Jaemin memarkirkan motor maticnya di garasi rumahnya. Berlari kecil menuju pintu, menekan kenop pintu kebawah, lalu membukanya. "Kak aku pulang," Seru Jaemin lantang, agar seseorang yang di panggilnya kak itu menyahut.
"Mandi habis itu makan," seorang pemuda tampan menggunakan apron keluar dari arah dapur dengan kedua tangannya yang berlumuran tepung.
"Kak Taeyong," Jaemin memekik senang, iya berhambur ke arah kakaknya untuk memeluk erat laki-laki yang bernama lengkap Na Taeyong itu.
"Lebay kamu dek, setiap hari kan kita ketemu," Taeyong tersenyum sambil mengusap kepala adiknya lembut.
"Karena aku sayang kakak, aku sayang kakak setiap hari, aku rindu kakak setiap hari. Pokoknya sayang kakak banyak-banyak," kepala Jaemin mendongak sekilas untuk memberikan cengiran lebarnya, sehabis itu kembali menguselkan wajahnya ke dada Taeyong.
"Iya iya, sana mandi bau keringet," Taeyong mendorong pundak Jaemin pelan, tangannya ia kibas-kibaskan di bawah hidung.
Bohong. Jaemin sama sekali tidak bau, aroma bayi yang menguar dari tubuh Jaemin tidak pernah pudar. Taeyong juga bingung sendiri padahal di kamarnya tidak ada lotion, bedak, minyak telon atau cologne bayi. Tapi kenapa bisa Jaemin punya aroma tubuh seperti saat dia bayi.
Jaemin mengendus ketiaknya, dia cemberut. "Aku enggak bau kak, tapi aku akan tetap mandi karena panas. Aku mandi dulu yah kak," Jaemin berjalan ke kamarnya.
Makanan sudah tersaji rapih di meja. Masakan yang di hasilkan dari kedua tangan Taeyong, laki-laki manis yang sangat menyukai apron merah mudanya, hadiah dari Jaemin saat dia berulang tahun yang ke 18 tahun beberapa hari yang lalu.
Jaemin keluar dari kamarnya memakai kaos putih polos kebesaran dan celana pendek di atas lutut. Dia duduk berhadapan dengan Taeyong, hanya ada mereka berdua di meja makan yang lumayan lebar ini. Begini setiap harinya.
Jaemin pulang, Taeyong yang manyambut, Taeyong yang memasak setiap harinya, kalau pekerjaan rumah yang lain seperti menyapu, mengepel dan menyuci pakaian di kerjakan oleh asisten rumah tangga.
"Kangen sama mama dan papa ya?" tanya Taeyong saat melihat raut wajah lesu adiknya.
"Iya," Jaemin mengangguk, di paksakan senyuman mengulas dari bibir tipisnya.
Jaemin terlahir bukan dari keluarga kaya raya tapi juga bukan dari kalangan menengah kebawah. Orang tua Jaemin harus ekstra kerja keras, untuk membiayai sekolah Jaemin dan Taeyong. Di tambah penyakit yang di derita kakaknya, mengharuskan Taeyong untuk home schooling.
"Seandainya kakak gak sakit sakitan dek, mungkin papa mama bisa sering sering pulang," Taeyong mengulum bibirnya, dia berbicara lirih sambil kepalanya tertunduk, menyesali keadaan fisik yang dideritanya. Padahal itu bukan salahnya. Hanya takdir terlalu kejam memberikan penyakit kepada laki-laki sebaik Taeyong.
Jaemin mengusap punggung tangan kakaknya. "Ini bukan salah kakak, aku gak suka kalau kakak sedih kaya gini. Kita kan masih bisa telponan atau video callan sama papa dan mama," hibur Jaemin, memamerkan senyum cerah andalannya.
Taeyong membalas senyuman adiknya. Dia memang membenci satu hal yaitu penyakit nya tapi dia mensyukuri banyak hal, seperti kehadiran Jaemin di hidupnya, mempunyai orang tua yang lengkap dan tentu sangat menyanginya. Taeyong sudah cukup bahagia.
"Ayo kak makan nanti keburu dingin,"
Jaemin menyendokan nasi, memasukan kedalam mulutnya, dia juga menyumpitkan beberapa lauk. Makan dengan nikmat, masakan kakaknya memang terbaik di dunia bagi Jaemin tidak ada yang bisa mengalahkannya."Pelan-pelan dek makannya nanti keselek, kakak masak banyak kok," khawatir Taeyong melihat adiknya makan sangat lahap, walau setiap harinya begitu. Perasaan nya menghangat setiap kali melihat adiknya sangat menikmati dan menyukai masakannya.

KAMU SEDANG MEMBACA
HALU | NOMIN
Roman d'amourWARNING!!! 18++ Jaemin menyukai Jeno. Jaemin jatuh cinta pada Jeno. Tapi Jeno jelas tidak. Bagi Jeno, Jaemin hanya berperan sebagai sahabatnya tidak lebih. Parahnya lagi Jeno 100% Straight dan seorang Homophobic. Dia hanya memaklumi penyimpangan or...