnya dengan embel-embel kakak, apalagi senpai. Dia tidak sudi, karena awal bertemu dengan Johnny bukan di sekolah tapi di bazar buku, sewaktu liburan. Mereka memutuskan untuk berkenalan sampai akhirnya memiliki ketertarikan satu sama lain.
Dan hal yang mengejutkan ketika mereka berpapasan di koridor lalu tertawa bersama, atas kebodohan mereka karena tidak menyadari bahwa mereka satu sekolah.
"Hp gue ketinggalan di rumah, gue mau ngeliat lo tapi abis istirahat ini gue masuk kelas, ada ulangan. Jarak kelas lo ke kelas gue kan jauh," jelas Johnny.
Jaemin sedikit kesal mendengar penjelasan dari laki-laki tinggi ini. hanya karena itu. Latihan basket berjam-jam dia sanggup, hanya menghampiri kelasnya saja dia tidak mau, malah Jaemin yang terpaksa harus lari-larian untuk menemui nya. Ini otaknya yang memang salah, atau dia yang memang terkena sindrom 'budak cinta', atau dia bodoh. Opsi terakhir sepertinya. Mood Jaemin langsung turun.
Tidak ada percakapan lain lagi, pandangan keduanya malah kedepan, menatapi siswa laki-laki yang masih latihan basket. Sesekali ada siswi yang lewat menyapa Johnny dengan senyuman malu-malunya. Siapa yang gak suka sama dia, ganteng, tinggi, putih, blasteran, ketua tim basket, sering juarain lomba juga.
Banyak rumor yang beredar kalau dia ini gay, ada yang percaya, ada juga enggak, ada juga yang gak perduli. Malah Jaemin yang selalu di salahkan atas menyimpangnya orientasi Johnny.
Tidak tau saja kalau laki-laki yang di puja ini dari lahir sudah tidak tertarik dengan kaum hawa.
Ponsel Jaemin bergetar beberapa kali, sepertinya pesan dari grup beruntun masuk, dia merogohnya membuka notifikasi whatsapp. Dan benar saja grup chat yang di namai Dream itu bergulir kebawah selama beberapa detik.
|Berisik, iya gue kesana. Berhenti ngatain gue bucin |
Setelah mengetik sederet kata untuk di kirimkan ke grupnya itu, Jaemin memasukan ponselnya ke saku baju sekolahnya."Gue pergi yah, anak-anak cerewet banget," saat hendak berdiri untuk beranjak pergi menemui gengnya, tangan nya di cekal.
"Lo lebih mentingin temen temen lo daripada berduaan sama gue," Johnny menatap tajam Jaemin. Laki-laki bertubuh kecil itu sedikit terjingkat, dia paling tidak suka di tatap seperti itu oleh Johnny, karena tampak menyeramkan. Jaemin benar benar takut saat Johnny marah.
"Lo juga lebih mentingin basket daripada gue," Jaemin menarik pelan tangannya dari genggaman erat Johnny. Laki-laki bertubuh kurus itu langsung berlari meninggalkan kekasihnya yang masih mematung memperhatikan punggung itu pergi menjauhinya.
"Gue pikir lo gak akan ke sini," Jeno menyesap kopi hitamnya, lalu menghisap rokok nya dan menghembuskan asapnya ke udara.
"Males juga gue di sana panas," mata bulat Jaemin melirik Jeno. "Nyebat mulu Jen mati entar," Jaemin mendudukan tubuhnya di sebelah Lucas yang tengah memakan gorengan.
Jeno, Mark, Lucas, dan Renjun sedang menikmati waktu istirahat mereka di kantin belakang, kantin ilegal untuk anak anak nakal yang hendak merokok.
"Iya kalau mati di kubur, kita enak makan ayam kan," ucap Mark menyomot bakwan dari piring Lucas, merasa makanannya di ambil tanpa permisi Lucas mendelik tajam pada Mark yang di bales dengan gedikan bahu pria blasteran itu.
"Beli sendiri ngapa, bule tapi miskin," Lucas menutupi piring gorengannya yang sisa tahu isi sayur sama tempe goreng.
"Pelit amat," cibir Mark, memasukan bakwannya ke mulut.
"Noh ayam noh lo tangkep lo goreng," Jeno menunjuk ayam jantan tak jauh dari tempatnya duduk. Dia mematikan rokoknya.
"Kak Jaehyun, kak Yuta, sama kak Doyoung mana?" tanya Jaemin pada Renjun.
"Mereka lagi ada ulangan," Renjun meneguk susunya sampai habis.
Dari teman temannya yang kurang belaian itu, cuman dia yang paling kalem. Dan senyuman dia yang paling manis, walaupun tubuhnya yang terkecil diantara yang lain, kalian tidak bisa menganggapnya lemah, karena dia pemegang sabuk hitam karate.
"Tapi kan ini jam istirahat?" tanya Jaemin bingung.
"Mereka butuh belajar Jaemin," Mark yang menjawab.
"Bener juga," Kepala Jaemin mengangguk-ngangguk paham.
"Makanya otak itu di pake buat mikir Na, bukan cuman buat pajangan doang biar kepala lo bulet," nada mengejek Jeno yang menyebalkan keluar, sambil jari telunjuk nya menepuk nepuk kepala belakangnya.
"Sialan ya lo Jen," Jaemin mendelik kesal. Ia meraih bungkus rokok Jeno yang masih terisi enam batang rokok, meremasnya sangat kuat dan melemparkan bungkus rokok yang sudah remuk itu ke pelipis Jeno.
Jeno melongo di tempat menyaksikan rokoknya hancur tak bisa di hisap lagi "Gue baru beli Nana," ucapnya sedih.
"Bodo wlek makan tuh rokok," Jaemin menjulurkan lidahnya, dia berlari sangat kencang saat di rasa kalau Jeno akan mengejarnya sampai dapat.
Renjun, Mark, dan Lucas hanya geleng geleng kepala melihat kelakuan dua orang yang sudah berteman sejak sekolah dasar itu.
Iya Jaemin Narya Mahawira dan Jeno Abraham Basupati sudah berteman sejak dulu, hanya saja mereka berpisah sewaktu menginjak sekolah menengah pertama, karena Jaemin terpaksa pindah mengikuti ayahnya yang di tugaskan berkerja di luar kota, dan bertemu lagi di SMA ini. Jeno terbiasa memanggil Jaemin, dengan Na diambil dari kata Narya.
Jeno berlari mengejar sih kurus itu. Jaemin menoleh kebelakang sambil terus berlari dan tertawa mengejek.
"Kena lo," ditariknya kerah baju sekolah Jaemin, memeluk pemuda itu sangat erat agar tidak bisa lari lagi darinya. Jeno menekan leher Jaemin dengan lengan kanannya, tidak benar benar kuat tapi cukup untuk membuat Jaemin sedikit terbatuk dan memukul-mukul lengan kekar Jeno agar melepaskan kuncian pada lehernya.
Suara tawa keduanya mengalun riang. Tanpa Jeno sadari, bahwa setiap sentuhan yang di alirkan ke Jaemin dapat di rasakan sampai ke hati yang paling dalam.
.
.
.
KAMU SEDANG MEMBACA
HALU | NOMIN
RomanceWARNING!!! 18++ Jaemin menyukai Jeno. Jaemin jatuh cinta pada Jeno. Tapi Jeno jelas tidak. Bagi Jeno, Jaemin hanya berperan sebagai sahabatnya tidak lebih. Parahnya lagi Jeno 100% Straight dan seorang Homophobic. Dia hanya memaklumi penyimpangan or...